M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Kamis, 29 September 2011

" Terbelenggu Dalam Berbagai Kemaksiatan "



By : Musni Japrie

Dizaman sekarang ini dimana-mana banyak orang melakukan perbuatan maksiat baik maksiat yang kecil sampai kepada maksiat yang besar, baik dilakukan secara terbuka atau terang-terangan maupun secara tersembunyi yang dirinya sendiri mengetahuinya, baik maksiat secara perseorangan sampai perbuatan maksiat yang dilakukan secara beramai-ramai berjamaah. Mereka yang melakukan perbuatan maksiat tersebut merasa enjoi dan santai tanpa ada beban serta menikmatinya yang seolah-olah perbuatan maksiat tersebut sebagai perbuatan biasa-biasa saja yang lumrah dilakukan oleh banyak orang. Sepertinya kebanyakan orang menganggap bahwa perbuatan maksiat yang mereka lakukan bukanlah suatu perbuatan yang berdosa, melainkan dianggap sebagai sebuah permainan belaka. Mereka banyak yang telah terbelenggu dalam berbagai kemaksiatan.
Sebenarnya banyak ragam perbuatan maksiat yang dilarang oleh syari’at Islam yang umatnya diperintahkan untuk meninggalkan serta menjauhinya, yang bila dirinci secara satu persatu memerlukan uraian yang sangat panjang. Namun untuk keperluan mengingatkan kepada kita semua bahwa hal yang sekecil apapun yang dianggap biasa-biasa saja apabila perbuatan tersebut telah melanggar mendzalimi hak-hak sesama manusia apalagi hak-hak Allah maka itu adalah maksiat yang akan diberikan hukuman kelak dikemudian hari.
Sesungguhnya hampir setiap hari bahkan setiap saat banyak orang-orang yang melakukan perbuatan maksiat yang berkaitan dengan hak-hak orang lain tanpa disadarinya seperti berbuat kasar, menyakiti orang lain dengan perkataan, sikap atau perbuatan, mengambil hak orang lain dalam berbagai aplikasinya, melakukan kebohongan atau berbohong, tidak jujur dan melakukan penipuan dalam beragam bentuknya. Banyaknya sesama muslim yang salinmg mendengki satu sama lain. Melakukan kegiatan renteneir dan pinjam meminjam dengan sistim riba . Tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawab (seperti misalnya para pegawai negeri atau karyawan swasta yang tidak masuk kerja tanpa alasan atau sengaja masuk kerja terlambat dari waktunya dan pulang sebelum waktunya). Kemudian mencaci maki, berburuk sangka dan menuduh seseorang, melakukan fitnah, menggunjing, tidak memenuhi janji (ingkar ) dan berbagai kemaksiatan kecil lainya.Perbuatan yang semacam itu meskipun termasuk perbuatan maksiat tetapi oleh kebanyakan manusia sudah dianggap bukan perbuatan yang berdosa dan kalaupun mereka menganggapnya sebagai perbuatan yang tidak baik dan dibenci namun dianggap sebagai sesuatu hal yang remeh serta tidak diperdulikan. Pencurian dan perampokan, pemerkosaan hingga pembunuhan sudah dianggap hal yang biasa saja.
Selain kemaksiatan yang dilakukan berkaitan dengan hak sesama manusia maka yang lebih parah lagi banyak orang-orang muslim yang mengentengkan dan meremehkan perbuatan maksiat yang terkait hak-hak atas Allah yang menjadi kewajiban mereka namun dilalaikan dan ditinggalkan. Meskipun perbuatan maksiat tersebut kelak akan berakibat fatal karena besarnya dosa yang ditimbulkannya. Betapa banyak orang yang meninggalkan kewajiban shalat tanpa uzur, mereka tidak memperdulikan ajakan muazin yang mengumandangkan azan untuk sholat,dimana-mana terdapat masjid-masjid dan surau-surau namun kesepian jama’ah, meskipun disekitarnya padat dengan perumahan penduduk muslim. Betapa banyak orang-orang yang mengaku sebagai muslim tetapi dibulan ramadhan tidak hanya anak-kecil yang tidak berpuasa, anak-anak muda dan kaum dewasa juga secara sengaja enggan untuk berpuasa.
Perbuatan maksiat yang secara sadar dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin yang nampak secara kasat mata dan sepertinya sengaja dipertontonkan kepada khalayak ramai antara lain yang dilakukan oleh kaum wanitanya dengan mengenakan pakaian untuk menonjolkan bentuk dan bagian tubuh yang seharusnya ditutupi karena merupakan aurat. Kebanyakan kaum wanita yang dalam cara berpakaian lebih mementingkan trend yang lagi mewabah daripada kepentingan syari’at sehingga mereka telah melakukan pelanggaran dengan berbuat maksiat secara sengaja karena menganggap bahwa maksiat itu adalah urusan yang digampangkan saja.
Dikalangan remaja tidak kalah pula telah mewabah pergaulan yang tidak mengindahkan larangan, dimana-mana terlihat pasangan muda mudi berboncengan dengan berpelukan, berpacaran dan keluyuran malam-malam dan berdua-duaan memadu kasih dan ujung-ujungnya memadu berahi syahwat. Begitu pula perselingkungan dan perzinahan ditempat-tempat mengumbar syahwat serta tempat-tempat hiburan malam tiada lain adalah perbuatan maksiat yang terlarang dikerjakan, namun mereka dengan enjoy melakoninya tanpa beban karena menganggap remehnya maksiat tersebut.
Perhatikan betapa banyaknya orang dengan seenaknya merokok yang juga dilakukan oleh kalangan anak-anak dibawah umur meskipun sudah jelas bahwa hukum rokok adalah haram, tapi keharaman rokok tersebut diabaikan. Begitu pula minuman keras diperdagangkan oleh pedagang muslim serta diteguk oleh banyak kalangan muslim serta narkoba yang jelas-jelas keharamannya bukan hal yang asing lagi.Disisi lain perjudian dalam berbagai bentuk dijadikan sebuah permainan dan hiburan yang mengasyikan, tidak memperdulikan akibatnya. Memakan makanan yang haram baik jenisnya maupun haram dalam memperolehnya.
Maksiat yang terkait dengan hak-hak Allah yang dilakukan kebanyakan orang antara lain adalah menyekutukan Allah dengan makhluknya. Betapa banyak orang-orang melakukan upacara ritual pemberian sesajen sebagai bentuk persembahan kepada dewa-dewa penguasa seperti pesta laut, pesta bumi dan beragam bentuk lainnya. B erbuat riya menampak-nampakkan dengan sengaja ibadahnya agar dipuji dll. Selain itu banyak kalangan umat islam yang menyembah kuburan para wali atau kuburan yang dikeramatkan dengan meminta dan berdoa dikuburan agar hajatnya dikabulkan. Banyak kalangan umat islam yang datang kedukun, ke orang-orang pintar atau paranormal minta pertolongan agar disembuhkan dari penyakit,meminta pengasih, meminta penglaris. Meminta keteguhan, meminta pertolongan agar diberikan jabatan. Memakai jimat-jimat dan batu-batuan atau benda pusaka bertuah. Yang semuanya merupakan perbuatan meminta pertolongan bukan kepada yang semestinya yaitu Allah.

Lalai dari Allah


Manusia adalah makhluk yang lalai. Tidak hanya lalai untuk mengerjakan amal ketakwaan namun juga lalai dari dosa-dosa. Lebih memilukan lagi jika manusia acapkali mengentengkan dosa atau maksiat yang ia perbuat. Seolah-olah dengan sikapnya itu, ia aman dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala di dunia ataupun di akhirat. Perbuatamn maksiat dijadikan permainan belaka, tidak ,menyadari adanya kandungan dosa di dalammnya
Allah berfirman :
-
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”( QS. Al-Baqarah : 208 )
Dalam ayat diatas Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada hamba-hambanya agar masuk kedalam islam secara utuh dalam kehidupannya dan menjauhi jejak langkah syetan yang menyesatkan dengan mentaati segala perintah dan segala bentuk larangan yang berupa kemaksiatan.
Mengingat bahwa manusia kebanyakan lalai dari ketaatannya kepada Allah Subhanahu Ta’ala, maka terjerumuslah mereka kedalam ajakan syetan sehingga berbuat kemaksiatan.
Allah Subhanahu Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.”
( QS. An-Nisaa : 59 )
Diperintahkannya hamba untuk melakukan kebaikan dan dilarangnya dari kemaksiatan adalah semata-mata demi kebaikan hamba, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat penyayang terhadap manusia. Dan suatu hal yang pasti bahwa tidaklah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan suatu kebaikan sekecil apapun kecuali pasti di dalamnya terkandung maslahat, baik disadari ataupun tidak. Demikian pula jika melarang sesuatu, tentu di dalamnya terdapat mudarat yang membahayakan hamba.
Allah Subhanahu Ta’ala berfirman :
ا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.”( QS. An-Nuur : 24 )_
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“ Sesungguhnya Allah itu marah, dan marahnya Allah itu apabila ada ada seseorang melakukan apa yang diharamkan Allah atasnya “( HR. Muttafaqub alaihi )
Hadits tersebut mengingatkan terjerumusnya seseorang kepada jurang kekejian atau kemaksiatan dan segala sesuatu yang diharamkan Allah , karena hal itu bisa menyebabkan Allah murka kepada siapa saja yang melakukannya, dan Allah akan marah apabila larangan-Nya dilanggar.

