M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Rabu, 30 Mei 2012

TAWASSUL YANG DILARANG


Tawassul yang dilarang adalah tawassul yang tidak ada dasarnya dalam agama Islam.
Di antara tawassul yang dilarang yaitu:

24.1 Tawassul dengan orang-orang mati, meminta hajat dan memo-hon pertolongan kepada mereka, sebagaimana banyak kita saksikan pada saat ini.
Mereka menamakan perbuatan tersebut sebagai tawassul, padahal sebenarnya tidak demikian. Sebab tawassul adalah memohon kepada Allah dengan perantara yang disyari'atkan. Seperti dengan perantara iman, amal shalih, Asmaa'ul Husnaa dan sebagainya.
Berdo'a dan memohon kepada orang-orang mati adalah berpaling dari Allah. Ia termasuk syirik besar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim". (Yunus: 106) 

Orang-orang zhalim dalam ayat di atas berarti orang-orang musyrik.

24.2 Tawassul dengan kemuliaan Rasulullah
Seperti ucapan mereka, "Wahai Tuhanku, dengan kemuliaan Muhammad, sembuhkanlah aku." Ini adalah perbuatan bid'ah. Sebab para sahabat tidak melakukan hal tersebut. Adapun tawassul yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab dengan do'a paman Rasulullah , Al-Abbas adalah semasa ia masih hidup. Dan Umar tidak ber-tawassul dengan Rasulullah setelah beliau wafat. Sedangkan hadits,
"Bertawassullah kalian dengan kemuliaanku." 

Hadits tersebut sama sekali tidak ada sumber aslinya. Demikian menurut Ibnu Taimiyah. Tawassul bid'ah ini bisa menyebabkan pada kemusyrikan. Yaitu jika ia mempercayai bahwa Allah membutuhkan perantara. Sebagai-mana seorang pemimpin atau penguasa. Sebab dengan demikian ia menyamakan Tuhan dengan makhlukNya. Abu Hanifah berkata, "Aku benci memohon kepada Allah, dengan selain Allah." Demikian seperti disebutkan dalam kitab Ad-Durrul Mukhtaar.

24.3 Meminta agar Rasulullah mendo'akan dirinya setelah beliau wafat
Seperti ucapan mereka, "Ya Rasulullah do'akanlah aku", ini tidak diperbolehkan. Sebab para sahabat tidak pernah melakukannya. Juga karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendo'akan kepada (orang tua)-nya." (HR. Muslim)


Disunting dari Al-Firqortun An-Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Selasa, 29 Mei 2012

TAWASSUL YANG DISYARI'ATKAN


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri KepadaNya." (Al-Maa'idah: 35) 

Qatadah berkata,
"Dekatkanlah dirimu kepadaNya, dengan keta-'atan dan amal yang membuatNya ridha." 

Tawassul yang disyari'atkan
adalah tawassul sebagaimana yang diperintahkan oleh Al-Qur'an, diteladankan oleh Rasulullah dan dipraktekkan oleh para sahabat.
Di antara tawassul yang disyari'atkan yaitu:
23.1 Tawassul dengan iman
Seperti yang dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an tentang hamba-Nya yang ber-tawassul dengan iman mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu), 'Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu', maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami            beserta orang-orang yang berbakti." (Ali Imran: 193)

23.2 Tawassul dengan mengesakan Allah
Seperti do'a Nabi Yunus 'Alaihissallam , ketika ditelan oleh ikan Nun. Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengisahkan dalam firmanNya:
"Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim. Maka Kami telah memperkenankan do'anya, dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (Al-Anbiyaa': 87-88)

23.3 Tawassul dengan Nama-nama Allah
Sebagaimana tersebut dalam firmanNya,
"Hanya milik Allah Asma'ul Husna, maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma'ul Husna itu." (Al-A'raaf: 180) 

Di antara do'a Rasulullah dengan Nama-namaNya yaitu:
"Aku memohon KepadaMu dengan segala nama yang Engkau miliki." (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan shahih)

23.4 Tawassul dengan Sifat-sifat Allah
Sebagaimana do'a Rasulullah,
"Wahai Dzat Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhlukNya), dengan rahmatMu aku mohon pertolongan." (HR. At-Tirmidzi, hadits hasan)

23.5 Tawassul dengan amal shalih
Seperti shalat, berbakti kepada kedua orang tua, menjaga hak dan amanah, bersedekah, dzikir, membaca Al-Qur'an, shalawat atas Nabi, kecintaan kita kepada beliau dan kepada para sahabatnya, serta amal shalih lainnya.
Dalam kitab Shahih Muslim terdapat riwayat yang mengisahkan tiga orang yang terperangkap di dalam gua. Lalu masing-masing bertawassul dengan amal shalihnya. Orang pertama bertawassul dengan amal shalihnya, berupa memelihara hak buruh. Orang kedua dengan baktinya kepada kedua orang tua. Orang yang ketiga bertawassul dengan takutnya kepada Allah, sehingga menggagalkan perbuatan keji yang hendak ia lakukan. Akhirnya Allah membukakan pintu gua itu dari batu besar yang menghalanginya, sampai mereka semua selamat.

23.6 Tawassul dengan meninggalkan maksiat
Misalnya dengan meninggalkan minum khamr (minum-minuman keras), berzina dan sebagainya dari berbagai hal yang diharamkan. Salah seorang dari mereka yang terperangkap dalam gua, juga bertawassul dengan meninggalkan zina, sehingga Allah menghilangkan kesulitan yang dihadapinya.
Adapun umat Islam sekarang, mereka meninggalkan amal shalih dan bertawassul dengannya, lalu menyandarkan diri bertawassul dengan amal shalih orang lain yang telah mati. Mereka melanggar petunjuk Rasulullah dan para sahabatnya.

23.7 Tawassul dengan memohon do'a kepada para nabi dan orang-orang shalih yang masih hidup.
Tersebutlah dalam riwayat, bahwa seorang buta datang kepada Nabi. Orang itu berkata, "Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah, agar Dia menyembuhkanku (sehingga bisa melihat kembali)." Rasulullah menjawab, "Jika engkau menghendaki, aku akan berdo'a untukmu, dan jika engkau menghendaki, bersabar adalah lebih baik bagimu." Ia (tetap) berkata, "Do'akanlah." Lalu Rasulullah menyuruhnya berwudhu secara sempurna, lalu shalat dua rakaat, selanjutnya beliau menyuruhnya berdo'a dengan mengatakan, 

"Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu, dan aku menghadap kepadaMu dengan (perantara) NabiMu, seorang Nabi yang membawa rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap dengan (perantara)mu kepada Tuhanku dalam hajatku ini, agar dipenuhiNya untukku. Ya Allah jadikanlah ia pemberi syafa'at kepadaku, dan berilah aku syafa'at (perto-longan) di dalamnya." la berkata, "Laki-laki itu kemudian mela-kukannya, sehingga ia sembuh." (HR. Ahmad, hadits shahih) 

Hadits di atas mengandung pengertian bahwa Rasulullah berdo'a untuk laki-laki buta tersebut dalam keadaan            beliau masih hidup. Maka Allah mengabulkan do'anya.
Rasulullah memerintahkan orang tersebut agar berdo'a untuk dirinya. Menghadap kepada Allah untuk meminta kepadaNya agar Dia menerima syafa'at NabiNya . Maka Allah pun menerima do'anya.
Do'a ini khusus ketika Nabi masih hidup. Dan tidak mungkin berdo'a dengannya setelah beliau wafat. Sebab para sahabat tidak melakukan hal itu. Juga, orang-orang buta lainnya tidak ada yang mendapatkan manfa'at dengan do'a itu, setelah terjadinya peristiwa tersebut.

Disunting dari : Al-Firqotun An-Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Senin, 28 Mei 2012

KERUSAKAN DAN BAHAYA SYIRIK


Perbuatan syirik menyebabkan kerusakan dan bahaya yang besar, baik dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Adapun kerusakan dan bahaya yang paling menonjol adalah:

22.1 Syirik menghinakan eksistensi kemanusiaan
Syirik menghinakan kemuliaan manusia, menurunkan derajat dan martabatnya. Sebab Allah menjadikan umat manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah memuliakannya, mengajarkannya seluruh nama-nama, lalu menundukkan baginya apa yang ada di langit dan di bumi semuanya. Allah menjadikannya penguasa di jagad raya ini.
Tetapi kemudian ia tidak mengetahui derajat dan martabat dirinya. Ia lalu menjadikan sebagian dari makhluk Allah sebagai tuhan dan sesembahan. Ia tunduk dan menghinakan diri padanya.
Berbagai kehinaan tersebut, -hingga hari ini- amat banyak untuk bisa disaksikan. Ratusan juta orang di India menyembah sapi yang diciptakan Allah buat manusia, agar mereka menggunakan hewan itu untuk membantu meringankan pekerjaannya atau menyembelihnya untuk dimakan dagingnya.
Sebagian umat Islam menginap dan tinggal di kuburan untuk meminta berbagai kebutuhan mereka. Padahal, orang-orang yang mati itu juga hamba Allah seperti mereka. Tidak bisa mendatangkan manfaat atau bahaya untuk mereka sendiri.
Al-Husain bin Ali misalnya, ia tidak bisa menyelamatkan dirinya dari pembunuhan. Lalu bagaimana mungkin kemudian ia bisa menolak bahaya yang menimpa orang lain dan mendatangkan manfaat kepadanya?
Orang-orang yang meninggal itu justru amat membutuhkan do'a dari orang-orang yang masih hidup. Kita mendo'akan mereka, tidak berdo'a dan memohon kepadanya, sebagai sesembahan selain Allah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang. (Berhala-berhala) itu benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui, bilakah pe-nyembah-penyembahnya akan dibangkitkan." (An-Nahl: 20-21)

"Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh." (Al-Hajj: 31)

22.2 Syirik adalah sarang khurafat dan kebatilan
Sebab orang yang mempercayai adanya sesuatu yang bisa mem-beri pengaruh selain Allah di alam ini, baik berupa bintang, jin, arwah atau hantu berarti menjadikan akalnya siap menerima segala macam khurafat (takhayul), serta mempercayai para dajjal (pendusta).
Karena itu, dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan ke-musyrikan, "barang dagangan" dukun, tukang nujum, ahli sihir dan semacamnya menjadi laku keras. Sebab mereka mendakwakan dirinya bisa mengetahui ilmu ghaib, yang sesungguhnya tak seorang pun mengetahuinya kecuali Allah. Di samping itu, dalam masyarakat semacam ini, mereka sudah tak mengindahkan lagi ikhtiar dan mencari sebab, serta meremehkan sunnah kauniyah (hukum alam).

