M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Rabu, 29 Februari 2012

TRADISI SEDEKAH BUMI PERBUATAN YANG DIHARAMKAN DALAM ISLAM


Dalam Portal Cirebon kami membaca sebuah artikel yang mengulas tentang tradisi sedeqah bumi yang diselenggarakan oleh masyarakat secara beramai-ramai di Cirebon. Mengingat sedekah bumi tersebut merupakan sebuah ritual mempersembahkan sesaji kepada sesuatu yang dipercaya dapat memberikan pertolongan dan perlindungan sehingga perbuatan tersebut dikatagorikan sebagai suatu bentuk ibadah, sedangkan yang melakukannya adalah kebanyakan orang-orang muslim, sehingga kami terdorong untuk mengingatkan kepada sesama saudara muslim bahwa perbuatan yang mereka lakukan tersebut bertolak belakang dengan keyakinan seorang muslim yang mentauhidkan Allah.
Sebelum membahas lebih jauh tentang tradisi sedekah bumi ditinjau dari aqidah Islam, maka kami terlebih dahulu menyajikan artikel tentang sedekah bumi di Cirebon yang kami copy paste dari Portal Cirebon.

Seperti halnya ritual-ritual zaman dulu yang selalu berkait erat dengan siklus hidup dan keseharian yang mereka jalani seperti upacara adat menyangkut kelahiran, perkawinan, kematian dan mata pencaharian. Maka, di Cirebon pun ada satu upacara adat yang berkait dengan mata pencaharian mereka yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Untuk para nelayan, mereka rutin menggelar upacara sekaligus pesta rakyat yang disebut nadran, larungan dan sebagainya. Sedangkan bagi para petani mereka biasanya menggelar berbagai upacara dan ritual yang berhubungan dengan tanah yang salah satunya akan Portal Cirebon bahas kali ini yakni sedekah bumi.

Upacara adat sedekah bumi ini berkait erat dengan kepercayaan orang-orang zaman dulu akan adanya dewa-dewa dan mereka percaya bahwa pada tiap-tiap segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup manusia dikuasai dan dijaga oleh dewa-dewa. Dengan keyakinan atas adanya dewa tersebut ditunjukkan dengan penyiapan sesaji di tempat-tempat yang mereka percaya. Dengan begitu mereka berharap terhindar dari malapetaka alam yang murka dan mendapatkan kemudahan mencapai hasil-hasil usahanya.

Kemudian Islam masuk ke wilayah Cirebon. Tapi meskipun tradisi sebelum masuknya Islam ini adalah sebuah ritual untuk menyembah dewa-dewa, Islam tidak serta merta menghapuskan ritual ini dari tengah-tengah masyarakat Cirebon, dan malahan memanfaatkan kearifan lokal ini sebagai media dakwa yang efektif. Pendekatan budaya seperti inilah yang pada kenyataannya memang membuat Islam lebih mudah diterima di kalangan masyarakat Cirebon. Karena menyembah kepada selain Allah merupakan hal yang diharamkan oleh agama Islam, maka sesembahan kepada dewa pada masa pra-Islam tidak dibuang sama sekali, tetapi diubah substansinya. Dalam usaha-usaha mengalihkan keparcayaan itulah terbentuk upacara baru, sedekah bumi. Upacara baru ini pertama kali dilaksanakan pada pemerintahan Kanjeng Susuhan Syekh Syarif Hidayatullah (1482-1568 M), tempatnya di Puser Bumi.

Puser Bumi sendiri merupakan sebutan untuk pusat kegiatan atau pusat pemerintahan Wali Songo. Konon, setelah Sunan Ampel wafat pada tahun 1478 M, pusat pemerintahan atau Puser Bumi yang semula berada di Ampel oleh anggota Wali Songo yang tersisa sepakat dipindahkan ke Cirebon yang tepatnya di Gunung Sembung. Gunung Sembung ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan Astana Gunung Jati.