Dosa kecil dan dosa besar

Kemaksiatan yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah akan membuahkan dosa, sedangkan dosa itu sendiri berakibat kepada dijatuhkannya sanksi atau hukuman oleh Allah yang besar kecilnya serta bentuk hukumannya itu sendiri tergantung kepada besar kecilnya kemaksiatan yang dilakukan. Dan dosa itu bertingkat-tingkat kejahatannya. Ada yang besar dan ada pula yang kecil. Adapun dosa besar adalah setiap pelanggaran yang pelakunya mendapatkan had (hukuman yang telah ada ketentuannya dari syariat) seperti membunuh, berzina dan mencuri, atau yang ada ancaman secara khusus di akhirat nanti berupa adzab dan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau yang pelakunya dilaknat melalui lisan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. (Al-Kaba`ir karya Adz-Dzahabi rahimahullahu hal. 13-14, cet. Maktabah As Sunnah)
Adapun jumlah dosa besar lebih dari tujuh puluh. Sekian banyak dosa besar itupun bertingkat-tingkat. Ada dosa besar yang paling besar misalnya syirik, membunuh jiwa tanpa hak, dan durhaka kepada orangtua. Karena bahaya yang mengancam pelaku dosa besar di dunia dan di akhirat nanti, kita dapati sebagian ulama Ahlus Sunnah menulis kitab tentang dosa-dosa besar (al-kaba`ir) semisal Al-Imam Adz-Dzahabi dan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumallah. Hal ini agar orang tahu tentang dosa-dosa besar sehingga mereka akan menjauhinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjanjikan surga dan ampunan-Nya bagi yang menjauhi dosa-dosa besar sebagaimana dalam firman-Nya:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلاً كَرِيْمًا
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (An-Nisa`: 31)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah menjadikan orang yang meninggalkan dosa-dosa besar masuk dalam golongan orang yang beriman dan bertawakal kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ. وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ اْلإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ
Maka segala sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang–orang yang beriman, dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakal, dan bagi orang–orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (Asy-Syura: 36-37)
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلاَة ُالْـخَمْسُ وَالْـجُمُعَةُ إِلَى الْـجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu dan Jum’at ke Ju’mat (berikutnya) adalah penghapus apa yang di antaranya dari dosa selagi dosa besar tidak didatangi (dilakukan).” (HR. Muslim Kitabut Thaharah Bab Fadhlul Wudhu wash Shalah ‘Aqibihi no. 233 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Ketika seseorang berbuat kemaksiatan atau melakukan perbuatan dosa, janganlah melihat kepada kecilnya dosa. Namun lihatlah, kepada siapa dia berbuat dosa? Patutkah bagi seseorang yang diciptakan dan diberi berbagai kenikmatan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, lantas melanggar larangan-Nya?!
Sesungguhnya suatu dosa bisa menjadi besar karena hal-hal berikut:
1. Dosa yang dilakukan secara rutin. Sehingga dahulu dikatakan: “Tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika diikuti istighfar (permintaan ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala).”
2. Menganggap remeh suatu dosa. Ketika seorang hamba menganggap besar dosa yang dilakukannya maka menjadi kecil di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun jika ia menganggap kecil maka menjadi besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dalam suatu atsar bahwa:” seorang mukmin melihat dosa-dosanya laksana dia duduk di bawah gunung di mana ia khawatir gunung itu akan menimpanya. Sedangkan orang durhaka melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu dia halau dengan tangannya.” (Shahih Al-Bukhari no. 6308)
3. Bangga dengan dosa yang dilakukannya serta menganggap bisa melakukan dosa sebagai suatu nikmat. Setiap kali seorang hamba menganggap manis suatu dosa, maka menjadi besar kemaksiatannya serta besar pula pengaruhnya dalam menghitamkan hati. Karena setiap kali seorang berbuat dosa, akan dititik hitam pada hatinya.
4. Menganggap ringan suatu dosa karena mengira ditutupi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan diberi tangguh serta tidak segera dibeberkan atau diadzab. Orang yang seperti ini tidak tahu bahwa ditangguhkannya adzab adalah agar bertambah dosanya.
5. Sengaja menampakkan dosa di mana sebelumnya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, sehingga mendorong orang yang pada dirinya ada bibit–bibit kejahatan untuk ikut melakukannya. Demikian pula orang yang sengaja berbuat maksiat di hadapan orang. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِـي مُعَافًى إِلاَّ الْـمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ الْـمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُولُ: يَا فُلاَنُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا؛ وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ
“Semua umatku dimaafkan oleh Allah kecuali orang yang berbuat (maksiat) terang-terangan. Dan di antara bentuk menampakkan maksiat adalah seorang melakukan pada malam hari perbuatan (dosa) dan berada di pagi hari Allah menutupi (tidak membeberkan) dosanya lalu dia berkata: ‘Wahai Si fulan, tadi malam aku melakukan begini dan begini.’ Padahal dia berada di malam hari ditutupi oleh Rabbnya namun di pagi hari ia membuka apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala tutupi darinya.” (HR. Al-Bukhari no. 6069 dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)
Ibnu Baththal rahimahullahu mengatakan: “Menampakkan maksiat merupakan bentuk pelecehan terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul-Nya, dan orang–orang shalih dari kaum mukminin…” (Fathul Bari, 10/486)
Sebagian salaf mengatakan: “Janganlah kamu berbuat dosa. Jika memang terpaksa melakukannya, maka jangan kamu mendorong orang lain kepadanya, nantinya kamu melakukan dua dosa.”
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ
“Orang–orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang berbuat yang ma’ruf.” (At-Taubah: 67)
6. Dosa menjadi besar jika dilakukan seorang yang alim (berilmu) yang menjadi panutan
Dari penjelasan singkat diatas maka seyogyanya orang-orang yang selama ini menjadikan kemaksiatan sebagai teman bermain yang mengasyikkan, baik kemaksiatan yang dikatagorikan sebagai dosa-dosa kecil maupun yang sifatnya besar untuk segera meninggalkan kebiasaan buruk dengan bertaubat secara sungguh-sungguh. Bertaubat sebelum, ajal tiba ,dengan berjanji untuk tidak mengulanginya kembali.
( Wallahu Ta’ala ‘alam )
29 Syawal 1432H / 27 September 2011

Senin, 26 September 2011

" Masih Ada Hari Esok "



Mendung tidak lah selalu kelabu
Di baliknya masih ada mentari bersinar cerah
Malam tidaklah selalu kelam mencekam
Masih ada hari esok penuh harapan
Hujan badai takkan lama dan pasti berlalu
Kemarau kering kerontang melanda persada
Terhapus deraian air di musim penghujan
Menumbuh kembangkan permadani rerumputan
Rerantingan pepohonan tidaklah gersang selamanya
Karena akan bersemi pucuk-pucuk hijau semerbak

Laut tidak selamanya bergelora menghempaskan biduk
Laut tenang angin berhembus lembut menanti
Layar berkembang melaju dihembus angin daratan
Samudera luas seperti tak bertepi dikaki langit
Di ujungnya menanti pulau menjemput harapan
Bahtera tidaklah berlayar tanpa henti
Tepian tempat berlabuh selalu menanti

Jalan tidaklah selalu mendaki dan berliku
Di hadang krikil dan bebatuan tajam
Di ujungnya menanti jalan lurus dan mulus
Cerita tidaklah pernah tidak selesai
Panggung sandiwara pastilah usai
Derita kehidupan niscaya berujung
Masih ada hari esok penuh harapan

(By : Musni Japrie )
Kota Tepian, 17 September 2011

Sabtu, 24 September 2011

" MISKIN DI DUNIA SENGSARA DI AKHIRAT '


By : Musni Japrie.
Sudah kita maklumi bersama bahwa negeri kita yang kaya raya ini termasuk negara yang rakyatnya sebagian besar -masih miskin. Di mana-mana, tidak hanya di desa-desa tetapi di kota-kota diseantero tempat dijumpai orang-orang yang hidupnya melarat, hidup di perumahan yang sederhana bahkan dalam gubuk-gubuk reyot. Adapula yang tidur di bawah kolong jembatan , diemperan toko atau dalam gubuk-gubuk darurat untuk sekedar tempat berteduh di malam hari dari dinginnya malam.
Untuk dapat bertahan hidup secara apa adanya para kaum dhuafa tersebut terpaksa harus bekerja keras menjual tenaga mereka dengan beragam usaha dengan pendapatan jauh dari mencukupi. Mereka-mereka itu ada yang menjadi kuli pelabuhan, kuli bangunan, pedagang asongan, pengamen jalanan, pemulung, penyamu jalanan, tukang sampah, buruh tani serta banyak lagi ragam pekerjaan non formal lainnya. Mereka bekerja tidak mengenal waktu dari subuh bahkan ada yang sejak dinihari hingga malam hari bekerja keras tanpa mengenal lelah dan tanpa istirahat kecuali saat hendak tidur .
Karena kesibukannya mengais rezeki sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi dirinya dan keluarganya yang menyita waktu seharian penuh disiang hari menjual tenaga maka tinggalah malam hari kelelahan yang mereka dapatkan, sehingga banyak diantara mereka yang tidak sempat lagi untuk menjalankan kewajiban agamanya sebagai perwujudan dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya melalui ibadah sholat fardhu apatah lagi sholat sunahnya. Begitu pula kewajiban lainnya seperti berpuasa wajib dalam bulan Ramadhan setahun sekali terpaksa dibaikan atas dalih tidak mampu melakukannya karena harus bekerja keras seharian suntuk yang memerlukan tenaga ekstra. Padahal mereka tahu bahwa manusia itu diciptakan tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana yang difirman Allah Subhanahu Ta’ala :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah : 21 ).

Kemiskinan yang menimpa sebagian orang ternyata juga memberikan dampak munculnya tindakan-tindakan kemaksiatan lain dengan dalih untuk menutupi kebutuhan hidup seperti adanya orang-orang yang menjadi pencopet, pencuri, merampok dan bahkah melakukan tindakan penganiayaan serta kekerasan hingga membunuh untuk dapat merebut harta orang. Lebih ironis lagi dengan berdalihkan untuk menutupi kebutuhan hidup yang serba kekurangan banyak pula wanita yang menjadi wanita pelayan dan penghibur di café-café dan tempat hiburan malam lainnya dan tidak kurang pula banyak wanita-wanita yang terpaksa harus menjual dirinya melakukan perzinahan sebagai profesinya. Sungguh banyak orang yang telah melakukan perbuatan maksiat dengan dalih karena kemiskinan hidup mereka.

Sesungguhnya kehidupan seseorang hamba ini sudah merupakan suratan takdir yang sudah tertulis 50.000 tahun sebelum diciptakannya dunia ini, dimana kehidupan seseorang sengsara ataukah bahagia adalah bagian dari ketetapan-Nya. Dengan ketetapan tersebut baik si miskin maupun si kaya mendapatkan kewajiban yang tidak berbeda untuk taat dan taqwa kepada Allah yang telah meniciptakannya. Karena Allah Ta’ala tidak memandang dari segi kedudukan, seseorang miskin atau kaya, orang bermatabat atau rakyat jelata, tetapi Allah melihatnya dari ketaqwaan seseorang. Orang yang paling taqwa mempunyai nilai lebih di mata Allah.

Sebenarnya orang-orang miskin di akhirat kelak saat memasuki pintuk surga akan didahulukan dari orang-oramng kaya sebagaimana hadits dari Usamah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Saya berdiri di pintu syurga, tiba-tiba - saya lihat - kebanyakan orang yang memasukinya itu adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang mempunyai kekayaan masih tertahan - belum lagi diizinkan untuk masuk syurga. Tetapi para ahli neraka sudah semua diperintahkan untuk masuk neraka. Saya juga berdiri di pintu neraka, tiba-tiba -saya lihat -kebanyakan para ahli neraka itu adalah kaum wanita." (Muttafaq 'alaih)
Namun bukan berarti bahwa seluruh orang-orang miskin yang memperoleh surga dan diberikan prioritas memasuki surga. Tentunya yang dimaksudkan dari sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam diperuntukkan bagi orang-orang miskin yang bertaqwa, sedangkan bagi orang-orang yang miskin yang melalaikan ketaatan dan ketaqwaannya akan mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Sementara ini banyak orang-orang miskin yang meninggalkan ketaatan dan ketaqwaannya kepada Allah Subhanahu Ta’ala menggunakan dalih kemiskinan mereka yang memaksanya untuk tidak mepunyai kesempatan melakukan kewajiban-kewajiban agama karena kesibukan mencara nafkah. Sebenarnya apabila mereka benar-benar menyadari pentingnya melaksanakan ibadah sebagai bentuk pengabdian kepada Allah, maka menyediakan waktu sesaat apabila tiba waktu panggilan sholat tidaklah mengganggu kesempatannya mengais rezeki. Lemahnya iman mereka menyebabkan timbulnya anggapan untuk meremehkan arti ketaatan dan ketaqwaan, padahal ketaatan dan ketaqwaan adalah bekal untuk hari akhirat kelak. Mereka abaikan kehidupan panjang di akhirat hanya sekedar untuk mengejar kebutuhan hidup di dunia yang serba pendek. Ujung-ujungnya di dunia mereka miskin dari materi dan diakhirat mereka juga mendapatkan penderitaan panjang.
Para ulama telah bersepakat bahwa meninggalkan sholat secara sengaja termasuk dosa besar.Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)
Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27).Allah Ta’/ala berfirman : Al Muddatsts (74)
--> َخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Firman Allah :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,” ( QS. A;- Muddatstsir : 42 -43 )
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Selain ayat-ayat al-Qur’an banyak pula hadits Rasullullah shallalahu’alahi wa sallam yang menyinggung orang-orang yang meninggalkan sholat,antara lain :
Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasullullah shallalllahu’alahi wa sallam bersabda :
Amal (ibadah) yang pertama kali akan dihisab Dari seseorang hamba di hari Kiamat(kelak) adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka ia akan beruntung dan sukses . Akan tetapi apabila shalatnya jelek, maka ia akan gagal dan merugi ( HR. Imam At-Tirmidzi )

Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
Barang siapa yang tidak memelihara shalat, maka ia tisdak akan bercahaya, tidak mempunyai hujjah (alasan) dan tidak akan diselamatkan. Dihari kiamat kelk ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Firiaun, Haman dan Ubay bin Khalaf “( HR. Imam Ahmad)

Dilain pihak ditemukan pula sebagian orang yang menjadikan kemiskinan dan tuntutan kebutuhan hidup melakukan kemaksiatan lain sebagai profesinya apakah sebagai maling, pencopet, garong, atau perampok atau juga menjajakan kehormatan dirinya, ada pula yang bekerja di tempat-tempat hiburan malam dengan berbagai job yang semuanya tidak lain adalah perbuatan yang membuahkan dosa. Mereka sepertinya melupakan bahwa kelak di akhirat hukuman dan siksa dari Allah Yang Maha Mengetahui akan menjadikan mereka menderita berkepanjangan setelah didera hidup penuh kemiskinan di dunia. Sesungguhnya mereka telah menjadi orang yang miskin akan materi dan miskin pula akan iman.

Miskin dan kayanya seseorang sebenarnya merupakan ujian dari Allah sebagaimana firman-Nya :
-
وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لِّيَقُولواْ أَهَـؤُلاء مَنَّ اللّهُ عَلَيْهِم مِّن بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ
“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya) ?" (QS. Al-An’am : 53 )

Kemiskinan yang dialami oleh seseorang hamba Allah tiada lain adalah merupakan ujian untuk mengetahui sampai dimana tingkat keimanannya sejalan dengan firman Alllah Subahanahu Ta’ala :
-
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS.Al
‘Ankabut :2-3)
. Ayat tersebut diatas mengandung makna bahwa Allah Subhanahu Ta’ala telah menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan, malapetaka, kesulitan, kemudahan, segala yang disenangi dan tidak disenangi, kaya dan miskin.
Terhadap adanya ujian dan cobaan kepada setiap hamba yang datangnya dari Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala te;ah memerintahkan untuk bersabar, karena pada hakikatnya sabar itu adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulal seorang hamba akan konsisten menjalankan ketaan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada ALLAH
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan ALLAH
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir ALLAH yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)

Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan ALLAH serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba- Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan ALLAH lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan ALLAH di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal. 15-17
Allah berfirman,
Sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepada kamu sekalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155)

Dari ayat di atas, kita bisa melihat ternyata cobaan dan ujian yang diberikan oleh Allah itu banyak macamnya. Kemiskinan dan kekurangan harta mungkin bisa jadi adalah ujian yang paling berat untuk dihadapi. Makanya Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa kemiskinan dekat dengan kekufuran dan kekufuran akan semakin mendekatkan kepada api neraka. Contoh mudahnya kita sering menyaksikan atau membaca di berita banyak orang yang bunuh diri akibat tidak sanggup menghadapi kemiskinan.Karenanya, sabar dalam menghadapi kemiskinan dan kekurangan harta adalah bentuk kesabaran yang paling krusial. Jika orang mampu menghadapinya, maka ia akan tumbuh menjadi orang-orang yang kuat mental dan imannya. Namun jika tidak, maka peluang untuk terjerumus ke dalam kemungkaran sangat besar.
Dari penjelasan tersebut diatas maka dapat diambil manfaat bahwa janganlah kemiskinan menjadikan kita menjadi lalai dan melupakan kewajiban kita selaku umat islam dalam menjalankan segala hal yang diperintahkan dan menjauhkan serta meninggalkan segala bentuk larangan. Terutama sekali janganlah meninggalkan shalat walau bagaimanapun kon disi dan kesibukan yang dihadapi. Janganlah kemiskinan yang kita rasakan di dunia selama hidup miskin akan menjadi sengsara pula di akhirat akibat dosa-dosa dari kemaksiatan ( Wallaahu Ta’ala ‘alam )

Bahan bacaan : Dipetik dari berbagai sumber.

Samarinda, 24 September 2011

Rabu, 21 September 2011

" PAHITNYA JALAN MENUJU SURGA '



By : musni Japrie

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

-
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS.Al
‘Ankabut :2-3)

Surga adalah dambaan bagi setiap bani Adam untuk ditempatinya kelak di akhirat sebagai tempat tinggal yang abadi, namun tentunya tidaklah mudah untuk memperolehnya kecuali dengan perjuangan yang keras dan ulet. Karena jalan menuju surga itu banyak melalui ujian –ujian yang pahit . Orang-orang yang mengaku beriman dalam perjalanan hidupnya mencari bekal untuk akhirat akan merasakan ujian sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Ta’ala tersebut diatas.

Al-Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak dalam tulisan beliau : Menelan Pahitnya Ujian Dalam Beraqidah demi kehidupan Hakiki”menyebutkan : adanya ujian bagi hamba-hamba yang beriman sudah merupakan ketetapan sunatullah yang harus dijalahi karenasunnatullah yang telah memastikan adanya ujian dan cobaan bagi orang yang melaksanakan syariat dan mengikuti kebenaran. Dengan ujianlah akan nampak orang yang benar-benar jujur dan orang yang berdusta. “Allah Subhanahu Ta’ala telah memberitakan tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Dan hikmah Allah tidak menentukan bahwa setiap orang yang mengatakan dan mengaku dirinya beriman, akan selalu berada dalam satu kondisi, selamat dari ujian dan cobaan dan tidak datang menghampirinya segala perkara yang akan mengganggu iman dan segala cabangnya. Jika hal itu terjadi artinya orang-orang yang mengaku beriman tidak diuji, tentu tidak bisa dipisahkan antara orang yang jujur dan orang yang berdusta, serta antara orang yang benar dan orang yang salah. Sungguh sunnatullah telah berjalan dalam kehidupan orang-orang terdahulu dari umat ini. Allah l menguji mereka dengan kesenangan, malapetaka, kesulitan, kemudahan, segala yang disenangi dan tidak disenangi, kaya dan fakir, kemenangan musuh dalam sebagian kondisi, memerangi mereka dengan ucapan dan perbuatan, serta berbagai ujian lainnya. Segala bentuk ujian ini kembali kepada: ujian syubuhat yang akan mengempas aqidah, dan syahwat yang akan menodai keinginan. Barangsiapa yang ketika datang fitnah syahwat, imannya tetap kokoh dan tidak goncang, maka kebenaran yang ada pada dirinya menghalau fitnah tersebut. Ketika datang fitnah syahwat dan segala seruan kepada perbuatan maksiat dan dosa, dorongan untuk berpaling dari perintah Allah l dan Rasul-Nya, dia berusaha mengaplikasikan konsekuensi iman dan bertarung melawan syahwatnya. Ini menunjukkan kejujuran dan kebenaran imannya.
Namun barangsiapa yang ketika fitnah syubhat datang memengaruhi hatinya dengan memunculkan keraguan dan kerancuan, dan ketika fitnah syahwat menghampirinya lalu dia terseret pada perbuatan maksiat atau mendorongnya untuk meninggalkan kewajiban, ini menunjukkan tidak jujur dan tidak benarnya iman yang ada pada dirinya." (As-Sa’di dalam Tafsir-nya hal. 576)
Allah Ta’ala berfirman:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.“ (Al-Baqarah: 214)

Tidak ada seorangpun yang pernah membayangkan jika ternyata surga beriringan dengan ujian dan rintangan besar, banyak lagi berat. Tempat kenikmatan yang hakiki dan abadi diliputi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hal ini menegaskan:
حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ
Neraka diliputi oleh berbagai macam syahwat dan surga diliputi oleh berbagai macam perkara yang tidak disukai.” (HR. Al-Bukhari no. 6006 dan Muslim no. 2823 dari sahabat Abu Hurairah)

Demikianlah. Surga didapatkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan, rintangan, dan gangguan. Asy-Syaikh As-Sa'di t mengatakan: “Allah Ta’ala memberitakan bahwa Dia pasti akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan, malapetaka, dan kesulitan sebagaimana telah Dia lakukan atas orang-orang sebelum mereka. Ujian ini merupakan sunnatullah yang terus berlangsung, tidak akan berubah dan berganti. Barangsiapa yang melaksanakan ajaran agama dan syariat-Nya, pasti Dia akan mengujinya. Jika dia bersabar atas perintah Allah Ta’ala dan tidak peduli dengan segala rintangan yang terjadi di jalan-Nya, maka dialah orang jujur yang telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Dan itulah jalan menuju sebuah kepemimpinan. Namun barangsiapa menjadikan ujian dari manusia bagaikan siksa Allah, seperti dia terhalangi untuk melaksanakan ketaatan karena gangguan tersebut, menghalanginya dari meraih tujuannya, maka dia berdusta dalam pengakuan keimanan. Karena iman bukan sekadar hiasan, angan-angan, dan pengakuan. Amallah yang akan membenarkan atau mendustakannya.”
Semua ini menuntut agar kita memiliki kesiapan untuk menerima berbagai macam ujian dengan bermacam-macam bentuk dan kadarnya. Terkadang sebuah perkara sangat tidak disukai oleh diri kita, ternyata mengandung kebaikan yang banyak. Seperti apa yang telah disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:
Jalan menuju surga yang diidamkan hanya dapat diperoleh melalui ketaatan kepada Allah merupakan kewajiban setiap hamba Allah yang mengaku beriman kepada-Nya. Taat kepada Allah berarti mengikuti dan melakukan segala apa yang diperintahkan-Nya baik berdasarkan ketetapan yang digariskan dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah shallalahu’alaihi wa salam. Sedangkan bentuk ketaatan yang dituntut untuk dilakukan oleh hamba-hamba Allah ada yang bersifat wajib dan ada pula yang bersifat sunah, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan amal ibadah dimana ia juga merupakan sebuah ujian bagi orang-oarng yang beriman

Sebagaimana diketahui bahwa dalam melakukan ketaatan kepada Allah yang tentunya dalam hal ini termasuk ketaatan kepada Rasul-Nya berlawanan dengan kepentingan hawa nafsu yang banyak ditunggangi oleh syaitan dengan godaannya. Disamping itu ketaatan melaksanakan syari’at membutuhkan pengorbanan terutama bagi orang-orang yang belum begitu mantab keimanannya serta masih kuatnya godaan duniawi.Kesabaran di dalam melakukan ketaatan merupakan upaya keras yang harus dilakukan seseorang agar bentuk ketaatannya tersebut dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkannya.Tanpa upaya keras dengan kesabaran yang tinggi maka godaan hawa nafsu akan mengalahkan kehendak melakukan ketaatan.

Dunia dengan segala gemerlapnya yang daya tariknya sangatlah menggoda seseorang untuk menekuninya menginat di dalam gemerlap dan daya tariknya tersebut dunia mampu memberikan berbagai bentuk kenikmatan sehingga terpuaskanlah kehendak nafsu yang mempunyai tabiat untuk selalu minta dipuaskan. Godaan dunia tersebut akan mengajak kepada manusia melupakan dan melalaikan ketaatannya kepada Allah Subhanahu Ta’ala, sehingga godaan dunia merupakan penghalang bagi hamba-hamba Allah untuk mendekat diri kepada-Nya.

Melakukan berbagai ketaatan kepada Allah kadang kala harus mengorbankan kepentingan dunia yang dikuasai oleh nafsu, dimana nafsu menginginkan akan dunia seisinya ini dapat dikuasi sehingga terpenuhilah berbagai hasrat, sedangkan dipihak lain dalam ketaatan itu terikat dengan ketentuan syari’at, sehingga kedua kepentingan antara kebutuhan akan ketaatan dan kebutuhan cinta dunia saling bertolak belakang, dan ujung-ujungnya terjadilah saling tarik menarik antara dua kepentingan tersebut. Dan disinilah pentingnya peran kesabaran agar daya tarik kepentingan cinta dunia yang melalaikan dapat dikalahkan oleh kepentingan untuk melakukan ketaatan dan ini meruapakan batu ujian bagi oarng-orang beriman.

Hampir pada setiap bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan oleh orang-orang yang memiliki tingkat keimanan yang memadai, karena seperti untuk bersedeqah baik sedeqah wajib berupa zakat dan sedeqah sunah seperti infak dan wakaf dengan mengeluarkan harta dipandang dari sudut kepentingan duniawi dan kepentingan hawa nafsu dianggap akan dapat mengurangi harta dan tidak memberikan keuntungan materi bagi sipemberi. Sehingga untuk dapat dikeluarkannya sedeqah tersebut memerlukan adanya kesabaran melawan godaan kepentingan duniawi yang bersikukuh untuk membatalkan rencana sedeqah yang akan dikeluarkan. Mengeluarkan harta untuk bersedeqah merupakan pengorbanan tersendiri yang membutuhkan adanya kesabaran sehingga tidak merasa tertekan akan kehilangan harta untuk bersedeqah.

Begitu pula dalam dalam melakukan ketaatan melakukan perintah wajib seperti berpuasa ( wajib dan sunat) seseorang harus berlapar dan menahan haus disiang hari sehingga fisik menjadi lemah dan lesu, untuk itu perlu adanya kesabaran dan menahan diri dari pemenuhan kebutuhan fisik. Bahkan dalam berpuasa seseorang harus menahan nafsu syahwatnya disiang hari meskipun hasratnya menyala-nyala, sehingga yang bersangkutan harus pula mengorbankan kepentingan kepuasan syahwatnya untuk terwujudnya ketaatan.Semuanya sulit untuk dijalankan oleh sebagian orang dan ini tidak lepa sebagai salah satu ujian untuk menggapai surga.

Kepahitan sebagai ujian dalam menjalani ketaatan juga dirasakankan dalam melaksanakan ibadah sholat baik sholat fardhu maupun sholat sunah. Karena untuk sholat fardhu 5 kali dalam sehari semalam ditambah dengan sholat sunah rawatibnya harus mengorbankan waktu selama beberapa saat, dimana waktu yang dikorbankan tersebut bagi seseorang sangatlah berharga karena harus meninggalkan aktifitasnya. Apalagi untuk sholat subuh seseorang harus rela berkorban bangun meninggalkan kenikmatan tempat tidur . Bahkan pengorbanan yang lebih besar lagi harus dikeluarkan oleh mereka yang bangun pada sepertiga akhir malam untuk sholat tahajud. Dimana pada jam-jam tersebut merupakan waktu yang paling asyik menikmati tidur.Sehingga untuk terwujudnya ketaatan dengan melakukan sholat tahajud seseorang rela harus menahan kantuk dan bersabar melawan godaan hawa nafsu yang mengajak untuk menikmati tidur panjang. Dan tentu ini dirasakan sebagai sebuah kesulitan dan pahit dirasakan bagi sebagian orang.

Yang lebih berat lagi sebagai ujian dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah haji, selain harus mengeluarkan harta untuk ongkos berangkat, meninggalkan keluarga dan bersusah payah dalam melakukan ibadah manasik haji yang memerlukan tenaga ekstra sangat membutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Yang untuk itu orang-orang yang berangkat haji sekuat tenaga untuk menahan diri dari berbagai godaan. Semuanya itu memerlukan kesabaran yang besar.

Ketaatan lain yang dirasakan agak sulit dilakukan oleh sebagian prang adalah dalam hal kewajiban menuntut ilmu agama, apalagi bagi orang-orang dewasa yang harus mengorbankan banyak hal termasuk waktu dan tenaga serta ketekunan seperti dalam menghadiri majelis ta’lim. Apabila seseorang tidak bersabar dan tidak sanggup atas godaan hawa nafsu yang tentunya syaitan bertengger diatasnya, maka tidak mungkin orang tersebut dapat bertahan lama dalam menuntut ilmu tersebut.

Sesungguhnya banyak sekali ujian dan kesulitan-kesulitan yang ditemui oleh hamba-hamba Allah dalam mendekatkan dirinya kepada Sang Penciptanya, namun ujian dan kesulitan tersebut bukanlah sesuatu masalah dan hambatan bagi mereka-mereka yang menyadarinya dan rela menghadapinya demi mendapatkan balasan yang setimpal, tapi akan menjadi hal yang sebaliknya bagi mereka yang masih belum mantap ketaatannya kepada Allah, ujian dan kesulitan yang ditemuinya malah menjadikannya malas, mundur dan urung menjalankan perintah-perintah agama. Malah mereka memilih untuk melakukan perbuatan yang melanggar rambu-rambu larangan, karena disana akan dapat terpuaskan kepentingan hawa nafsu dan syahwat.

Jalan menuju surga yang banyak ujian dan kesulitan serta kepahitan di dalamnya hanyalah dapat dilalui oleh orang-orang yang tahan menghadapi ujian dan tahan pula merasakan kesulitan serta menelan rasa pahit sebagai bayaran dan kunci membuka surga. Orang-orang yang enggan menghadapi ujian dan tidak mau b ersusah payah dalam kesulitan dan rasa pahitnya dalam melakukan ketaatan jangan berharap akan masuk surga yang dijanjikan, yang cocok bagi mereka sesuai janji Allah Ta’ala tentunya adalah neraka yang paling tepat.
Allah Ta’ala berfirman :
Al A'raf (7)

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ وَقَالُواْ الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَـذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللّهُ لَقَدْ جَاءتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُواْ أَن تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran." Dan diserukan kepada mereka: "ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan." ( QS. Al-A’raf : 43 )

Firman Allah:
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (Az-Zukhruf: 72)
Firman Allah :
إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 111)

Demikianlah. Surga didapatkan dengan berbagai macam ujian dan cobaan, rintangan, dan gangguan. Asy-Syaikh As-Sa'di t mengatakan: “Allah memberitakan bahwa Dia pasti akan menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan, malapetaka, dan kesulitan sebagaimana telah Dia lakukan atas orang-orang sebelum mereka. Ujian ini merupakan sunnatullah yang terus berlangsung, tidak akan berubah dan berganti. Barangsiapa yang melaksanakan ajaran agama dan syariat-Nya, pasti Dia akan mengujinya. Jika dia bersabar atas perintah Allah dan tidak peduli dengan segala rintangan yang terjadi di jalan-Nya, maka dialah orang jujur yang telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Dan itulah jalan menuju sebuah kepemimpinan. Namun barangsiapa menjadikan ujian dari manusia bagaikan siksa Allah, seperti dia terhalangi untuk melaksanakan ketaatan karena gangguan tersebut, menghalanginya dari meraih tujuannya, maka dia berdusta dalam pengakuan keimanan. Karena iman bukan sekadar hiasan, angan-angan, dan pengakuan. Amallah yang akan membenarkan atau mendustakannya
( Wallaahu Ta’ala ‘alam )

Bahan bacaan : Berbagai sumber
23 September 2011

Selasa, 20 September 2011

BERSABAR DARI KEMAKSIATAN



By : Musni Japrie

Makna Sabar

Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur’an:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telahKami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewat
i batas.”
(Al-Kahfi: 28)

Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas
orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus
juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin lalai dari mengingat Allah swt.

Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam Al-Khawas, “Sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidakmampuan

Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan dan sabar adalah kunci segala keinginan. Sabar memilikikaitan erat dengan keimanan. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaOleh karena itu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menggambarkan sabar adalah cirri-ciri orang yang beriman.
Kesabaran banyak sekali dibicarakan dalam Al-AQur’an ,dan memerintahkan kepada setiap hambaAllah untuk bersabar

Terdapat 72 ayat yang mengulas hal-hal yang berkaitan dengan sabar .Antara lain dapat dikutip disini beberapa ayat sebagai berikut.
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu [sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS.Al-Baqarah: 153 )

Selain ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan tentang sabar, banyak pula hadits- hadits yang diriwayatkan dari Rasullullah shalallahu’alaihi wa sallam yang membicarakan tentang pentingnya kesabaran. Beberapa hadits dapat diketengahkan sebagai berikut :

. Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asy'ari r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda
25- وعن أبي مالك الحارث بن عاصم الأشعري رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏:‏ ‏"‏الطهور شطر الإيمان، والحمد لله تملأ الميزان، وسبحان الله والحمد لله تملآن -أو تملأ- ما بين السماوات والأرض، والصلاة نور، والصدقة برهان، والصبر ضياء، والقرآن حجة لك أو عليك‏.‏ كل الناس يغدو، فبائع نفسه فمعتقها، أو موبقها‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏
.:
"Bersuci adalah separuh keimanan dan Alhamdulillah itu memenuhi imbangan,
Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi atau mengisi penuh apa-apa yang ada di antara langit-langit dan bumi. Shalat adalah pahala, sedekah adalah sebagai tanda - keimanan bagi yang memberikannya - sabar adalah merupakan cahaya pula, al-Quran adalah merupakan hujjah untuk kebahagiaanmu - jikalau mengikuti perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya - dan dapat pula sebagai hujjah atas kemalanganmu - jikalau tidak mengikuti perintah-perintahnya dan suka melanggar larangan-larangannya. Setiap orang itu berpagi-pagi, maka ada yang menjual dirinya - kepada Allah - bererti ia memerdekakan dirinya sendiri - dari siksa Allah Ta'ala itu - dan ada yang merusakkan dirinya sendiri pula - kerana tidak menginginkan keredhaan Allah Ta'ala.
" (Riwayat Muslim)

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
26- وعن أبي سعيد سعد بن مالك بن سنان الخدري رضي الله عنهما‏:‏ ‏"‏أن ناساً من الأنصار سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم فأعطاهم، ثم سألوه فأعطاهم ، حتى نفد ما عنده، فقال لهم حين أنفق كل شيء بيده ‏:‏ ‏"‏ما يكن عندي من خير فلن أدخره عنكم ، ومن يستعفف يعفه الله، ومن يستغن يغنه الله، ومن يتصبر يصبره الله‏.‏ وما أعطي أحد عطاءً خيراً وأوسع من الصبر‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏ ‏.‏
. Dari Abu Said iaitu Sa'ad bin Malik bin Sinan al-Khudri radhiallahu 'anhuma bahawasanya ada
beberapa orang dari kaum Anshar meminta - sedekah - kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau memberikan sesuatu pada mereka itu, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun memberinya pula sehingga habislah harta yang ada di sisinya, kemudian setelah habis membelanjakan segala sesuatu dengan tangannya itu beliau bersabda:
"Apa saja kebaikan - yakni harta - yang ada di sisiku, maka tidak sekali-kali akan ku simpan sehingga tidak ku berikan padamu semua, tetapi oleh sebab sudah habis, maka tidak ada yang dapat diberikan. Barangsiapa yang menjaga diri - dari meminta-minta pada orang lain, maka akan diberi rezeki kepuasan oleh Allah dan barangsiapa yang merasa dirinya cukup maka akan diberi kekayaan oleh Allah - kaya hati dan jiwa - dan barangsiapa yang berlaku sabar maka akan dikurnia kesabaran oleh Allah. Tiada seorangpun yang dikurniai suatu pemberian yang lebih baik serta lebih luas – kegunaannya - daripada kurniA kesabaran itu
."(Muttafaq'alaih)

Muslimmeriwayatsebuahhadits :

وعن أبي يحيى صهيب بن سنان رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏"‏عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله له خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن ‏:‏ إن أصابته سراء شكر فكان خيراً له، وإن أصابته ضراء صبر فكان خيراً له‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏
Dari Abu Yahya, iaitu Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorang pun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur-lah, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana - ia pun bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya."
(RiwayatMuslim)

Makna Maksiat

Selama ini masyarakat banyak beranggapan bahwa yang namanya maksiat itu hanya terbatas kepada perbuatan pelampiasan syahwat di jalan yang haram (perzinahan), anggapan yang keliru itu perlu diluruskan sehingga tidak akan terjadi salah kaprah

Maksiat merupakan sikap, tindak tanduk dan perbuatan seseorang muslim yang keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan sengaja mengingkari dan meninggalkan segala yang diperintahkan serta sengaja melakukan pelanggaran ketentuan yang telah digariskan dalam syari’at ( al-Qur’an dan as-Sunnah), baik itu dilakukan oleh hati, lisan maupun perbuatan badan/fisik jasmani.

Hakekat dari maksiat sebenarnya adalah meninggalkan apa saja yang diperintahkan sebagai kewajiban sebagai seorang muslim atau juga melanggar segala bentuk larangan yang diharamkan. Sedangkan akibat dari maksiat tersebut seseorang yang melakukannya mendapatkan imbalan dosa, dimana dosa itu sendiri akan berujung kepada diperolehnya balasan berupa hukuman. Dengan demikian inti makna dari maksiat adalah perbuatan yang diharamkan sehingga berdosa apabila dilakukan.

Sekecil apapun perintah wajib yang ditinggalkan dan sekecil apapun pelanggaran atas larangan termasuk maksiat, sehingga apa saja yang dinamakan maksiat tidak tergantung kepada besar atau kecilnya perbuatan atau besar kecilnya dosa, semuanya disebut maksiat.

Bersabar Dari Perbuatan Maksiat

Dari penjelasan mengenai makna sabar dan maksiat tertsebut diatas, maka mengingat perbuatan maksiat merupakan sebagai sumber dari dosa, maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk menjauhi dan meninggalkan kemaksiatan sekecil apapun dengan menggunakan kesabaran.

Menurut KH. Qamaruddin di dalam buku beliau Ayat-ayat Larangan Dan Perintah Dalam al-Qur’an terdapat Sedangkan Imam Nawawi dalam kitab Riyadh ash-Shalihin seperti yang dikutip Syaikh Ali Ahmad Abdul ‘Aal ath-Thahthawi mencatat adanya 297 bentuk larangan. Dimana pengingkaran atas segala yang diperintahkan dan apa yang dilarang seperti yang digariskan baik dalam al-Qur’an dan as-Sunnah semuanya adalah perbuatan maksiat.
Maksiat terbesar yang dilarang adalah menyekutukan Allah Subhanaahu wa Ta’ala dengan makhluk yang sering dilakukan oleh banyak orang baik secara sadar atau tidak. Sebagaimana yang difirmankan Allah antara lain dalam surah Luqman :
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar"
.( QS. Luqman : 13 )

Sedangkan perintah Allah agar manusia beribadah kepada-Nya tercantum dalam al-Qur’an surah al-Baqarah
ayat 21 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu Bertakwa”, ( QS. Al-Baqarah : 21 )

Banyak sekali maksiat yang dilakukan oleh bani Adam, sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya betapa banyak orang yang bergelimang dalam maksiat. Ingin dagangannya laris, dia rela mengadu pada dukun atau melakukan pesugihan-pesugihan di tempat keramat. Atau ada juga yang menggantung jimat-jimat tertentu yang tidak jelas maksudnya, kadang berupa huruf hijaiyah yang tidak jelas apa maksud tulisan tersebut. Inilah manusia, hanya ingin meraih keuntungan dunia dan rela mengorbankan agamanya dengan berbuat syirik pada Allah. Ada pula yang ingin meraih keuntungan dalam usahanya dengan rela makan dari hasil riba, atau undian berhadiah yang maksudnya adalah judi, atau bentuk maksiat lainnya.
Setiap hari tidak bosan-bosannya kita melakukan maksiat. Aurat terus diumbar, tanpa pernah sadar untuk mengenakan jilbab dan menutup aurat yang sempurna. Shalat 5 waktu yang sudah diketahui wajibnya
seringkali ditinggalkan tanpa pernah ada rasa bersalah. Padahal meninggalkannya termasuk dosa besar
yang lebih besar dari dosa zina. Saudara muslim jadi incaran untuk dijadikan bahan gunjingan (ghibah).
Padahal sebagaimana daging saudaranya haram dimakan, begitu pula dengan kehormatannya, haram untuk dijelek-jelekkan di saat ia tidak mengetahuinya.. Tidak hanya itu, yang lebih parah, kita selalu jadi budak dunia, sehingga ramalan primbon tidak bisa dilepas, ngalap berkah di kubur-kubur wali atau habib jadi rutinitas, dan jimat pun sebagai penglaris dan pemikat untuk mudah dapatkan dunia.

Bersabar dari kemaksiatan berarti menahan diri dari berbuat maksiat, karena perbuatan maksiat tidak lain adalah sebagai akibat dari godaan hawa nafsu yang selalu minta dipuaskan tanpa mempertimbangkan halal atau haramnya. Bersabar dari kemaksiatan berarti berupaya untuk meninggalkan serta menjauhi setiap larangan syari’at tanpa mempertimbangkan besar atau kecilnya dosa yang diakibatkannya.
Begitu pula bersabar dari kemaksiatan berarti ikhlas untuk taat kepada perintah Allah dan Rasulullah shallalahu’alaihi wa sallam dengan melakukan perintah-perintah baik yang bersifat fardhu maupun sunnah.
Sabar dalam menjauhi kemaksiatan, sabar dalam menjauhi dosa-dosa, sebagaimana kesabaran nabi yusuf
'alaihissalam dalam menjauhi rayuan wanita pembesar kerajaan, yang mengajak nabi yusuf pada dirinya didalam istananya yang disisinya ada kekuasaan, yang tidak ada yang melihat hal ini kecuali Allah ta'ala,
namun nabi yusuf 'alaihissalam bersabar serta berlari menjauhi ajakan ini, bahkan nabi yusuf 'alaihissalam yang tidak mau memenuhi ajakan wanita pembesar dan ia bahkan rela penjara menjadi tempatnya.
Firman Allah :

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلاَّ تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ الْجَاهِلِينَ
“Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." ( QS. Yusuf : 33 )

Inilah kesabaran dari kemaksiatan, maka tiap insan butuh kesabaran dalam menjauhi dosa dan kemaksiatan.
Kesabaran semacam inilah yang bisa mengantarkan seseorang pada derajat mulia, sebagaimana satu dari 7 pintu golongan yang dijamin mendapat naungan Allah di akherat nanti, yakni,
"... Seorang lelaki yang dibujuk wanita cantik lagi terhormat, tapi dia menolak dan berkata,'Sesungguhnya aku takut kepada Allah'." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kemaksiatan itu memang sangat menggoda dan menggairahkan, karena didalamnyalah hawa nafsu dan syahwat terpuaskan. Sehingga melanggar larangan syari’at sangatlah menyenangkan, karena larangan itu lebih banyak mengikat dan mengekang seseorang, sedangkan manusia itu lkebih cenderung untuk melanggar segala bentuk larangan yang mengekang dirinya. Untuk itu maka diperlukanlah adanya kesabaran untuk tidak melakukan pelanggaran dengan mengorbankan kemauan hawa nafsu dan mengorbankan kepentingan sesaat yang akan berakibat kepada penyesalan.

Mengingat betapa pentingnya kesabaran dari kemaksiatan, maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk menggapai kesabaran tersebut agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat. Untuk itu Ibnul Qayyim rahimahullah memberiklan sepuluh nasihat sebagai berikut:

Pertama, hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa Allah mengharamkannya serta melarangnya dalam rangka menjaga hamba dari terjerumus dalam perkara-perkara yang keji dan rendah sebagaimana penjagaan seorang ayah yang sangat sayang kepada anaknya demi menjaga anaknya agar tidak terkena sesuatu yang membahayakannya.

Kedua
, merasa malu kepada Allah… Karena sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari pandangan Allah yang selalu mengawasi dirinya dan menyadari betapa tinggi kedudukan Allah di matanya. Dan apabila dia menyadari bahwa perbuatannya dilihat dan didengar Allah tentu saja dia akan merasa malu apabila dia melakukan hal-hal yang dapat membuat murka Rabbnya… Rasa malu itu akan menyebabkan terbukanya mata hati yang akan membuat Anda bisa melihat seolah-olah Anda sedang berada di hadapan Allah…

Ketiga, senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu.
Apabila engkau berlimpah nikmat, maka jagalah, karena maksiat, akan membuat nikmat hilang dan lenyap
Barang siapa yang tidak mau bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya maka dia akan disiksa dengan nikmat itu sendiri.

Keempat, merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa hukuman-Nya

Kelima, mencintai Allah… karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang dikasihinya… Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya rasa cinta.

Keenam
, menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya… Sebab perkara-perkara inilah yang akan bisa membuat dirinya merasa mulia dan rela meninggalkan berbagai perbuatan maksiat

Ketujuh, memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri… karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati…

Kedelapan, memupus buaian angan-angan yang tidak berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya, karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan memberikan manfaat apa-apa
.
Kesembilan
, hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya besarnya dorongan untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam perkara-perkara tadi. Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah… waktu senggang dan lapang yang dia miliki… karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan… sehingga apabila dia tidak disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan hal-hal yang berbahaya baginya.

Kesepuluh, sebab terakhir adalah sebab yang merangkum sebab-sebab di atas… yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam hati… Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat… dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah… Dan barang siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka sungguh dia telah keliru.

Setiap hamba Allah hendaknya belajar dan melatih diri dalam meningkatkan kesabaran dirinya dalam menjalanlan segala macam amal ibadah yang diperintahkan, sehingga dengan terbangunnya kesabaran dalam melakukan ketaatan Allah akan melimpahkan lagi karunia-Nya jauh lebih besar lagi ( Wallaahu Ta’ala ‘alam )

21 September 2011/23 Syawal 1432 H

Jumat, 16 September 2011

" Syukuran Naik Haji , Perbuatan Mengada-ada "



By :Musni Japrie

Tinggal menghitung hari lagi saudara-saudara kita kaum muslimin yang mendapatkan rahmad dari Allah Subhanahu Wata’ala akan berangkat menunaikan ibadah haji menuju Makkah. Menjelang keberangkatan, mereka disibukkanlah oleh kegiatan melakukan syukuran, dengan mengundang orang-orang untuk datang kerumah mereka persis layaknya seperti acara perkawinan.

Penulis beberapa waktu yang lalu menerima sepucuk undangan dari seorang kenalan yang akan menunaikan ibadah haji, undangan tersebut berisi kata-kata:

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas izin dan kehendak Allah Subhanahu Wata’ala, kami mengundang bapak/ ibu/sdra/sdri kiranya dapat hadir dalam acara syukuran sehubungan dengan rencana kami berdua suami isteri akan menunaikan ibadah haji tahun ini.

Demikian sepenggal kutipan dari surat undangan yang kami terima dari seorang sahabat yang akan berangkat menunaikan ibadah haji bersama dengan isterinya.
Setelah membaca surat undangan itu, langsung didalam pikiran muncul pertanyaan, mengapa harus melakukan acara syukuran segala, padahal menunaikan haji adalah salah satu kewajiban sebagaimana yang dituangkan dalam rukun islam, yang kedudukannya sama wajibnya seperti sholat,berpuasa dan zakat. Sedangkan ibadah wajib tersebut dalam pelaksanaannya sama sekali tidak pernah ada terdengar orang mengadakan hajatan sjukuran dengan mengundang orang-orang secara beramai-ramai. Apa bedanya dengan sholat dan puasa,kenapa kalau akan sholat dan puasa tidak mengundang orang untuk syukuran.

Mengamati penyelenggaraan acara syukuran haji yang sekarang sudah menjadi tradisi dan membudaya ditengah-tengah kalangan kaum muslimin, sebenarnya baru berkembang dalam sepuluh tahunan terakhir ini. Sedangkan sebelumnya tidak pernah ada acara yang seperti itu. Jadi acara syukuran ini sebenarnya baru saja muncul dikalangan umat islam. Lagi-lagi apabila dilihat dari kaca mata syari’at islam, samasekali tidak ada satu keteranganpun atau satu haditspun baik yang ma’udhu/palsu, dha’if apalagi yang shahih yang menyinggung adanya syukuran berangkat haji. Sehingga acara syukuran haji hanya dibuat-buat oleh orang-orang yang suka membuat-buat atau menambah-nambah dalam agama, dimana para ulama maupun kiayi mendiamkan dan malah sepertinya merestui sehingga banyak orang-orang menirunya, dan menganggap sykuran selamatan tersebut merupakan suatu kebaikan. Mengingat didalamnya ada kebaikan berupa silaturahim dan memberikan makan kepada undangan yang mempunyai nilai ibadah.

Untuk menunaikan ibadah haji sekarang ini selain harus menyediakan biaya untuk ONH yang besarnya berberapa -puluh juta, juga harus diperhitungkan pula untuk ongkos selamatan syukuran. Sehingga semakin memberatkan bagi mereka yang akan berangkat haji, terutama bagi kalangan yang mempunyai dana pas-passan saja. Karena merasa malu atau tidak enak dengan tetangga apabila tidak melakukan syukuran, maka dipaksa-paksakan kanlah bagaimana caranya agar acara syukuran tersebut diselenggarakan dengan mengundang orang-orang dalam jumlah yang banyak yang untuk itu harus pula disediakan makanan dengan berbagai menunya. Untuk keperluan tersebujt tentulah tidak sedikit dana yang harus dikeluarkan.

Banyak diantara orang-orang yang menyebutkan bahwa acara syukuran dengan mengundang seluruh sanak keluarga, sahabat,kerabat, handai taulan dan para kenalan adalah untuk memberitahukan bahwa sipengundang akan menunaikan ibadah haji, suatu ibadah yang tidak semua orang dapat melakukannya sehingga didalamnya terselip rasa bangga dan ini merupakan sikap riya yang dilarang dalam islam.

Islam sebenarnya telah melengkapi syari’atnya secara sempurna sampai kepada hal yang sifatnya kecil dan bahkan sepele dalam bentuk as-sunnah Rasul. Sebagai contoh bagaimana tata cara masuk wc, buang air dan beristinja sudah di patentkan . Apalagi yang sifatnya besar dan berkaitan dengan ibadah tidaklah akan tertinggal sedikitpun pengaturannya. Semua sudah lengkap dan tidak perlu ditambah-tambah dengan ketentuan baru yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mempunyai hak mengatur agama ini. Hak mengatur dan menetapkan ketentuan agama ini berupa syari’at hanyalah Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasullulah shalalahu'alaihi wasallam. Tidak ada orang lain yang dibolehkan, setinggi apapun ilmunya dan setinggi apapun keulamaannya, diharamkam membuat ketentuan dan menambah hal-hal yang baru dalam agama. Ketetapan syari’at yang ditetapkan sejak awal oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam, sampai sekarang tetap sama dan tidak berubah.

Syari’at islam telah sempurna sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surah al-Maa-idah ayat 3 : “Pada hari ini Aku telah sempunakan bagi kamu Agama kamu “
Sehingga tidaklah layak untuk ditambah-tambah lagi dengan hal-hal yang dianggap baik menurut pikiran dan hawa nafsu manusia belaka.

Mengingat haji adalah ibadah, maka apapun yang berkaitan dengan ibadah haji tersebut bila dilakukan diluar yang disyari’atkan maka itu adalah suatu kebid’ah – an yang terlarang .
Mengenai hal ini berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam “ Majmu Fatawa IV: 107-108”: Bid’ah dalam islam adalah : segala yang tidak disyari;atkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni yang tidak diperintahkan baik dalam wujud perintah wajib atau berbentuk anjuran “

Hadits Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam riwayat Imam Bukhari rahimahullah dari Aisyah radhyallaahu ‘anhuma , ia berkata : Telah bersabda Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam : “ Barang siapa yang mengadakan di dalam urusan (agama) Kami apa-apa yang btidak ada darinya, maka tertolaklah dia “.

Selain hadits tersebut diatas Imam Muslim rahimahullaah juga meriwayatkan sebuah hadits dari Aisyah radhyallaahu ‘anhuma, ia berkata : Telah bersabda Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam : “ Barang siapa yang mengerjakan sesuatu amal yang tidak ada keterangannya dari Kami ( Allah dan Rasul-Nya), maka tertolaklah amalnya itu “

Dan hadits yang paling keras yang membicarakan tentang hal-hal yang baru dalam agama yang dikenal dengan sebutan bid’ah adalah sebagai mana riwayat dari Imam Muslim rahimahullaah : “Amma ba’du ! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabllah (al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah peunjuk Muhammad shalalahu ‘alaihi wasallam. Dan sejelek-jelek urudsan adalah yang baru (muhdats) dan setiap muhadts adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiapkeesatan tempatnya dineraka ”

Dari hadits-hadits yang dikutipkan tersebut,maka mengingat berbagai bentuk acara syukuran bukan merupakan bagian dari agama yang disyariatkan, yang termasuk di dalamnya acara syukuran utuk menunaikan haji adalah termasuk peruatan bid’ah yang tidak patut dan tidak layak dilakukan oleh kaum muslimin.

Menunaikan haji adalah merupakan ibadah yang akan mendapatkan ganjaran pahala dan merupakan perbuatan yang diwajibkan, maka perbuatan baik tersebut tidaklah boleh dicampur dan ditambahi dengan perbuatan munkar berupa acara syukuran yang bid’ah.

Mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang menegakkan sunnah sesuai dengan pemahaman para salafus shalih, sehingga kita selamat dari segala bentuk perbuatan bid’ah. ( Wallaahu Ta’ala ‘Alam )


Kamis, 28 Syawal 1431 H/ 7 Oktober 2010, ba’da ‘ashar.
Bahan bacaan : Risalah Bid’ah , Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat.

Kamis, 15 September 2011

" P e m u r a h "



Belum ditadahkan tangan meminta
Engkau telah curahkan beragam nikmat
Tak terhitung jumlahnya
Bagi setiap makhluk bernyawa di hamparan bumi
Sungguh Engkau Maha Pemurah ya Rabb ……..

Belum sempat terucap mohon dan pinta
Engkau hamparkan rezeki ke bumi-Mu
Setiap insan mendapatkan bagiannya sendiri-sendiri
Engkau murahkan rezeki bagi hamba-hamba-Mu
Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Rezeki ya Rabb……

Kepada hamba yang durhaka
Kepada hamba yang patuh
Engkau tebarkan kemurahan-Mu
Engkau curahkan rezeki dari-Mu
Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih bagi hamba-hamba-Mu

Meski Engkau Maha Pemurah
Meski Engkau Maha Pemberi rezeki
Meski Engkau Maha Pengasih
Masih banyak hamba-hamba-Mu yang durhaka
Masih banyak hamba-hamba-Mu yang ingkar

Ya Rabb Yang Maha Pemurah
Ya Rabb yang Maha Pemberi rezeki
Ya Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Jangan Engkau jadikan kami hamba-hamba yang durhaka
Jangan Engkau jadikan kami hamba-hamba yang inkar
Masukkan kami kedalam golongan hamba-hamba-Mu yang bersyukur

Tepian Mahakam ,17 Syawal 1432 H /. 15 September 2011
By: Musni Japrie

BERSABAR DALAM KETAATAN



Selama ini kata-kata sabar oleh kebanyakan orang-orang lebih dikaitkan penggunaannya kepada hal-hal berhubungan dengan musibah dan cobaan yang menimpa seseorang, yaitu untuk menahan diri untuk tidak berlebihan dalam mengungkapkan rasa kesedihannya dan menerimanya dengan lapang dada karena datangnya musibah tersebut dari Allah Subhanahui Ta’ala berupa takdir. Namun sebenarnya pengertian sabar tidak hanya sebatas yang berkaitan dengan musibah saja tetapi meliputi banyak hal. Sehingga ada ulama yang mengatakan bahwa sabar adalah sikap teguh dalam memegangi kandungan al-Qur’an dan sunnah.Dimana sabar itu sendiri dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
a. Sabar dalam upaya meninggalkan perbuatan yang haram dan dosa
b. Sabar dalam megerjakan amal ketaatan dan menedekatkan diri kepada Allah
c. Sabar dalam menghadapi berbagai musibah dan bala yang menimpa.

Bersabar dituntut untuk banyak hal, antara lain dalam hal melakukan ketaatan kepada Allah, karena ketaatan kepada Allah merupakan kewajiban setiap hamba Allah yang mengaku beriman kepada-Nya. Taat kepada Allah berarti mengikuti dan melakukan segala apa yang diperintahkan-Nya baik berdasarkan ketetapan yang digariskan dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah shallalahu’alaihi wa salam. Sedangkan bentuk ketaatan yang dituntut untuk dilakukan oleh hamba-hamba Allah ada yang bersifat wajib dan ada pula yang bersifat sunah, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan amal ibadah.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam melakukan ketaatan kepada Allah yang tentunya dalam hal ini termasuk ketaatan kepada Rasul-Nya berlawanan dengan kepentingan hawa nafsu yang banyak ditunggangi oleh syaitan dengan godaannya. Disamping itu ketaatan melaksanakan syari’at membutuhkan pengorbanan terutama bagi orang-orang yang belum begitu mantab keimanannya serta masih kuatnya godaan duniawi.Kesabaran di dalam melakukan ketaatan merupakan upaya keras yang harus dilakukan seseorang agar bentuk ketaatannya tersebut dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkannya.Tanpa upaya keras dengan kesabaran yang tinggi maka godaan hawa nafsu akan mengalahkan kehendak melakukan ketaatan.

Dunia dengan segala gemerlapnya yang daya tariknya sangatlah menggoda seseorang untuk menekuninya menginat di dalam gemerlap dan daya tariknya tersebut dunia mampu memberikan berbagai bentuk kenikmatan sehingga terpuaskanlah kehendak nafsu yang mempunyai tabiat untuk selalu minta dipuaskan. Godaan dunia tersebut akan mengajak kepada manusia melupakan dan melalaikan ketaatannya kepada Allah Subhanahu Ta’ala, sehingga godaan dunia merupakan penghalang bagi hamba-hamba Allah untuk mendekat diri kepada-Nya.

Melakukan berbagai ketaatan kepada Allah kadang kala harus mengorbankan kepentingan dunia yang dikuasai oleh nafsu, dimana nafsu menginginkan akan dunia seisinya ini dapat dikuasi sehingga terpenuhilah berbagai hasrat, sedangkan dipihak lain dalam ketaatan itu terikat dengan ketentuan syari’at, sehingga kedua kepentingan antara kebutuhan akan ketaatan dan kebutuhan cinta dunia saling bertolak belakang, dan ujung-ujungnya terjadilah saling tarik menarik antara dua kepentingan tersebut. Dan disinilah pentingnya peran kesabaran agar daya tarik kepentingan cinta dunia yang melalaikan dapat dikalahkan oleh kepentingan untuk melakukan ketaatan.

Hampir pada setiap bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala memerlukan kesabaran seperti untuk bersedeqah baik sedeqah wajib berupa zakat dan sedeqah sunah seperti infak dan wakaf dengan mengeluarkan harta dipandang dari sudut kepentingan duniawi dan kepentingan hawa nafsu dianggap akan dapat mengurangi harta dan tidak memberikan keuntungan materi bagi sipemberi. Sehingga untuk dapat dikeluarkannya sedeqah tersebut memerlukan adanya kesabaran melawan godaan kepentingan duniawi yang bersikukuh untuk membatalkan rencana sedeqah yang akan dikeluarkan. Mengeluarkan harta untuk bersedeqah merupakan pengorbanan tersendiri yang membutuhkan adanya kesabaran sehingga tidak merasa tertekan akan kehilangan harta untuk bersedeqah.