22.3 Syirik adalah kezhaliman yang sangat besar
Yaitu zhalim terhadap hakikat. Sebab hakikat yang paling agung adalah "Tidak ada Tuhan (yang berhak di sembah) selain Allah", Tidak ada Rabb (pengatur) selain Allah, tidak ada Penguasa selainNya.
Adapun orang-orang yang musyrik, mereka mengambil selain Allah sebagai Tuhan, serta mengambil selainNya sebagai penguasa. Syirik merupakan kezhaliman dan penganiayaan terhadap diri sendiri. Sebab seorang musyrik menjadikan dirinya sebagai hamba bagi makhluk sesamanya, bahkan mungkin lebih rendah dari dirinya. Padahal Allah menjadikannya sebagai makhluk yang merdeka.
Syirik juga merupakan penganiayaan terhadap orang lain, sebab orang yang disekutukan dengan Allah telah ia aniaya, lantaran ia memberikan hak padanya, apa yang sebenarnya bukan miliknya.

22.4 Syirik sumber dari segala ketakutan dan kecemasan
Orang yang akalnya menerima berbagai macam khurafat dan mempercayai kebatilan akan diliputi ketakutan dari berbagai arah. Sebab ia menyandarkan dirinya pada banyak tuhan. Padahal tuhan-tuhan itu lemah dan tak kuasa memberi manfaat atau menolak bahaya bagi dirinya.
Karena itu, dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan kemusyrikan, putus asa dan ketakutan tanpa sebab adalah sesuatu hal yang lumrah dan banyak terjadi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah Neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim." (Ali Imran: 151)

22.5 Syirik membuat orang malas melakukan pekerjaan yang ber-manfaat
Sebab syirik mengajarkan kepada para pengikutnya untuk meng-andalkan para perantara, sehingga mereka meninggalkan amal shalih. Sebaliknya mereka melakukan perbuatan dosa, dengan i'tiqad bahwa mereka akan memberinya syafa'at (pertolongan) di sisi Allah. Dan inilah yang merupakan kepercayaan orang-orang Arab jahiliyah sebelum kedatangan Islam. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman tentang mereka:
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfa'atan, dan mereka berkata, 'Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah.'Katakanlah, 'Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahuiNya baik di langit dan tidak (pula) di bumi.' Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)." (Yunus: 18)

Orang-orang Kristen yang melakukan berbagai macam kemungkaran juga mempercayai bahwa Al-Masih telah menghapus dosa-dosa mereka, ketika ia disalib. Demikian menurut anggapan mereka.
Demikian pula sebagian umat Islam, mereka meninggalkan berbagai kewajiban, melakukan ragam perbuatan haram, tetapi mereka tetap mengandalkan syafa'at Rasul mereka agar dapat masuk Surga. Padahal Rasulullah kepada putrinya sendiri berkata:
"Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah dari hartaku sekehendakmu, (tetapi) aku tidak bermanfaat sedikitpun bagimu di sisi Allah." (HR. Al-Bukhari)

22.6 Syirik menyebabkan abadi di dalam Neraka
Syirik menyebabkan kesia-siaan dan kehampaan di dunia. Sedang di akhirat, menyebabkan pelakunya abadi di dalam Neraka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, Tidaklah bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Al-Maa'idah: 82)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa meninggal sedang ia berdo'a (memohon) kepada selain Allah sebagai tandingan (sekutu), niscaya ia masuk Neraka." (HR. Al-Bukhari)

22.7 Syirik memecah belah umat
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (Ar-Ruum: 31-32)

22.8 Kesimpulan
Semua pembahasan di muka, memberikan kejelasan kepada kita bahwa syirik adalah sebesar-besar perkara yang wajib kita menjaga diri daripadanya. Kita harus bersih dari perbuatan syirik. Takut jika kita terjerumus ke dalamnya, karena ia adalah dosa yang paling besar. Di samping itu, syirik juga bisa menghapuskan pahala amal shalih yang ia lakukan. Bahkan amalan yang terkadang bermanfaat untuk kepentingan umat dan kemanusiaan.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (Al-Furqaan: 23)


Disunting dari : Al-Firqotun An-Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Minggu, 27 Mei 2012

KUBURAN YANG DIZIARAHI


Kuburan-kuburan yang banyak kita saksikan di negara-negara Islam; seperti Syam, Iraq, Mesir, dan negara Islam lainnya, sungguh tidak sesuai dengan tuntunan Islam. Berbagai kuburan itu dibangun sedemikian rupa, dengan biaya yang tidak sedikit. Padahal Rasulullah melarang mendirikan bangunan di atas kuburan. Dalam hadits shahih disebutkan:
"Rasulullah melarang mengapur kuburan, duduk dan mendiri-kan bangunan di atasnya." (HR. Muslim)

Sedang dalam riwayat yang shahih oleh At-Tirmidzi disebutkan pula larangan untuk menuliskan sesuatu di atas kuburan. Termasuk di dalamnya menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an, syair dan sebagainya.
Berikut ini, hal-hal penting yang berkaitan dengan kuburan:

21.1 Kebanyakan kuburan-kuburan yang diziarahi itu adalah tidak benar
Al-Husain bin Ali misalnya, beliau mati syahid di Iraq dan tidak dibawa ke Mesir. Karena itu, kuburan Al-Husain bin Ali di Mesir adalah tidak benar. Bukti yang paling kuat atas kebohongan tersebut adalah bahwa kuburan Al-Husain adapula di Iraq dan di Syam. Bukti yang lain yaitu bahwa para sahabat tidak menguburkan mayit dalam masjid. Hal itu sebagai pengamalan dari sabda Rasulullah ,
"Allah melaknat orang-orang Yahudi, mereka menjadikan kubu-ran para nabi mereka sebagai masjid-masjid." (Muttafaq alaih)

Hikmah dari pelanggaran tersebut adalah agar masjid-masjid terbebas dari syirik. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (Al-Jin: 18)

Menurut riwayat yang terpercaya dan benar, Rasulullah adalah dikubur di rumah beliau, tidak di dalam Masjid Nabawi. Tetapi kemudian orang-orang dari Bani Umayyah memperluas masjid tersebut, dan memasukkan kuburan Nabi ke dalam masjid. Alangkah baiknya, hal itu tidak mereka lakukan.
Sekarang ini, kuburan Al-Husain berada di dalam masjid. Sebagian orang berthawaf di sekitarnya. Meminta hajat dan kebutuhan mereka kepadanya, sesuatu hal yang sesungguhnya tidak boleh diminta kecuali kepada Allah. Seperti memohon kesembuhan dari sakit, menghilangkan kesusahan dan sebagainya. Sebab agama menyuruh kita agar meminta hal-hal tersebut kepada Allah semata, serta agar kita tidak berthawaf kecuali di sekitar Ka'bah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)." (Al-Hajj: 29)

21.2 Kuburan Sayyidah Zainab binti Ali di Mesir dan di Damaskus adalah tidak benar
Sebab beliau tidak meninggal di Mesir, juga tidak di Syam. Sebagai bukti kebohongan itu adalah terdapatnya kubu-ran satu orang (Sayyidah Zainab) di kedua negara tersebut.

21.3 Islam mengingkari dan melarang pembangunan kubah di atas kuburan, bahkan hingga kubah di atas masjid yang di dalamnya terdapat kuburan.
Seperti kuburan Al-Husain di Iraq, Abdul Qadir Jaelani di Baghdad, Imam Syafi'i di Mesir dan lainnya. Sebab pelarangan membangun kubah di atas kuburan adalah bersifat umum, sebagaimana kita baca dalam hadits terdahulu.
Seorang syaikh yang dapat dipercaya memberitahu penulis, suatu kali ia melihat seseorang shalat ke kuburan Syaikh Jaelani, dan ia tidak menghadap kiblat. Syaikh itu lalu memberinya nasihat, tetapi orang tersebut menolak, sambil berkata, "Kamu orang wahabi !" Seakan-akan orang itu belum mendengar sabda Rasulullah :
"Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat kepadanya." (HR. Muslim)

21.4 Sebagian besar kuburan yang ada di Mesir adalah dibangun oleh Daulah Fathimiyah.
Dalam kitab Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir menyebutkan, bahwa mereka adalah orang-orang kafir, fasik, fajir (tukang maksiat), mulhid (kafir), zindiq (atheis), mu'aththil (mengingkari sifat-sifat Tuhan), orang-orang yang menolak Islam dan meyakini aliran Majusi.
Orang-orang kafir tersebut merasa heran jika menyaksikan masjid-masjid penuh dengan orang yang melakukan shalat. Mereka sendiri tidak shalat, tidak haji dan selalu merasa dengki kepada umat Islam.
Oleh karena itu, mereka berfikir untuk memalingkan manusia dari masjid, maka mereka membuat kubah-kubah dan kuburan-kuburan dusta. Mereka mendakwakan bahwa di dalamnya terdapat Al-Husain bin Ali dan Zainab binti Ali. Kemudian mereka menyelenggarakan berbagai pesta dan peringatan untuk menarik perhatian orang kepadanya. Mereka menamakan dirinya Fathimiyyin. Padahal ia hanya sebagai kedok belaka, sehingga orang-orang cenderung dan senang kepada mereka.
Dari situ, mulailah umat Islam terperangkap tipu muslihat dari bid'ah yang mereka ada-adakan, sehingga menjerumuskan mereka kepada perbuatan syirik. Bahkan hingga mereka tak segan-segan mengeluarkan harta dalam jumlah yang besar untuk perbuatan syirik tersebut. Padahal di saat yang sama, mereka amat membutuhkan harta tersebut buat membeli senjata untuk mempertahankan agama dan kehormatan mereka.

21.5 Sesungguhnya umat Islam yang mengeluarkan hartanya untuk membangun kubah-kubah, kuburan, dinding dan monumen di kuburan, semua itu sama sekali tidak bermanfaat untuk si mayit.
Seandainya harta yang dikeluarkan tersebut diberikan kepada orang-orang fakir miskin tentu akan bermanfaat bagi orang yang hidup dan mereka yang telah mati. Apatah lagi Islam mengharamkan umatnya mendirikan bangunan di atas kuburan sebagaimana telah ditegaskan di muka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Ali,
"Janganlah engkau biarkan patung kecuali engkau menghancur-kannya. Dan jangan (kamu melihat) kuburan ditinggikan kecuali engkau meratakannya." (HR. Muslim)

Tetapi, Islam memberi kemurahan untuk meninggikan kuburan kira-kira sejengkal, sehingga diketahui bahwa ia adalah kuburan.

21.6 Nadzar-nadzar yang ditujukan kepada orang-orang mati adalah termasuk syirik besar.
Oleh para khadam (pelayan), nadzar dan sesajen yang diberikan itu diambil secara haram. Bahkan terkadang mereka gunakan untuk berbuat maksiat dan tenggelam dalam perilaku syahwat. Karena itu, orang yang melakukan nadzar dan orang yang menerimanya, bersekutu dalam perbuatan syirik tersebut.
Seandainya harta itu diberikan sebagai sedekah kepada orang-orang fakir, tentu harta tersebut bermanfaat bagi orang-orang yang hidup dan mereka yang telah mati. Dan tentu, apa yang dikehendaki oleh orang yang menyedekahkan harta tersebut, akan terpenuhi berkat dari sedekah yang ia berikan.
Ya Allah, tunjukilah kami kebenaran yang sesungguhnya, lalu berilah kami karunia untuk mengikuti dan mencintainya. Dan tunjukilah kami kebatilan yang sesungguhnya, lalu karuniailah kami untuk menjauhi dan membencinya.

Disunting dari : Al-Firqotun An- Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Sabtu, 26 Mei 2012

FENOMENA SYIRIK




Fenomena dan kenyataan perbuatan syirik yang bertebaran di dunia Islam merupakan sebab utama terjadinya musibah yang menimpa umat Islam. Juga sebab dari berbagai fitnah, kegoncangan dan peperangan serta berbagai siksa lainnya yang ditimpakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas kaum muslimin.
Hal itu terjadi karena mereka berpaling dari tauhid, serta karena perbuatan syirik yang mereka lakukan dalam aqidah dan perilaku mereka.
Bukti yang jelas dari hal itu adalah apa yang kita saksikan di sebagian besar negara-negara Islam. Berbagai fenomena kemusyrikan, justru oleh sebagian besar umat Islam dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam, karena itu mereka tidak mengingkari dan menolaknya.
Islam datang untuk menghancurkan berbagai bentuk kemusyrikan, atau berbagai fenomena yang menyebabkan seseorang terjerumus ke perbuatan syirik. Di antara fenomena syirik yang terjadi ialah:

.1 Berdo'a kepada selain Allah
Hal ini tampak jelas dalam nyanyian-nyanyian dan senandung mereka, yang sering diperdengarkan pada peringatan maulid atau pada peringatan-peringatan bersejarah lainnya. Penulis pernah mendengar mereka menyanyikan kasidah.
"Wahai imam para rasul, wahai sandaranku. Engkau adalah pintu Allah, dan tempat aku bergantung. Di dunia serta akhiratku. wahai Rasulullah, bimbinglah diriku. Tak ada yang menggantikanku dari kesulitan kepada kemudahan, kecuali engkau, wahai mahkota yang hadir" 

Seandainya Rasulullah mendengar nyanyian di atas, tentu Rasulullah akan berlepas diri daripadanya. Sebab tidak ada yang bisa mengubah dari kesulitan menjadi kemudahan kecuali Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata. Nyanyian-nyanyian dan pujian yang sama, banyak kita jumpai di koran-koran, majalah dan buku. Di antara isinya adalah memohon pertolongan, bantuan dan kemenangan kepada Rasulullah, para wali dan orang-orang shalih yang sebenarnya mereka tidak mampu melakukannya.

.2 Mengubur para wali dan orang-orang shalih di dalam masjid
Banyak kita saksikan di negara-negara Islam, kuburan berada di dalam masjid. Terkadang di atas kuburan itu dibangun kubah, lalu orang-orang datang memintanya, sebagai sesembahan selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Rasulullah melarang hal ini dengan sabdanya:
"Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid (atau tempat bersujud menyembah Tuhan)." (Muttafaq alaih) 

Jika menguburkan para nabi di dalam masjid tidak diperintahkan, bagaimana mungkin dibolehkan mengubur para syaikh dan ulama di dalamnya? Apakah lagi telah dimaklumi, kadang-kadang orang yang dikubur tersebut dijadikan tempat berdo'a dan meminta, sebagai sesembahan selain Allah. Karena itu ia merupakan sebab timbulnya per-buatan syirik. Islam mengharamkan syirik dan mengharamkan perantara yang bisa menyebabkan kepadanya.

.3 Nadzar untuk para wali
Sebagian manusia ada yang melakukan nadzar berupa binatang sembelihan, harta atau lainnya untuk wali tertentu. Nadzar semacam ini adalah syirik dan wajib tidak dilangsungkan. Sebab nadzar adalah ibadah, dan ibadah hanyalah untuk Allah semata. Adapun contoh nadzar yang dibenarkan adalah sebagaimana yang dilakukan oleh isteri Imran. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis)," (Ali Imran: 35)

4 Menyembelih di kuburan para nabi atau wali
Meskipun penyembelihan yang dilakukan dikuburan para nabi atau wali dengan niat untuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala , tetapi ia termasuk perbuatan orang-orang musyrik. Mereka menyembelih binatang di tempat berhala dan patung-patung wali mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Allah melaknat orang yang menyembelih selain Allah." (HR. Muslim)

5 Thawaf sekeliling kuburan para wali
Seperti mengelilingi kuburan Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Syaikh Rifa'i, Syaikh Badawi, Syaikh Al-Husain, dan lainnya. Perbuatan semacam ini adalah syirik, sebab thawaf adalah ibadah, dan ia tidak boleh dilakukan kecuali thawaf di sekeliling Ka'bah, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)." (Al-Hajj: 29)

.6 Shalat kepada kuburan
Shalat kepada kuburan adalah tidak boleh. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat kepadanya." (HR. Muslim)

.7 Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan
Melakukan perjalanan (tour) menuju kuburan tertentu untuk mencari berkah atau memohon kepadanya adalah tidak diperbolehkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah dilakukan perjalanan (tour) kecuali kepada tiga mas-jid; Masjidil Haram, Masjidku ini, Masjidil Aqsha." (Muttaffaq 'alaih)? 

Jika kita ingin pergi ke Madinah Al-Munawwarah misalnya, kita boleh mengatakan, "Kami pergi untuk berziarah ke Masjid Nabawi kemudian memberi salam (do'a) kepada Nabi Muhammad."

.8 Berhukum dengan selain yang diturunkan Allah
Mengambil hukum selain yang diturunkan Allah adalah syirik. Seperti menentukan hukum dengan perundang-undangan yang dibuat oleh manusia, yang bertentangan dengan Al-Qur'anul Karim dan ha-dits shahih yaitu jika ia meyakini diperbolehkannya mengamalkan undang-undang buatan manusia.
Termasuk di dalamnya adalah fatwa yang dikeluarkan oleh sebagian syaikh yang bertentangan dengan nash-nash Al-Qur'an dan hadits shahih. Seperti fatwa dihalalkannya riba, padahal Allah Ta'ala memaklumkan perang terhadap pelakunya.

.9 Ta'at kepada para penguasa, ulama atau syaikh
Yaitu keta'atan kepada mereka dengan menyelisihi dan menentang nash Al-Qur'an dan hadits shahih. Syirik semacam ini "Syirkut thaa'ah" (syirik keta'atan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak ada keta'atan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Al-Khaliq (Allah)." (HR. Ahmad, hadits shahih) 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib me-reka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhan-kan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Mahaesa; tidak ada Tuhan (yang ber-hak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (At-Taubah: 31) 

Hudzaifah menafsirkan ibadah dengan keta'atan terhadap apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh ulama Yahudi kepada kaumnya.

Disunting dari : Al Firqotun An Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Selasa, 22 Mei 2012

MACAM-MACAM SYIRIK KECIL



Syirik kecil
yaitu setiap perantara yang mungkin menyebabkan kepada syirik besar, ia belum mencapai tingkat ibadah, tidak men-jadikan pelakunya keluar Islam, akan tetapi ia termasuk dosa besar.
Macam-macam Syirik kecil
19.1 Riya' dan melakukan suatu perbuatan karena makhluk
Seperti seorang muslim yang beramal dan shalat karena Allah, tetapi ia melakukan shalat dan amalnya dengan baik agar dipuji manusia. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya." (Al-Kahfi: 100)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kamu sekalian adalah syirik kecil, riya'. Pada hari Kiamat, ketika memberi balasan manusia atas perbuatannya, Allah berfirman, "Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian tujukan amalanmu kepada mereka di dunia. Lihatlah, apakah engkau dapati balasan di sisi mereka?" (HR. Ahmad, hadits shahih)

19.2 Bersumpah dengan nama selain Allah
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka dia telah berbuat syirik." (HR. Ahmad, hadits shahih)

Bisa jadi bersumpah dengan nama selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala termasuk syirik besar. Yaitu jika orang yang bersumpah tersebut meyakini bahwa sang wali memiliki kemampuan untuk menimpakan bahaya atas dirinya, jika ia bersumpah dusta dengan namanya.

19.3 Syirik khafi
Ibnu Abbas menafsirkan syirik khafi dengan ucapan seseorang kepada temannya, "Atas kehendak Allah dan atas kehendak kamu."
Termasuk syirik khafi adalah ucapan seseorang, "Seandainya bukan karena Allah, kemudian (seandainya bukan karena) si fulan."
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah,
"Jangan mengatakan, 'Atas kehendak Allah, dan atas kehendak si fulan.' Tetapi katakanlah, 'Atas kehendak Allah, kemudian atas kehendak si fulan'." (HR. Ahmad dan lainnya, hadits shahih)

Disunting dari : Al Firqotun An Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jami Zainu

Senin, 21 Mei 2012

CARA MENGHILANGKAN SYIRIK


Menghilangkan syirik kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , belum akan sempurna kecuali dengan menghilangkan tiga macam syirik:

17.1 Syirik dalam perbuatan Tuhan
Yaitu beri'tikad bahwa di samping Allah Subhanahu Wa Ta'ala , terdapat pencipta dan pengatur yang lain. Sebagaimana yang diyakini sebagian orang-orang shufi, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala menguasakan sebagian urusan kepada beberapa waliNya untuk mengaturnya. Suatu keyakinan, yang hingga orang-orang musyrik sebelum Islam pun tidak pernah mengatakannya. Bahkan ketika Al-Qur'an menanyakan siapa yang mengatur segala urusan, mereka menjawab: "Allah". Seperti ditegaskan dalam firmanNya:
"Dan siapakah yang mengatur segala urusan? Mereka menja-wab 'Allah'." (Yunus: 31)

Penulis pernah membaca kitab "Al-Kaafii Firrad alal Wahabi" yang pengarangnya seorang shufi. Di antara isinya adalah, "Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang bila mengatakan kepada sesuatu; Jadilah! Maka ia akan terjadi." Sungguh dengan tegas Al-Qur'an mendustakan apa yang ia dakwahkan itu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya perintahNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka terjadilah ia." (Yaasiin: 82)

"Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah." (Al-A'raaf: 54)

17.2 Syirik dalam ibadah dan do'a
Yaitu di samping ia beribadah dan berdo'a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , ia beribadah dan berdo'a pula kepada para nabi dan orang-orang shalih. Seperti istighatsah (meminta pertolongan) kepada mereka, berdo'a kepada mereka di saat kesempatan atau kelapangan. Ironinya, justru hal ini banyak kita jumpai di kalangan umat Islam. Tentu, yang menanggung dosa terbesarnya adalah sebagian syaikh (guru) yang mendukung perbuatan syirik ini dengan dalih tawassul.
Mereka menamakan perbuatan tersebut dengan selain nama yang sebenarnya. Karena tawassul adalah memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan perantara yang disyari'atkan. Adapun apa yang mereka lakukan adalah memohon kepada selain Allah. Seperti ucapan mereka:
"Tolonglah kami wahai Rasulullah, wahai Jaelani, wahai Badawi ..."

Permohonan seperti di atas adalah ibadah kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebab ia merupakan do'a (permohonan). Sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Do'a adalah ibadah." (HR. At-Tirmidzi) 17.1

Di samping itu pertolongan tidak boleh dimohonkan kecuali kepada Allah semata. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu," (Nuh: 12)

Termasuk syirik dalam ibadah adalah "syirik hakimiyah". Yaitu jika sang hakim, penguasa atau rakyat meyakini bahwa hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak sesuai lagi untuk diterapkan, atau dia membolehkan diberlaku-kannya hukum selain hukum Allah.

17.3 Syirik dalam sifat
Yaitu dengan menyifati sebagian makhluk Allah Subhanahu Wa Ta'ala , baik para nabi, wali atau lainnya dengan sifat-sifat yang khusus milik Allah. Mengetahui hal-hal yang ghaib, misalnya. Syirik semacam ini banyak terjadi di kalangan shufi dan orang-orang yang terpengaruh oleh mereka. Seperti ucapan Bushiri, ketika memuji Nabi :
"Sesungguhnya, di antara kedermawananmu adalah dunia dan kekayaan yang ada di dalamnya Dan di antara ilmumu adalah ilmu Lauhul Mahfuzh dan Qalam.''

Dari sinilah kemudian terjadi kesesatan para dajjal (pembohong) yang mendakwakan dirinya bisa melihat Rasulullah dalam keadaan jaga. Lalu -menurut pengakuan para dajjal itu- mereka menanyakan kepada beliau tentang rahasia jiwa orang-orang yang bergaul dengan-nya. Para dajjal itu ingin menguasai sebagian urusan manusia. Padahal Rasulullah semasa hidupnya saja, tidak mengetahui hal-hal yang ghaib tersebut, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Qur'an:
"Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan." (Al-A'raaf: 188)

Jika semasa hidupnya saja beliau tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, bagaimana mungkin beliau bisa mengetahuinya setelah beliau wafat dan berpindah ke haribaan Tuhan Yang Maha Tinggi? "Ketika Rasulullah mendengar salah seorang budak wanita mengatakan, 'Dan di kalangan kita terdapat Nabi yang mengetahui apa yang terjadi besok hari.' Maka Rasulullah berkata kepadanya,
"Tinggalkan (ucapan) ini dan berkatalah dengan yang dahulunya (biasa) engkau ucapkan'." (HR. Al-Bukhari)

Kepada para rasul itu, memang terkadang ditampakkan sebagian masalah-masalah ghaib, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya." (Al-Jin: 26-27)

17.1ia berkata, hadits hasan shahih

Sabtu, 19 Mei 2012

ORANG YANG BERDO'A KEPADA SELAIN ALLAH


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (Al-Hajj: 73)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyeru kepada segenap umat manusia agar mendengarkan perumpamaan agung yang telah dibuatNya, dengan mengatakan:
"Sesungguhnya para wali dan orang-orang shalih serta lainnya yang kamu berdo'a kepadanya agar menolongmu saat kamu berada dalam kesulitan, sungguh mereka tak mampu melakukannya. Meskipun sekedar menciptakan makhluk yang sangat kecil pun mereka tidak bisa. Menciptakan lalat, misalnya. Bahkan jika lalat itu mengambil dari mereka sejumput makanan atau minuman, mereka tak mampu merebutnya kembali. Ini merupakan bukti atas kelemahan mereka, juga kelemahan lalat. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin engkau berdo'a kepada mereka, sebagai sesembahan selain Allah?"

Perumpamaan di atas merupakan pengingkaran dan penolakan yang amat keras terhadap orang yang berdo'a dan bermohon kepada selain Allah, baik kepada para nabi atau wali.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Hanya bagi Allah lah(hak mengabulkan) do'a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatu pun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do'a (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (Ar-Ra'ad: 14)

Ayat di atas mengandung pengertian bahwa do'a, yang ia merupakan ibadah, wajib hanya ditujukan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata. Orang-orang yang berdo'a dan memohon kepada selain Allah, tidak mendapatkan manfaat dari orang-orang yang mereka sembah. Mereka tidak bisa memperkenankan do'a barang sedikitpun.
Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalib, -menjelaskan perumpamaan orang yang berdo'a kepada selain Allah- yaitu seperti orang yang ingin mendapatkan air dari tepi sumur (hanya) dengan tangannya. Maka hanya dengan tangannya itu, tentu dia tidak akan mendapatkan air selama-lamanya, apatah lagi lalu air itu bisa sampai ke mulutnya?"
Menurut Mujahid,
" (seperti orang yang) meminta air dengan lisannya sambil menunjuk-nunjuk air tersebut (tanpa berikhtiar selain-nya), maka selamanya air itu tak akan sampai padanya."

Selanjutnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menetapkan, bahwa hukum orang-orang yang berdo'a kepada selain Allah adalah kafir, do'a mereka hanya sia-sia belaka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan do'a (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka." (Ar-Ra'ad: 14)

Maka dari itu, wahai saudaraku sesama muslim, jauhilah dari berdo'a dan memohon kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Karena hal itu akan menjadikanmu kafir dan tersesat. Berdo'alah hanya kepada Allah semata, sehingga engkau termasuk orang-orang beriman yang mengesakan-Nya.

Disunting dari : Al-Firqotun An-Najiyah oleh Syaikh Muhammad Jamil bin Zainu
Sumber : Salafi.DB.40

Kamis, 17 Mei 2012

" HUKUM HANYA MILIK ALLAH SEMATA "


Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan makhluk dengan tujuan agar mereka beribadah kepadaNya semata. Ia mengutus para rasulNya untuk mengajar manusia, lalu menurunkan kitab-kitab kepada mereka, sehingga bisa memberikan hukum (putusan) yang benar dan adil di antara manusia. Hukum tersebut tercermin dalam firman Allah ?????, dan dalam sabda Rasulullah . Hukum-hukum itu mengandung berbagai masalah. Di antaranya ibadah, mu'amalah (pergaulan antar manusia), aqa'id (ke-percayaan), tasyri' (penetapan syari'at), siyasah (politik) dan berbagai permasalahan manusia lainnya.

13.1 Hukum dalam aqidah
Yang pertama kali diserukan oleh para rasul adalah pelurusan aqidah serta mengajak manusia kepada tauhid. Nabi Yusuf misalnya, ketika berada di dalam penjara beliau me-nyeru kedua temannya kepada tauhid, ketika keduanya menanyakan padanya tentang ta'bir (tafsir) mimpi. Sebelum nabi Yusuf menjawab pertanyaan keduanya, ia berkata:
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Hukum (keputusan) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Yusuf: 39-40)

13.2 Hukum dalam ibadah
Kita wajib mengambil hukum-hukum ibadah, baik shalat, zakat, haji dan lainnya dari Al-Qur'an dan hadits shahih, sebagai realisasi dari sabda Rasulullah :
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat" (Muttafaq alaih) 

"Ambillah teladan dariku dalam tata cara ibadah (hajimu)." (HR. Muslim) 

Dan merupakan penerapan dari ucapan para imam mujtahid, "Jika hadits itu shahih maka ia adalah madzhabku." Bila antara imam mujtahid terjadi perselisihan pendapat, kita tidak boleh fanatik terhadap perkataan seseorang di antara mereka, kecuali kepada yang memiliki dalil shahih yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.

13.3 Hukum dalam mu'amalah
Hukum dalam mu'amalah (pergaulan antarmanusia), baik yang berupa jual beli, pinjam-meminjam, sewa-menyewa dan lain sebagai-nya. Semua hal tersebut harus berlandaskan hukum (keputusan) Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RasulNya. Hal ini berdasarkan firman Allah:
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisaa': 65) 

Para mufassir, dengan menyitir riwayat dari Imam Al-Bukhari menyebutkan, sebab turunnya ayat di atas adalah karena sengketa masalah irigasi (pengairan) yang terjadi antara dua sahabat Rasulullah . Lalu Rasulullah memutuskan bahwa yang berhak atas irigasi tersebut adalah Zubair. Serta merta lawan sengketanya berucap, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan hukum untuknya (maksudnya, dengan membela Zubair) karena dia adalah anak bibimu!" Sehubungan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat di atas.

13.4 Hukum dalam masalah hudud (hukuman yang ditetapkan untuk memenuhi hak Allah) dan qishash (hukum balas yang sepadan)
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan            luka-luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)nya maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim." (Al-Maa'idah: 45)

13.5 Tasyri' (penetapan syari'at) adalah milik Allah semata
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu." (Asy-Syuura: 13)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menolak orang-orang musyrik yang memberikan hak penetapan hukum kepada selain Allah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari'atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah?" (Asy-Syuura: 21)

13.6 Kesimpulan
Setiap umat Islam wajib menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih sebagai hakim (penentu hukum), merujuk kepada kedua-nya manakala sedang berselisih dalam segala hal, sebagai realisasi dari firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah." (Al-Maa'idah: 49) 

Juga penerapan dari sabda Rasulullah :
"Dan selama para pemimpin umat tidak berhukum kepada kitab Allah, dan memilih apa yang diturunkan oleh Allah, niscaya ke-sengsaraan akan ditimpakan di tengah-tengah mereka." (HR. Ibnu Majah dan lainnya, hadits hasan) 

Umat Islam wajib membatalkan hukum-hukum (perundang-undangan) asing yang ada di negaranya. Seperti undang-undang Perancis, Inggris dan lainnya yang bertentangan dengan hukum Islam.
Hendaknya umat Islam tidak lari ke mahkamah yang berlandas-kan undang-undang yang bertentangan dengan Islam. Hendaknya mereka mengajukan perkaranya kepada orang yang dipercaya dari kalangan ahli ilmu, sehingga perkaranya diputuskan secara Islam, dan itulah yang lebih baik bagi mereka. Sebab Islam menyadarkan mere-ka, memberikan keadilan di antara mereka, efisien dalam hal uang dan waktu. Tidak seperti peradilan buatan manusia yang menghabiskan materi secara sia-sia. Belum lagi adzab dan siksa besar yang bakal di-terimanya pada hari Kiamat. Sebab dia berpaling dari hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang adil, dan berlindung kepada hukum buatan makhluk yang zhalim.

Disunting dari : Al Firqotun An-Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jami Zainu
Sumber : SALAFI-DB.4.0

" HUKUM HANYA MILIK ALLAH SEMATA "



Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan makhluk dengan tujuan agar mereka beribadah kepadaNya semata. Ia mengutus para rasulNya untuk mengajar manusia, lalu menurunkan kitab-kitab kepada mereka, sehingga bisa memberikan hukum (putusan) yang benar dan adil di antara manusia. Hukum tersebut tercermin dalam firman Allah ?????, dan dalam sabda Rasulullah . Hukum-hukum itu mengandung berbagai masalah. Di antaranya ibadah, mu'amalah (pergaulan antar manusia), aqa'id (ke-percayaan), tasyri' (penetapan syari'at), siyasah (politik) dan berbagai permasalahan manusia lainnya.

13.1 Hukum dalam aqidah
Yang pertama kali diserukan oleh para rasul adalah pelurusan aqidah serta mengajak manusia kepada tauhid. Nabi Yusuf misalnya, ketika berada di dalam penjara beliau me-nyeru kedua temannya kepada tauhid, ketika keduanya menanyakan padanya tentang ta'bir (tafsir) mimpi. Sebelum nabi Yusuf menjawab pertanyaan keduanya, ia berkata:
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Hukum (keputusan) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (Yusuf: 39-40)

13.2 Hukum dalam ibadah
Kita wajib mengambil hukum-hukum ibadah, baik shalat, zakat, haji dan lainnya dari Al-Qur'an dan hadits shahih, sebagai realisasi dari sabda Rasulullah :
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat" (Muttafaq alaih) 

"Ambillah teladan dariku dalam tata cara ibadah (hajimu)." (HR. Muslim) 

Dan merupakan penerapan dari ucapan para imam mujtahid, "Jika hadits itu shahih maka ia adalah madzhabku." Bila antara imam mujtahid terjadi perselisihan pendapat, kita tidak boleh fanatik terhadap perkataan seseorang di antara mereka, kecuali kepada yang memiliki dalil shahih yang bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.

13.3 Hukum dalam mu'amalah
Hukum dalam mu'amalah (pergaulan antarmanusia), baik yang berupa jual beli, pinjam-meminjam, sewa-menyewa dan lain sebagai-nya. Semua hal tersebut harus berlandaskan hukum (keputusan) Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RasulNya. Hal ini berdasarkan firman Allah:
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisaa': 65) 

Para mufassir, dengan menyitir riwayat dari Imam Al-Bukhari menyebutkan, sebab turunnya ayat di atas adalah karena sengketa masalah irigasi (pengairan) yang terjadi antara dua sahabat Rasulullah . Lalu Rasulullah memutuskan bahwa yang berhak atas irigasi tersebut adalah Zubair. Serta merta lawan sengketanya berucap, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan hukum untuknya (maksudnya, dengan membela Zubair) karena dia adalah anak bibimu!" Sehubungan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat di atas.

13.4 Hukum dalam masalah hudud (hukuman yang ditetapkan untuk memenuhi hak Allah) dan qishash (hukum balas yang sepadan)
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi dan            luka-luka (pun) ada qishashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishash)nya maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim." (Al-Maa'idah: 45)

13.5 Tasyri' (penetapan syari'at) adalah milik Allah semata
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu." (Asy-Syuura: 13)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menolak orang-orang musyrik yang memberikan hak penetapan hukum kepada selain Allah. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari'atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah?" (Asy-Syuura: 21)

13.6 Kesimpulan
Setiap umat Islam wajib menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih sebagai hakim (penentu hukum), merujuk kepada kedua-nya manakala sedang berselisih dalam segala hal, sebagai realisasi dari firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah." (Al-Maa'idah: 49) 

Juga penerapan dari sabda Rasulullah :
"Dan selama para pemimpin umat tidak berhukum kepada kitab Allah, dan memilih apa yang diturunkan oleh Allah, niscaya ke-sengsaraan akan ditimpakan di tengah-tengah mereka." (HR. Ibnu Majah dan lainnya, hadits hasan) 

Umat Islam wajib membatalkan hukum-hukum (perundang-undangan) asing yang ada di negaranya. Seperti undang-undang Perancis, Inggris dan lainnya yang bertentangan dengan hukum Islam.
Hendaknya umat Islam tidak lari ke mahkamah yang berlandas-kan undang-undang yang bertentangan dengan Islam. Hendaknya mereka mengajukan perkaranya kepada orang yang dipercaya dari kalangan ahli ilmu, sehingga perkaranya diputuskan secara Islam, dan itulah yang lebih baik bagi mereka. Sebab Islam menyadarkan mere-ka, memberikan keadilan di antara mereka, efisien dalam hal uang dan waktu. Tidak seperti peradilan buatan manusia yang menghabiskan materi secara sia-sia. Belum lagi adzab dan siksa besar yang bakal di-terimanya pada hari Kiamat. Sebab dia berpaling dari hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang adil, dan berlindung kepada hukum buatan makhluk yang zhalim.

Disunting dari : Al Firqotun An-Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jami Zainu
Sumber : SALAFI-DB.4.0

Sabtu, 12 Mei 2012

" PERANG ANTARA TAUHID SYIRIK "


Perang antara tauhid dengan syirik telah terjadi sejak lama. Sejak zaman Nabi Nuh 'Alaihissallam menyeru kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata dan meninggalkan ibadah kepada berhala-berhala.
Nabi Nuh berada di tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun. Beliau menyeru kaumnya kepada tauhid, tetapi peneri-maan mereka sungguh di luar harapan. Secara jelas Al-Qur'an meng-gambarkan penolakan mereka, dalam firmanNya:
"Dan mereka berkata, 'Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghust, ya'uq dan nasr.' Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia)." (Nuh: 23-24) 

Tentang tafsir ayat ini, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas , dia berkata:
Ini adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaumnya agar mereka membuat patung orang-orang shalih tersebut di tempat-tempat duduk mereka, dan agar memberinya nama sesuai dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan perintah setan tersebut. Pada awalnya, patung-patung itu tidak disembah. Tetapi ketika mereka semua sudah binasa dan ilmu telah diangkat, mulailah patung-patung itu disembah. 

Selanjutnya datanglah para rasul sesudah Nabi Nuh. Mereka menyeru kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata, dan agar meninggalkan apa yang mereka sembah selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebab mereka tidak berhak untuk disembah. Renungkanlah Al-Qur'anul Karim yang menceritakan tentang keadaan mereka:
"Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selainNya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepadaNya?." (Al-A'raaf: 65) 

"Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shalih. Shalih berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia." (Huud: 61) 

"Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia." (Huud: 84) 

"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku." (Az-Zukhruf: 26-27) 

Terhadap dakwah para nabi tersebut, kaum musyrikin merespon-nya dengan penentangan dan pengingkaran terhadap apa yang mereka bawa. Orang-orang musyrik itu memerangi para rasul dengan segala kemampuan yang mereka miliki.
Rasulullah misalnya, sebelum diutus sebagail rasul, beliau terkenal di kalangan orang-orang Arab dengan julukan "ash-shaadiqul amiin" (yang jujur dan dapat dipercaya). Tetapi tatkala beliau mengajak kaumnya menyembah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan mengesakanNya, serta menyeru agar meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang mereka, serta merta mereka lupa dengan sifat jujur dan amanah beliau. Lalu mereka menghujaninya dengan berbagai julukan buruk. Di antaranya ada yang menjuluki beliau dengan "ahli sihir lagi pendusta". Al-Qur'an mengisahkan penolakan mereka terhadap dakwah tauhid dalam firmanNya:
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, 'Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak dusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 4-5) 

"Demikianlah tidak ada seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan. "Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas." (Adz-Dzaariyaat: 52-53) 

Demikianlah itulah sikap segenap rasul dalam dakwahnya kepada tauhid. Dan sebagaimana gambaran ayat-ayat di atas itulah sikap kaum mereka yang pendusta lagi mengada-mengada.
Pada zaman kita saat ini, jika seorang muslim mengajak sesama saudara muslim lainnya kepada akhlak, kejujuran dan amanah, ia tidak akan menemukan orang yang menentangnya.
Berbeda halnya jika ia mengajak mereka kepada tauhid yang kepadanya para rasul menyeru -yaitu berdo'a (memohon) hanya semata-mata kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak memohon kepada selainNya, baik kepada para nabi atau wali, karena sesungguhnya mereka hanyalah hamba Allah-, niscaya orang-orang segera menentangnya dan menuduhnya dengan berbagai tuduhan dusta. Mungkin mereka akan dituduh wahabi, dengan maksud untuk membendung manusia dari dakwah kepada tauhid.
Jika sang da'i mengetengahkan ayat yang didalamnya terdapat ajakan kepada tauhid, mereka tak segan-segan menuduh dengan me-ngatakan, "Ini ayat wahabi". Manakala sang da'i membawakan hadits:
Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah dan jika kamu mohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah."(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi) 

Maka serta-merta sebagian mereka akan mengatakan, "Itu hadits wahabi." Bila seseorang shalat dengan meletakkan tangan di atas dada, atau menggerakkan jari telunjuknya ketika tasyahud , sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, maka sebagian orang akan mengatakan sebagai orang wahabi.
Kata wahabi seakan menjadi simbol bagi setiap orang yang mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , yang hanya menyembah Tuhan Yang Satu, dan mengikuti sunnah nabiNya. Sesungguhnya wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi). Ia adalah salah satu dari nama-nama Allah Yang Paling Baik. Berarti Dialah yang memberikan kepadanya tauhid, yang merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi orang-orang yang mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala .
Para du'at kepada tauhid hendaknya sabar dan meneladani Rasulullah, yang kepadanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik." (Al-Muzammil: 10) 

"Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka." (Al-Insaan: 24) 

Setiap orang Islam hendaknya menerima dakwah kepada tauhid, serta mencintai pada da'inya. Karena sesungguhnya tauhid adalah dakwah para rasul secara keseluruhan, juga dakwah Rasul kita Muhammad. Maka barangsiapa mencintai Rasul , niscaya dia akan mencintai dakwah kepada tauhid dan barangsiapa membenci kepada dakwah tauhid, maka berarti ia telah membenci Rasulullah 


Disunting dari : Al-Firqotun An-Najiyah oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Sumber : Salafi-DB.4.0

" PERANG ANTARA TAUHID DENGAN SYIRIK "


Perang antara tauhid dengan syirik telah terjadi sejak lama. Sejak zaman Nabi Nuh 'Alaihissallam menyeru kaumnya untuk beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata dan meninggalkan ibadah kepada berhala-berhala.
Nabi Nuh berada di tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun. Beliau menyeru kaumnya kepada tauhid, tetapi peneri-maan mereka sungguh di luar harapan. Secara jelas Al-Qur'an meng-gambarkan penolakan mereka, dalam firmanNya:
"Dan mereka berkata, 'Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghust, ya'uq dan nasr.' Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia)." (Nuh: 23-24)

Tentang tafsir ayat ini, Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas , dia berkata:
Ini adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaumnya agar mereka membuat patung orang-orang shalih tersebut di tempat-tempat duduk mereka, dan agar memberinya nama sesuai dengan nama-nama mereka. Maka mereka pun melakukan perintah setan tersebut. Pada awalnya, patung-patung itu tidak disembah. Tetapi ketika mereka semua sudah binasa dan ilmu telah diangkat, mulailah patung-patung itu disembah.

Selanjutnya datanglah para rasul sesudah Nabi Nuh. Mereka menyeru kaumnya agar beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata, dan agar meninggalkan apa yang mereka sembah selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebab mereka tidak berhak untuk disembah. Renungkanlah Al-Qur'anul Karim yang menceritakan tentang keadaan mereka:
"Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selainNya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepadaNya?." (Al-A'raaf: 65)

"Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shalih. Shalih berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia." (Huud: 61)

"Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata, "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia." (Huud: 84)

"Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku." (Az-Zukhruf: 26-27)

Terhadap dakwah para nabi tersebut, kaum musyrikin merespon-nya dengan penentangan dan pengingkaran terhadap apa yang mereka bawa. Orang-orang musyrik itu memerangi para rasul dengan segala kemampuan yang mereka miliki.
Rasulullah misalnya, sebelum diutus sebagail rasul, beliau terkenal di kalangan orang-orang Arab dengan julukan "ash-shaadiqul amiin" (yang jujur dan dapat dipercaya). Tetapi tatkala beliau mengajak kaumnya menyembah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan mengesakanNya, serta menyeru agar meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyang mereka, serta merta mereka lupa dengan sifat jujur dan amanah beliau. Lalu mereka menghujaninya dengan berbagai julukan buruk. Di antaranya ada yang menjuluki beliau dengan "ahli sihir lagi pendusta". Al-Qur'an mengisahkan penolakan mereka terhadap dakwah tauhid dalam firmanNya:
"Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, 'Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak dusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 4-5)

"Demikianlah tidak ada seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan. "Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas." (Adz-Dzaariyaat: 52-53)

Demikianlah itulah sikap segenap rasul dalam dakwahnya kepada tauhid. Dan sebagaimana gambaran ayat-ayat di atas itulah sikap kaum mereka yang pendusta lagi mengada-mengada.
Pada zaman kita saat ini, jika seorang muslim mengajak sesama saudara muslim lainnya kepada akhlak, kejujuran dan amanah, ia tidak akan menemukan orang yang menentangnya.
Berbeda halnya jika ia mengajak mereka kepada tauhid yang kepadanya para rasul menyeru -yaitu berdo'a (memohon) hanya semata-mata kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak memohon kepada selainNya, baik kepada para nabi atau wali, karena sesungguhnya mereka hanyalah hamba Allah-, niscaya orang-orang segera menentangnya dan menuduhnya dengan berbagai tuduhan dusta. Mungkin mereka akan dituduh wahabi, dengan maksud untuk membendung manusia dari dakwah kepada tauhid.
Jika sang da'i mengetengahkan ayat yang didalamnya terdapat ajakan kepada tauhid, mereka tak segan-segan menuduh dengan me-ngatakan, "Ini ayat wahabi". Manakala sang da'i membawakan hadits:
Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allah dan jika kamu mohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

Maka serta-merta sebagian mereka akan mengatakan, "Itu hadits wahabi." Bila seseorang shalat dengan meletakkan tangan di atas dada, atau menggerakkan jari telunjuknya ketika tasyahud , sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, maka sebagian orang akan mengatakan sebagai orang wahabi.
Kata wahabi seakan menjadi simbol bagi setiap orang yang mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , yang hanya menyembah Tuhan Yang Satu, dan mengikuti sunnah nabiNya. Sesungguhnya wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi). Ia adalah salah satu dari nama-nama Allah Yang Paling Baik. Berarti Dialah yang memberikan kepadanya tauhid, yang merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi orang-orang yang mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala .
Para du'at kepada tauhid hendaknya sabar dan meneladani Rasulullah, yang kepadanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik." (Al-Muzammil: 10)

"Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka." (Al-Insaan: 24)

Setiap orang Islam hendaknya menerima dakwah kepada tauhid, serta mencintai pada da'inya. Karena sesungguhnya tauhid adalah dakwah para rasul secara keseluruhan, juga dakwah Rasul kita Muhammad. Maka barangsiapa mencintai Rasul , niscaya dia akan mencintai dakwah kepada tauhid dan barangsiapa membenci kepada dakwah tauhid, maka berarti ia telah membenci Rasulullah


Disunting dari : Al-Firqotun An-Najiyah oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Sumber : Salafi-DB.4.0

Jumat, 11 Mei 2012

URGENSI TAUHID


Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan segenap alam agar mereka menyembah kepada-Nya. Mengutus para rasul untuk menyeru semua manusia agar mengesakan-Nya. Al-Qur'anul Karim dalam ba-nyak suratnya menekankan tentang arti pentingnya aqidah tauhid. Menjelaskan bahaya syirik atas pribadi dan jama'ah. Dan syirik merupakan penyebab kehancuran di dunia serta keabadian di dalam Neraka.
Semua para rasul memulai dakwah (ajakan)nya kepada tauhid. Hal ini merupakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang harus mereka sampaikan kepada umat manusia. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (Al-Anbiyaa': 25)

Rasulullah tinggal di kota Makkah selama tiga belas tahun. Selama itu, beliau mengajak kaumnya untuk mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , memohon kepadaNya semata, tidak kepada yang lain. Di antara wahyu yang diturunkan kepada beliau saat itu adalah:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun denganNya' (Al-Jin: 20)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendidik para pengikutnya kepada tauhid sejak kecil. Kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas, beliau bersabda,
"Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu me-mohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi) 10.1

Tauhid inilah yang di atasnya didirikan hakikat ajaran Islam. Dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak menerima seseorang yang mempersekutukan-Nya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendidik para sahabatnya agar memulai dakwah kepada umat manusia dengan tauhid. Ketika mengutus Mu'adz ke Yaman sebagai da'i, beliau bersabda:
"Hendaknya yang pertama kali kamu serukan mereka adalah bersaksi, 'Sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah,' Dalam riwayat lain disebutkan, 'Agar mereka mengesakan Allah'." (Muttafaq 'alaih)

Sesungguhnya tauhid tercermin dalam kesaksian bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak disembah selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak ada ibadah yang benar kecuali apa yang di bawa oleh Rasulullah. Kalimat syahadat ini bisa memasukkan orang kafir ke dalam agama Islam, karena ia adalah kunci Surga. Orang yang mengikrarkannya akan masuk Surga selama ia tidak dirusak dengan sesuatu yang bisa membatalkannya, misalnya syirik atau kalimat kufur.
Orang-orang kafir Quraisy pernah menawarkan kepada Rasulullah kekuasaan, harta benda, isteri dan hal lain dari kesenangan dunia, tetapi dengan syarat beliau meninggalkan dakwah kepada tauhid dan tak lagi menyerang berhala-berhala. Rasulullah tidak menerima semua tawaran itu dan tetap terus melanjutkan dakwahnya. Maka tak mengherankan, dengan sikap tegas itu, beliau bersama segenap sahabatnya menghadapi banyak gangguan dan siksaan dalam perjuangan dakwah, sampai datang pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan kemenangan dakwah tauhid. Setelah berlalu masa tiga belas tahun, kota Makkah ditaklukkan, berhala-berhala dihancurkan. Ketika itulah beliau membaca ayat:
"Dan katakanlah yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al-Israa': 81)

Tauhid adalah tugas setiap muslim dalam hidupnya. Seorang muslim memulai hidupnya dengan tauhid. Meninggalkan hidup ini pula dengan tauhid. Tugasnya di dalam hidup adalah berdakwah dan menegakkan tauhid. Tauhid mempersatukan orang-orang beriman, menghimpun mereka dalam satu wadah kalimat tauhid. Kita memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , semoga menjadikan kalimat tauhid sebagai akhir dari ucapan kita di dunia, serta mempersatukan umat Islam dalam satu wadah kalimat tauhid. Amin.

10.1 Keutamaan Tauhid
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)

Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan, "Ketika ayat ini turun, banyak umat Islam yang merasa sedih dan berat. Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku zhalim kepada dirinya sendiri? Lalu Rasulullah menjawab:

"Yang dimaksud bukan (kezhaliman) itu, tetapi syirik. Belumkah kalian mendengar nasihat Luqman kepada puteranya, "Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah (syirik) benar-benar suatu kezhaliman yang besar" 10.2 (Mutafaq Alaih)

Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Orang-orang yang tidak mencampur adukkan antara keimanan dengan syirik. Serta menjauhi segala bentuk perbuatan syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk di dunia.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling utama adalah 'Laa Ilaaha Illallah'dan cabang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan." (HR. Muslim)

10.2 Tauhid Pengantar Bahagia Dan Pelebur Dosa
Dalam kitab Dalilul Muslim fil I'tiqaadi wat Tathhiir karya Syaikh Abdullah Khayyath dijelaskan, "Dengan kemanusiaan dan ke-tidakmaksumannya, setiap manusia berkemungkinan terpeleset, terje-rumus dalam maksiat kepada Allah."
Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dari kotoran-kotoran syirik maka tauhidnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , serta ikhlasnya dalam mengucapkan "Laa ilaaha illallah" menjadi penyebab utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah :
"Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dan kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh daripadaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan Neraka pun benar adanya maka Allah pasti memasukkannya ke dalam Surga, apapun amal yang diperbuatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana terkandung dalam hadits di atas mewajibkan dirinya masuk Surga, tempat segala kenikmatan. Sekalipun dalam sebagian amal perbuatannya terdapat dosa dan maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya Aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula." (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhayya', hadits hasan)

Maknanya, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa dan maksiat yang banyaknya hampir sepenuh bumi, tetapi engkau meninggal dalam keadaan bertauhid, niscaya aku ampuni segala dosa-dosamu itu.
Dalam hadits lain disebutkan:
"Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya akan masuk Neraka." (HR. Muslim)

Hadits-hadits di atas menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting bagi kebahagiaan seorang hamba. Tauhid juga merupakan sarana yang paling agung untuk melebur dosa-dosa dan maksiat.

10.3 Manfaat Tauhid
Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun jama'ah, niscaya akan menghasilkan buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah:

10.3.1 Memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya
Semua makhluk adalah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Mereka tidak kuasa untuk menciptakan, bahkan keberadaan mereka karena diciptakan. Mereka tidak bisa memberi manfaat atau bahaya kepada dirinya sendiri. Tidak mampu mematikan, menghidupkan atau membangkitkan.
Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan kecuali kepada Tuhan yang menciptakan dan membuat dirinya dalam bentuk yang sempurna. Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah dan menghinakan diri. Memerdekakan hidup dari kekuasaan para Fir'aun, pendeta dan dukun yang menuhankan diri atas hamba-hamba Allah Subhanahu Wa Ta'ala .
Karena itu, para pembesar kaum musyrikin dan thaghut-thaghut jahiliyah menentang keras dakwah para nabi, khususnya dakwah Rasulullah. Sebab mereka mengetahui makna laa ilaaha illallah sebagai suatu permakluman umum bagi kemerdekaan manusia. Ia akan menggulingkan para penguasa yang zhalim dan angkuh dari singgasana dustanya, serta meninggikan derajat orang-orang beriman yang tidak bersujud kecuali kepada Tuhan semesta alam.

10.3.2 Membentuk kepribadian yang kokoh
Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yang kokoh. Ia menjadikan hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa. Arah hidupnya jelas, tidak mempercayai Tuhan kecuali hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala . KepadaNya ia menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian orang. Ia berdo'a kepadaNya dalam keadaan sempit atau lapang.
Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menghadap dan menyembah kepada orang hidup, pada saat lain ia menghadap kepada orang yang mati. Sehubungan dengan ini, Nabi Yusuf 'Alaihissallam berkata:
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa?" (Yusuf: 39)?
Orang mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya ridha dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuatNya ridha, sehingga hatinya tenteram. Adapun orang musyrik, ia menyembah tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkannya ke kanan, sedang tuhan lainnya menginginkannya ke kiri. Ia terombang-ambing di antara tuhan-tuhan itu, tidak memiliki prinsip dan ketetapan.

10.3.3 Tauhid sumber keamanan manusia
Sebab tauhid memenuhi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna. Seorang mukmin yang mengesakan Allah hanya takut kepada satu, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Karena itu, ia merasa aman ketika manusia ketakutan, serta merasa tenang ketika mereka kalut. Hal itu diisyaratkan oleh Al-Qur'an dalam firmanNya:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)?

Keamaan ini bersumber dari dalam jiwa, bukan oleh penjaga-penjaga polisi atau pihak keamanan lainnya. Dan keamanan yang dimaksud adalah keamanan dunia. Adapun keamanan akhirat maka lebih besar dan lebih abadi mereka rasakan. Yang demikian itu mereka peroleh, sebab mereka mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala , mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dan tidak mencam-puradukkan tauhid mereka dengan syirik, karena mereka mengetahui, syirik adalah kazhaliman yang besar.

10.3.4 Tauhid sumber kekuatan jiwa
Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya, karena jiwanya penuh harap kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , percaya dan tawakkal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan)Nya, sabar atas musibahNya, serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap dan meminta kepadaNya. Jiwanya kokoh seperti gunung. Bila datang musibah ia segera mengharap kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati. Syi'ar dan semboyannya adalah sabda Rasulullah:
"Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi) 10.3

Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri." (Al-An'am: 17)

10.3.5 Tauhid dasar persaudaraan dan persamaan
Tauhid tidak membolehkan pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba Allah, dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad.