Tradisi Sedekah Bumi ini pada perjalanannya kemudian dilaksanakan pada bulan ke empat tiap tahunnya mengikuti siklus panen padi di setiap desa yang masuk ke dalam wilayah Cirebon. Pada saat ini yang masih kuat memegang tradisi Sedekah Bumi adalah Desa Astana Gunung Jati. Pelaksananya adalah Ki Penghulu serta Ki Jeneng Astana Gunung Jati berikut para kraman. Pelaksanaannya dimulai dengan Buka Balong dalem yaitu mengambil ikan dari balong milik keraton di beberapa daerah (masih ada di desa Pegagan) oleh Ki Penghulu bersama Ki Jeneng atas restu Sinuhun. Selanjutnya Ki Penghulu bersama Ki Jeneng Ngaturi Pasamon (mengadakan pertemuan) para Prenata dan para pemuka adat lainnya, dalam Pasamon ditetapkan hari pelaksanaan sedekah bumi.

Setelah hari H untuk menggelar upacara Sedekah Bumi itu resmi ditetapkan, maka kemudian disebarkan kepada seluruh penduduk bahwa pada hari yang telah ditentukan itu akan diadakan upacara adat Sedekah Bumi. Melalui para pemuka adat penduduk mengirimkan "Gelondong Pengareng-areng". Gelondong Pengareng-areng adalah penyerahan secara sukarela, sebagai rasa syukur atas keberhasilan yang telah diusahakannya. Biasanya berupa hasil bumi seperti Sura Kapendem (hasil tanaman yang terpendam di tanah seperti ubi kayu, kembili, kentang, dsb). Sura gumantung, yaitu hasil tanaman di atas tanah seperti buah-buahan, sayur mayur, dsb. Hasil ternak seperti Ayam, Itik, Kambing, Kerbau, Sapi, dsb. Juga bagi mereka yang yang berusaha sebagai nelayan, mengirimkan hasil tangkapannya dari laut sebagai rasa syukur dan berbakti kepada kanjeng sinuhun. Penyerahan-penyerahan itu terjadi bukan karena paksaan atau peraturan tertentu, tetapi karena kesadaran penduduk itu sendiri dan kemudian dijadikan hukum adat yang aturan-aturan tidak tertulis.

Upacara adat Sedekah Bumi sendiri dibuka dengan acara Srakalan, pembacaan kidung yang dilakukan oleh pemuka adat. Kemudian acara berikutnya adalah ritual pencungkilan tanah sebagai simbol bahwa mereka mencintai tanah sebagai tempat penghidupan sekaligus juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta yang telah menganugerahi tanah yang subur. Dan menjelang siang, acara dilanjutkan dengan arak-arakan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Araka-arakan ini sendiri berfungsi sebagai ajang pesta rakyat di mana segala lapisan masyarakat ikut berpartisipasi dengan berbagai pertunjukan kesenian yang beragam. Dan seperti lazimnya sebuah pesta rakyat, maka segala jenis pertunjukan kesenian ditampilkan di sini oleh rakyat dan untuk rakyat. Kemudian pada pagi berikutnya barulah dilaksanakan upacara ruwatan sebagai acara inti sekaligus juga sebagai penutup dari seluruh rangkaian upacara Sedekah Bumi.

Tradisi Leluhur Yang Syirik

Dari gambaran tersebut diatas ternyata dewasa ini masih banyak diantara kalangan kaum muslimin, tidak saja di daerah Cirebon tetapi juga di daerah-daerah lainnya di Nusantara ini berkeyakinan bahwa pemberian sesaji dalam ritual pesta sedekah bumi atau sedelah laut merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).
Apa yang dikemukakan berkenaan dengan upacara tahunan sedekah bumi di Cirebon tersebut diatas menggambarkan bahwa masyarakat setempat sepertinya tidak merasa bahwa apa yang mereka lakukan sebenarnya telah melanggar syari’at islam. Mereka melakukan ritual sedekah bumi tersebut tanpa merasa telah berbuat dosa besar yang tidak akan diampuni sebelum mereka bertaubat.

Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme serta dari agama Hindu dan Budha ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/fitrah meyakini adanya penguasa yang maha besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh, berlindung, berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia terus mencari Penguasa yang maha besar? Pada akhirnya ada yang menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-benda kuno dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebut. Pengagungan itu antara lain diekspresikan dalam bentuk sesajen yang tak terlepas dari unsur-unsur berikut: menghinakan diri, rasa takut, berharap, tawakal, do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yang biasa disebut dalam islam sebagai ibadah.
Sesungguhnya seorang muslim telah mempunyai tuntunan syari’at yang bersumber dan al-Qur’;an dan as-Sunnah, yang mewajibkan kepada seluruh hamba Allah hanya tunduk, ta’at dan sujud kepada Allah melalui ibadah yang telah digariskan yang hanya boleh ditujukan kepada Allah yang Maha Esa yang Tidak ada Sekutu bagi-Nya, sehingga apabila seorang muslim masih mempunyai rasa takut kepada selain Allah, meminta pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah yang diwujudkan dengan memberikan persembahan berupa sesaji, maka berarti yang bersangkutan telah menyekutukan ( mensyarikatkan ) Allah dengan selain Dia, ini namanya syirik dan pelakunya disebut sebagai musyrik.
Ritual mempersembahkan tum sesaji kepada makhuk halus/jin yang dianggap sebagai penunggu atau penguasa tempat keramat tertentu adalah kebiasaan syirik (menyekutukan AllahSubhanahu wa Ta’ala dengan makhluk) yang sudah berlangsung turun-temurun di masyarakat. Mereka meyakini makhluk halus tersebut punya kemampuan untuk memberikan kebaikan atau menimpakan malapetaka kepada siapa saja, sehingga dengan mempersembahkan sesajen tersebut mereka berharap dapat meredam kemarahan makhluk halus itu dan agar segala permohonan mereka dipenuhinya.
Kebiasan ini sudah ada sejak zaman Jahiliyah sebelum Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nyashallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan tauhid (peribadatan/penghambaan diri kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala semata) dan memerangi syirik dalam segala bentuknya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Qs. al-Jin: 6).

Artinya, orang-orang di zaman Jahiliyah meminta perlindungan kepada para jin dengan mempersembahkan ibadah dan penghambaan diri kepada para jin tersebut, seperti menyembelih hewan kurban (sebagai tumbal), bernadzar, meminta pertolongan dan lain-lain.
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ، وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا، قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia berfirman), ‘Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia,’ lalu berkatalah teman-teman dekat mereka dari golongan manusia (para dukun dan tukang sihir), ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.’ Allah berfirman, ‘Neraka itulah tempat tinggal kalian, sedang kalian kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain).’ Sesungguhnya Rabb-mu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS al-An’aam:128).

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Jin (syaitan) mendapatkan kesenangan dengan manusia menaatinya, menyembahnya, mengagungkannya dan berlindung kepadanya (berbuat syirik dan kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala). Sedangkan manusia mendapatkan kesenangan dengan dipenuhi dan tercapainya keinginannya dengan sebab bantuan dari para jin untuk memuaskan keinginannya. Maka, orang yang menghambakan diri pada jin, (sebagai imbalannya) jin tersebut akan membantunya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.”[2]

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَجَعَلُواْ لِلّهِ مِمِّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُواْ هَـذَا لِلّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَـذَا لِشُرَكَآئِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَآئِهِمْ فَلاَ يَصِلُ إِلَى اللّهِ وَمَا كَانَ لِلّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَآئِهِمْ سَاء مَا يَحْكُمُونَ

Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami". Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka [508]. Amat buruklah ketetapan mereka itu. ( QS.Al An’am : 136 )
________________________________________
[508] Menurut yang diriwayatkan bahwa hasil tanaman dan binatang ternak yang mereka peruntukkan bagi Allah, mereka pergunakan untuk memberi makanan orang-orang fakir, orang-orang miskin, dan berbagai amal sosial, dan yang diperuntukkan bagi berhala-berhala diberikan kepada penjaga berhala itu. Apa yang disediakan untuk berhala-berhala tidak dapat diberikan kepada fakir miskin, dan amal sosial sedang sebahagian yang disediakan untuk Allah (fakir miskin dan amal sosial) dapat diberikan kepada berhala-berhala itu. Kebiasaan yang seperti ini amat dikutuk Allah.

Keterangan-keterangan diatas menunjukkan bahwa acara ritualis memberikan sesaji ( sesajen ) bertentangan dengan syariat Islam yang murni. Sebab didalamnya mengandung pengagungan, penghambaan, pengharapan, takut yang semestinya hanya diperuntukkan kepada Allah semata. Mudah-mudahan Allah jauhkan kita dari segala bentuk kesyirikan.

Hukum Mempersembahkan Sesaji ( Sesajen ) Untuk Sedekah Bumi

Mengeluarkan sebagian harta dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala[3], adalah suatu bentuk ibadah besar dan agung yang hanya pantas ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam firman-Nya,

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku (kurbanku), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’” (Qs. al-An’aam: 162-163).

Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Maka, dirikanlah shalat karena Rabb-mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan berkurbanlah.” (Qs. al-Kautsar: 2).

Kedua ayat ini menunjukkan agungnya keutamaan ibadah shalat dan berkurban, karena melakukan dua ibadah ini merupakan bukti kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pemurnian agama bagi-Nya semata-mata, serta pendekatan diri kepada-Nya dengan hati, lisan dan anggota badan, juga dengan menyembelih kurban yang merupakan pengorbanan harta yang dicintai jiwa kepada Dzat yang lebih dicintainya, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh karena itu, maka mempersembahkan ibadah ini kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala (baik itu jin, makhluk halus ataupun manusia) dengan tujuan untuk mengagungkan dan mendekatkan diri kepadanya, yang dikenal dengan istilah sesajen sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang dalam ritual sedekah bumi, adalah perbuatan dosa yang sangat besar, bahkan merupakan perbuatan syirik besar yang bisa menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam (menjadi kafir).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang dipersembahkan kepada selain Allah.
” (Qs. al-Baqarah: 173)
.
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Artinya, sembelihan yang dipersembahkan kepada sembahan (selain Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan berhala, yang disebut nama selain-Nya (ketika disembelih), atau diperuntukkan kepada sembahan-sembahan selain-Nya.”
Dalam sebuah hadits shahih, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,:

“Allah melaknat orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya.”


Hadits ini menunjukkan ancaman besar bagi orang yang menyembelih (berkurban) untuk selain-Nya, dengan laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu dijauhkan dari rahmat-Nya. Karena perbuatan ini termasuk dosa yang sangat besar, bahkan termasuk perbuatan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga pelakunya pantas untuk mandapatkan laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dijauhkan dari rahmat-Nya.

Perlu sekali untuk diingatkan dalam hal ini, bahwa faktor utama yang menjadikan besarnya keburukan perbuatan ini, bukanlah semata-mata karena besar atau kecilnya kurban yang dipersembahkan kepada selain-Nya, tetapi karena besarnya pengagungan dan ketakutan dalam hati orang yang mempersembahkan tersebut kepada selain-Nya, yang semua ini merupakan ibadah hati yang agung yang hanya pantas ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata.

Oleh karena itu, meskipun kurban yang dipersembahkan sangat kecil dan remeh, bahkan seekor lalat sekalipun, jika disertai dengan pengagungan dan ketakutan dalam hati kepada selain-Nya, maka ini juga termasuk perbuatan syirik besar.

Dalam sebuah atsar dari sahabat Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu beliau berkata, “Ada orang yang masuk surga karena seekor lalat dan ada yang masuk neraka karena seekor lalat, ada dua orang yang melewati (daerah) suatu kaum yang sedang bersemedi (menyembah) berhala mereka dan mereka mengatakan, ‘Tidak ada seorangpun yang boleh melewati (daerah) kita hari ini kecuali setelah dia mempersembahkan sesuatu (sebagai kurban/tumbal untuk berhala kita).’ Maka, mereka berkata kepada orang yang pertama, ‘Kurbankanlah sesuatu (untuk berhala kami)!’ Tapi, orang itu enggan –dalam riwayat lain: orang itu berkata, ‘Aku tidak akan berkurban kepada siapapun selain Allah Subhanahu wa Ta’ala’–, maka diapun dibunuh (kemudian dia masuk surga). Lalu, mereka berkata kepada orang yang kedua, ‘Kurbankanlah sesuatu (untuk berhala kami)!’, -dalam riwayat lain: orang itu berkata, ‘Aku tidak mempenyai sesuatu untuk dikurbankan.’ Maka mereka berkata lagi, ‘Kurbankanlah sesuatu meskipun (hanya) seekor lalat!’, orang itu berkata (dengan meremehkan), ‘Apalah artinya seekor lalat,’, lalu diapun berkurban dengan seekor lalat, –dalam riwayat lain: maka merekapun mengizinkannya lewat– kemudian (di akhirat) dia masuk neraka.’”

Hukum Berpartisipasi dan Membantu dalam Acara Sedekah Bumi

Setelah kita mengetahui bahwa melakukan ritual jahiliyyah ini adalah dosa yang sangat besar, bahkan termasuk perbuatan syirik kepada Allah, yang berarti terkena ancaman dalam firman-Nya,

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni (dosa) perbuatan syirik (menyekutukan-Nya), dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang sangat besar.” (Qs an-Nisaa’: 48).