Begitu pula dalam dalam melakukan ketaatan melakukan perintah wajib seperti berpuasa ( wajib dan sunat) seseorang harus berlapar dan menahan haus disiang hari sehingga fisik menjadi lemah dan lesu, untuk itu perlu adanya kesabaran dan menahan diri dari pemenuhan kebutuhan fisik. Bahkan dalam berpuasa seseorang harus menahan nafsu syahwatnya disiang hari meskipun hasratnya menyala-nyala, sehingga yang bersangkutan harus pula mengorbankan kepentingan kepuasan syahwatnya untuk terwujudnya ketaatan.Disini juga diperlukan adanya kesabaran.

Kesabaran dalam menjalani ketaatan juga dibutuhkan dalam melaksanakan ibadah sholat baik sholat fardhu maupun sholat sunah. Karena untuk sholat fardhu 5 kali dalam sehari semalam ditambah dengan sholat sunah rawatibnya harus mengorbankan waktu selama beberapa saat, dimana waktu yang dikorbankan tersebut bagi seseorang sangatlah berharga karena harus meninggalkan aktifitasnya. Apalagi untuk sholat subuh seseorang harus rela berkorban bangun meninggalkan kenikmatan tempat tidur . Bahkan pengorbanan yang lebih besar lagi harus dikeluarkan oleh mereka yang bangun pada sepertiga akhir malam untuk sholat tahajud. Dimana pada jam-jam tersebut merupakan waktu yang paling asyik menikmati tidur.Sehingga untuk terwujudnya ketaatan dengan melakukan sholat tahajud seseorang rela harus menahan kantuk dan bersabar melawan godaan hawa nafsu yang mengajak untuk menikmati tidur panjang.

Yang lebih berat lagi dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah haji, selain harus mengeluarkan harta untuk ongkos berangkat, meninggalkan keluarga dan bersusah payah dalam melakukan ibadah manasik haji yang memerlukan tenaga ekstra sangat membutuhkan pengorbanan yang luar biasa. Yang untuk itu orang-orang yang berangkat haji sekuat tenaga untuk menahan diri dari berbagai godaan. Semuanya itu memerlukan kesabaran yang besar.

Ketaatan lain yang memerlukan kesabaran adalah dalam hal kewajiban menuntut ilmu agama, apalagi bagi orang-orang dewasa yang harus mengorbankan banyak hal termasuk waktu dan tenaga serta ketekunan seperti dalam menghadiri majelis ta’lim. Apabila seseorang tidak bersabar dan tidak sanggup atas godaan hawa nafsu yang tentunya syaitan bertengger diatasnya, maka tidak mungkin orang tersebut dapat bertahan lama dalam menuntut ilmu tersebut.

Ketaatan dalam beragama menurut syari’at disebutkan juga ketaatan kepada Rasulullah shallalahu’alaihi wa salam dengan mengikuti sunnah beliau.Namun sebagian orang-orang banyak yang melalaikan ketaatan kepada Rasul dengan mengabaikan sunnah-sunnah beliau karena ketidak sabaran yang mereka miliki.Sebagai contoh karena ketidak sabarannya dalam beribadah sesuai dengan sunnah mereka menambah-nambah ibadah berupa perbuatan bid’ah yang sebenarnya dilarang. Seseorang yang harusnya memelihara jenggot dan mencukur kumis, karena takut dituduh sebagai teroris maka dibuang habislah jenggotnya, karena tidak sabar atas hinaan dan sindiran karena menggunakan celana diatas mata kaki maka banyak orang yang terpaksa memanjangkan celananya hingga menutupi mata kakinya.Begitu pula kebanyakan kaum perempuan yang meninggalkan jilbabnya karena maka disebut sebagai wanita yang fatanatik dan tidak modern. Semua itu terjadi karena mereka tidak mau bersabar terhadap pembicaraan dan hinaan orang lain. Sehingga dalam mengamalkan sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa salam sangat diperlukan akan adanya kesabaran diri agar terwujudlah ketaatan.

Kesabaran banyak sekali dibicarakan dalam Al-AQur’an ,dan memerintahkan kepada setiap hamba Allah untuk bersabar. Terdapat 72 ayat yang mengulas hal-hal yang berkaitan dengan sabar .Antara lain dapat dikutip disini beberapa ayat sebagai berikut :
Firman Allah :
-
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. ( QS.Al-Baqarah : 153 )

Firman Allah :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. ( QS. Al-Baqarah 155))
\
Firman Allah :
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. ( QS. Hud: 15 )

Firman Allah :
Al Balad (90)

ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. (QS. Al-Balaad : 17 )

Firman Allah :
إِن تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِن تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُواْ بِهَا وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لاَ يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيط
Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. ( QS. Ali Imran : 120 )

Firman Allah:
بَلَى إِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ وَيَأْتُوكُم مِّن فَوْرِهِمْ هَـذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ آلافٍ مِّنَ الْمَلآئِكَةِ مُسَوِّمِينَ
Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. (QS. Ali Imran : 125 )

Firman Allah :
-
وَاللّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Allah menyukai orang-orang yang sabar. ( QS. Ali Imran : 146

Firman Allah :
)
-
لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُواْ أَذًى كَثِيرًا وَإِن تَصْبِرُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأُمُورِ
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan
Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya
yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.
(QS. Ali Imran : 186 )
Firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.(QS.Ali Imran: 200 )
-berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar : 10)ayat

Selain ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan tentang sabar, banyak pula hadits- hadits yang diriwayatkan dari Rasullullah shalallahu’alaihi wa sallam yang membicarakan tentang pentingnya kesabaran.Beberapa hadits dapat diketengahkan sebagai berikut :

. Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asy'ari r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda
25- وعن أبي مالك الحارث بن عاصم الأشعري رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏:‏ ‏"‏الطهور شطر الإيمان، والحمد لله تملأ الميزان، وسبحان الله والحمد لله تملآن -أو تملأ- ما بين السماوات والأرض، والصلاة نور، والصدقة برهان، والصبر ضياء، والقرآن حجة لك أو عليك‏.‏ كل الناس يغدو، فبائع نفسه فمعتقها، أو موبقها‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏
.:
"Bersuci adalah separuh keimanan dan Alhamdulillah itu memenuhi imbangan,
Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi atau mengisi penuh apa-apa yang ada di antara langit-langit dan bumi. Shalat adalah pahala, sedekah adalah sebagai tanda - keimanan bagi yang memberikannya - sabar adalah merupakan cahaya pula, al-Quran adalah merupakan hujjah untuk kebahagiaanmu - jikalau mengikuti perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya - dan dapat pula sebagai hujjah atas kemalanganmu - jikalau tidak mengikuti perintah-perintahnya dan suka melanggar larangan-larangannya. Setiap orang itu berpagi-pagi, maka ada yang menjual dirinya - kepada Allah - bererti ia memerdekakan dirinya sendiri - dari siksa Allah Ta'ala itu - dan ada yang merusakkan dirinya sendiri pula - kerana tidak menginginkan keredhaan Allah Ta'ala."
(Riwayat Muslim)

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
26- وعن أبي سعيد سعد بن مالك بن سنان الخدري رضي الله عنهما‏:‏ ‏"‏أن ناساً من الأنصار سألوا رسول الله صلى الله عليه وسلم فأعطاهم، ثم سألوه فأعطاهم ، حتى نفد ما عنده، فقال لهم حين أنفق كل شيء بيده ‏:‏ ‏"‏ما يكن عندي من خير فلن أدخره عنكم ، ومن يستعفف يعفه الله، ومن يستغن يغنه الله، ومن يتصبر يصبره الله‏.‏ وما أعطي أحد عطاءً خيراً وأوسع من الصبر‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏ ‏.‏
. Dari Abu Said iaitu Sa'ad bin Malik bin Sinan al-Khudri radhiallahu 'anhuma bahawasanya ada
beberapa orang dari kaum Anshar meminta - sedekah - kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau memberikan
sesuatu pada mereka itu, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun memberinya pula sehingga habislah harta yang ada di sisinya, kemudian setelah habis membelanjakan segala sesuatu dengan tangannya itu beliau bersabda:
"Apa saja kebaikan - yakni harta - yang ada di sisiku, maka tidak sekali-kali akan ku simpan sehingga tidak ku berikan padamu semua, tetapi oleh sebab sudah habis, maka tidak ada yang dapat diberikan. Barangsiapa yang menjaga diri - dari meminta-minta pada orang lain, maka akan diberi rezeki kepuasan oleh Allah dan barangsiapa yang merasa dirinya cukup maka akan diberi kekayaan oleh Allah - kaya hati dan jiwa - dan barangsiapa yang berlaku sabar maka akan dikurnia kesabaran oleh Allah. Tiada seorangpun yang dikurniai suatu pemberian yang lebih baik serta lebih luas – kegunaannya - daripada kurnia kesabaran itu."
(Muttafaq 'alaih)

Muslim meriwayat sebuah hadits :

وعن أبي يحيى صهيب بن سنان رضي الله عنه قال‏:‏ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ‏"‏عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله له خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن ‏:‏ إن أصابته سراء شكر فكان خيراً له، وإن أصابته ضراء صبر فكان خيراً له‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏
Dari Abu Yahya, iaitu Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Amat menghairankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorang pun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, iaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur-lah, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana - ia pun bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya."
(Riwayat Muslim)

Dari apa yang dikemukakan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam tersebut diatas sangat jelas sekali bagaimana keutamaan sabar karena dengan kesabaran Allah akan memberikan balasannya kelak. Termasuk di dalamnya bersabar untuk melakukan ketaatan. Karena tanpa adanya kesabaran sangatlah sulit bagi seseorang hamba untuk melaksanakan amal ibadah yang diperintahkan oleh syari’at dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah Subhhanaahu wa Ta’ala. Dengan bersabar maka seseorang akan melaksanakan berbagai perintah dan meninggalkan larangan secara ikhlas dan semata untuk mendapatkan ridha dari Allah Subhanaahu wa Ta’ala.

Setiap hamba Allah hendaknya belajar dan melatih diri dalam meningkatkan kesabaran dirinya dalam menjalanlan segala macam amal ibadah yang diperintahkan, sehingga dengan terbangunnya kesabaran dalam melakukan ketaatan Allah akan melimpahkan lagi karunia-Nya jauh lebih besar lagi ( Wallaahu Ta’ala ‘alam )

15 September 2011
Dipetik dari berbagai sumber.
(By : )