10.4 Musuh-Musuh Tauhid
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh. Yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (Al-An'am: 112)

Di antara hikmah dan kebijaksanaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah menjadikan bagi para nabi dan du'at tauhid musuh-musuh dari jenis setan-setan jin yang membisikkan kesesatan, kejahatan dan kebatilan kepada setan-setan dari jenis manusia. Hal itu untuk menyesatkan dan menghalangi mereka dari tauhid yang merupakan dakwah utama dan pertama para nabi kepada kaumnya.
Sebab tauhid merupakan asas penting yang di atasnya dibangun dakwah Islam. Anehnya, sebagian orang berasumsi, dakwah kepada tauhid hanya akan memecah belah umat. Padahal justru sebaliknya, tauhid akan mempersatukan umat. Sungguh namanya saja (tauhid berarti mengesakan, mempersatukan) menunjukkan hal itu.
Adapun orang-orang musyrik yang mengakui tauhid rububiyah, dan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala pencipta mereka, mereka mengingkari tauhid uluhiyah dalam berdo'a kepada Allah semata, dengan tidak mau meninggalkan berdo'a kepada wali-wali mereka. Kepada Rasulullah yang mengajak mereka mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam ibadah dan do'a, mereka berkata:
"Mengapa dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 5)

Tentang umat-umat terdahulu Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengata-kan, 'Dia itu adalah seorang tukang sihir atau orang gila.' Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas," (Adz-Dzaariyaat: 52-53)

Di antara sifat kaum musyrikin adalah jika mereka mendengar seruan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata, hati mereka menjadi kesal dan melarikan diri, mereka kufur dan mengingkarinya. Tetapi jika mendengar syirik dan seruan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , mereka senang dan berseri-seri. Allah menyifati orang-orang musyrik itu dengan firmanNya:
"Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, dan apabila nama sesembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati." (Az-Zumar: 45)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar," (Ghaafir: 12)

Ayat-ayat di atas meski ditujukan kepada orang-orang kafir, tetapi bisa juga berlaku bagi setiap orang yang memiliki sifat seperti orang-orang kafir. Misalnya mereka yang mendakwahkan dirinya sebagai orang Islam, tetapi memerangi dan memusuhi seruan tauhid, membuat fitnah dusta kepada mereka, bahkan memberi mereka julukan-julukan yang buruk. Hal itu dimaksudkan untuk menghalangi manusia menerima dakwah mereka, serta menjauhkan manusia dari tauhid yang karena itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengutus para rasul.
Termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang jika mendengar do'a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala hatinya tidak khusyu'. Tetapi jika mendengar do'a kepada selain Allah, seperti meminta pertolongan kepada rasul atau para wali, hati mereka menjadi khusyu' dan senang. Sungguh alangkah buruk apa yang mereka kerjakan.

10.5 Sikap Ulama Terhadap Tauhid
Ulama adalah pewaris para nabi, Dan menurut keterangan Al-Qur'an, yang pertama kali diserukan oleh para nabi adalah tauhid, sebagaimana disebutkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam firmanNya:
"Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut," (An-Nahl: 36)

Karena itu wajib bagi setiap ulama untuk memulai dakwahnya sebagaimana para rasul memulai. Yakni pertama kali menyeru manusia kepada mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam segala bentuk peribadatan. Terutama dalam hal do'a, sebagaimana disabdakan Rasulullah :
"Do'a adalah ibadah". (HR. At-Tirmidzi) 10.4

Saat ini kebanyakan umat Islam terjerumus ke dalam perbuatan syirik dan berdo'a (memohon) kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Hal inilah yang menyebabkan kesengsaraan mereka dan umat-umat terdahulu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala membinasakan umat-umat terdahulu karena mereka berdo'a dan beribadah kepada selain Allah, seperti kepada para wali, orang-orang shalih dan sebagainya.
Adapun sikap ulama terhadap tauhid dan dalam memerangi syirik, terdapat beberapa tingkatan:

10.5.1 Tingkatan paling utama
Mereka adalah ulama yang memahami tauhid, memahami arti penting tauhid dan macam-macamnya. Mereka mengetahui syirik dan macam-macamnya. Selanjutnya para ulama itu melaksanakan kewa-jiban mereka: menjelaskan tentang tauhid dan syirik kepada manusia dengan menggunakan hujjah (dalil) dari Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits shahih . Para ulama tersebut, tak jarang -sebagaimana para nabi- dituduh dengan berbagai macam tuduhan bohong, tetapi mereka sabar dan tabah. Syi'ar dan semboyan mereka adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik." (Al-Muzammil: 10)

Dahulu kala, Luqmanul Hakim mewasiatkan kepada putranya, seperti dituturkan dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) menger-jakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman: 17)

10.5.2 Tingkatan kedua
Mereka adalah ulama yang meremehkan dakwah kepada tauhid yang menjadi dasar agama Islam. Mereka merasa cukup mengajak manusia mengerjakan shalat, memberikan penjelasan hukum dan ber-jihad, tanpa berusaha meluruskan aqidah umat Islam. Seakan mereka belum mendengar firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am: 88)

Seandainya mereka dahulu mengajak kepada tauhid sebelum mendakwahkan kepada yang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh para rasul, tentu dakwah mereka akan berhasil dan akan mendapat pertolongan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebagaimana Allah telah memberikan pertolongan kepada para rasul dan nabiNya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nuur: 55)

Karena itu, syarat paling asasi untuk mendapatkan pertolongan Allah adalah tauhid dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

10.5.3 Tingkatan ketiga
Mereka adalah ulama dan du'at yang meninggalkan dakwah kepada tauhid dan memerangi syirik, karena takut ancaman manusia, atau takut kehilangan pekerjaan dan kedudukan mereka. Karena itu menyembunyikan ilmu yang diperintahkan Allah agar mereka sampaikan kepada manusia. Bagi mereka adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159)

Semestinya para du'at adalah sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepadaNya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah," (Al-Ahzab: 39)

Dalam kaitan ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa menyembunyikan ilmu, niscaya Allah akan menge-kangnya dengan kekang dari api Neraka." (HR. Ahmad, hadits shahih)

10.5.4 Tingkatan keempat
Mereka adalah golongan ulama dan para syaikh yang menentang dakwah kepada tauhid dan menentang berdo'a semata-mata kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Mereka menentang seruan kepada peniadaan do'a terhadap selain Allah, dari para nabi, wali dan orang-orang mati. Sebab mereka membolehkan yang demikian.
Mereka menyelewengkan ayat-ayat ancaman berdo'a kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala hanya untuk orang-orang musyrik. Mereka beranggapan, tidak ada satu pun umat Islam yang tergolong musyrik. Seakan-akan mereka belum mendengar firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)

Dan kezhaliman di sini artinya syirik, dengan dalil firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." (Luqman: 13)

Menurut ayat ini, seorang muslim bisa saja terjerumus kepada perbuatan syirik. Hal yang kini kenyataannya banyak terjadi di negara-negara Islam. Kepada orang-orang yang membolehkan berdo'a kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , mengubur mayit di dalam masjid, thawaf mengelilingi kubur, nadzar untuk para wali dan hal-hal lain dari perbuatan bid'ah dan mungkar, kepada mereka Rasulullah memperingatkan:
"Sesungguhnya aku sangat takutkan atas umatku (adanya) pemimpin-pemimpin yang menyesatkan." (Hadits shahih, riwayat At-Tirmidzi)

Salah seorang Syaikh Universitas Al-Azhar terdahulu, pernah ditanya tentang bolehnya shalat atau memohon ke kuburan, kemudian syaikh tersebut berkata, "Mengapa tidak dibolehkan shalat (memohon) ke kubur, padahal Rasulullah di kubur di dalam masjid, dan orang-orang shalat (memohon) ke kuburannya?" Syaikh Al-Azhar menjawab: "Harus diingat, bahwa Rasulullah tidak dikubur di dalam masjidnya, tetapi beliau dikubur di rumah Aisyah. Dan Rasulullah melarang shalat (memohon) ke kuburan. Dan sebagian dari do'a Rasulullah adalah:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat." (HR. Muslim)

Maksudnya, yang tidak aku beritahukan kepada orang lain, dan yang tidak aku amalkan, serta yang tidak menggantikan akhlak-akhlakku yang buruk menjadi baik. Demikian menurut keterangan Al-Manawi.

10.5.5 Tingkatan kelima
Mereka adalah orang-orang yang mengambil ucapan-ucapan guru dan syaikh mereka, dan menta'atinya meskipun dalam maksiat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Mereka adalah orang-orang yang melanggar sabda Rasulullah :
"Tidak (boleh) ta'at (terhadap perintah) yang di dalamnya terda-pat maksiat kepada Allah, sesungguhnya keta'atan itu hanyalah dalam kebajikan." (HR. Al-Bukhari)

Pada hari Kiamat kelak, mereka akan menyesal atas keta'atan mereka itu, hari yang tiada berguna lagi penyesalan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menggambarkan siksaNya terhadap orang-orang kafir dan mereka berjalan di atas jalan kufur, dalam firmanNya:
"Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata, 'Alangkah baiknya, andaikata kami ta'at kepada Allah dan ta'at (pula) kepada Rasul.' Dan mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta'ati pemimpin-pe-mimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (Al-Ahzab: 66-68)

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata,
"Kami mengikuti para pemimpin dan pembesar dari para syaikh dan guru kami, dengan melanggar keta'atan kepada para rasul. Kami mempercayai bahwa mereka memiliki sesuatu, dan berada di atas sesuatu, tetapi kenyata-annya mereka bukanlah apa-apa."

10.1ia berkata hadits hasan shahih
10.2Luqman: 13
10.3ia berkata hadits hasan shahih
10.4ia berkata hadits hasan shahih

Disunting dari : Al-Firqotun An- Najiyah oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Sumber : Salafi-DB.4.0