Maka sejalan dengan itu bagi orang-orang yang ikut berpartisipasi dan membantu terselenggaranya acara ritual pemberian sesaji pada sedekah laut atau sedekah bumi dalam segala bentuknya, adalah termasuk dosa yang sangat besar, karena termasuk tolong-menolong dalam perbuatan maksiat yang sangat besar kepada Allah, yaitu perbuatan syirik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Qs. al-Maaidah: 2).

Imam Ibnu Katsir berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk saling tolong-menolong dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik, yang ini adalah al-birr (kebajikan), dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mungkar, yang ini adalah ketakwaan, serta melarang mereka dari (perbuatan) saling membantu dalam kebatilan dan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan maksiat.”

Dan dalam hadits shahih tentang haramnya perbuatan riba dan haramnya ikut membantu serta mendukung perbuatan ini, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang memakan riba, orang yang mengusahakannya, orang yang menulis (transaksinya), dan dua orang yang menjadi saksinya, mereka semua sama (dalam perbuatan dosa).” Imam an-Nawawi berkata, “Dalam hadits ini (terdapat dalil yang menunjukkan) diharamkannya menolong/mendukung (terselenggaranya perbuatan) batil (maksiat).”

Islam Adalah Agama Tauhid Menghapus Syirik.

Tauhid menurut ulama salafus shalih (dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang muslim.
Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah penting,seorang muslim wajib meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat merupakan syarat diterimanya amal perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah.
Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang keagungan tauhid sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah subahanahu
Wa Ta'aalaa:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). ( QS. An Nahl : 36 )
Firman Allah subhanahu wa ta’ala
:

اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهًا وَاحِدًا لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS.At Taubah : 31 )

Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quraan) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. ( QS. Az-Zumar : 2-3 )
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus [dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus ( QS. Al Bayyinah : 98 ).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa serta taat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini; fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain penyebabnya adalah menyelisihi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya" (Majmu' Fatawa 15/25)
Karena kenyataannya demikian dan pengaruhnya-pengaruhnya yang terpuji ini, maka syetan adalah makhluk yang paling cepat (dalam usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Syetan lakukan hal ini siang malam dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil.
Jika syetan tidak berhasil (menjerumuskan ke dalam) syirik akbar, syetan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan ke dalam syirik dalam berbagai kehendak dan lafadz (yang diucapkan manusia). Jika masih juga tidak berhasil maka ia akan menjerumuskan ke dalam berbagai bid'ah dan khurafat. (Al Istighatsah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hal 293, lihat Muqaddimah Fathul Majiid tahqiq DR Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Furayaan, hal 4)
Tauhid Rububiyah adalah beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. ( QS. Az-Zumar : 62 )

Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah :
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَل لَّا يُوقِنُونَ
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).(QS.Ath-Thuur : 35-36 )
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rasulullah shalallahu’alahi wa sallam mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Allah, :
قُلْ مَن رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
قُلْ مَن بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).
Tauhid Uluhiyah/Ibadah ialah Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. Sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah subhanahu wa ta’ala

شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran: 18).

Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu . Allah azza wa jalla berfirman :
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. ( QS. Shaad : 5 )

Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
Islam yang dibawa oleh Rasululluh shalallahu’alaihi wa sallam datang untuk menegakkan tauhid dan menghapus semua praktek-praktek jahiliyah dalam beraqidah, karena perilaku masyarakat jahiliyah dalam beraqidah lebih bersifat syirik,
\
Berkaitan dengan itu maka untuk tegaknya tauhid wajib bagi setiap muslim untuk mengingkari dan meninggalkan kebiasaan memberikan sesaji ( sesajen ) sebagaimana kelaziman yang banyak dilakukan orang-orang. Tidaklah sepatutnya seorang muslim untuk melestarikan tradisi warisan leluhur yang syirik dan bertentangan dengan aqidah.
( Wallaahu’alam bish-shawab)

Sumber :
1.Al-Qur’an dan Terjemah, software Salafi-DB
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, software LidwaPusaka
3.Artikel ://www.darussalaf.or.i
4.Artikel ://www.muslim.or.id
5.Artikel ://www.portal Cirebon.

Diselesaikan ba’da ashar, Arba , 6 Rabbi’ul Akhir 1433 H/ 29 Pebruari 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar