Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan segenap alam agar
mereka menyembah kepada-Nya. Mengutus para rasul untuk menyeru semua
manusia agar mengesakan-Nya. Al-Qur'anul Karim dalam ba-nyak
suratnya menekankan tentang arti pentingnya aqidah tauhid.
Menjelaskan bahaya syirik atas pribadi dan jama'ah. Dan syirik
merupakan penyebab kehancuran di dunia serta keabadian di dalam
Neraka.
Semua para rasul memulai dakwah (ajakan)nya kepada tauhid. Hal ini
merupakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang harus mereka
sampaikan kepada umat manusia. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan
Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (Al-Anbiyaa':
25) Rasulullah tinggal di kota Makkah selama tiga
belas tahun. Selama itu, beliau mengajak kaumnya untuk mengesakan
Allah Subhanahu Wa Ta'ala , memohon kepadaNya semata, tidak kepada
yang lain. Di antara wahyu yang diturunkan kepada beliau saat itu
adalah:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku
tidak mempersekutukan sesuatu pun denganNya' (Al-Jin: 20) Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mendidik para pengikutnya kepada
tauhid sejak kecil. Kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas, beliau
bersabda,
"Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu me-mohon
pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR.
At-Tirmidzi) 10.1 Tauhid
inilah yang di atasnya didirikan hakikat ajaran Islam. Dan Allah
Subhanahu Wa Ta'ala tidak menerima seseorang yang
mempersekutukan-Nya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendidik para sahabatnya
agar memulai dakwah kepada umat manusia dengan tauhid. Ketika
mengutus Mu'adz ke Yaman sebagai da'i, beliau bersabda:
"Hendaknya yang pertama kali kamu serukan mereka adalah bersaksi,
'Sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah,'
Dalam riwayat lain disebutkan, 'Agar mereka mengesakan Allah'." (Muttafaq
'alaih) Sesungguhnya tauhid tercermin dalam
kesaksian bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak
disembah selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan tidak ada ibadah yang
benar kecuali apa yang di bawa oleh Rasulullah. Kalimat syahadat ini
bisa memasukkan orang kafir ke dalam agama Islam, karena ia adalah
kunci Surga. Orang yang mengikrarkannya akan masuk Surga selama ia
tidak dirusak dengan sesuatu yang bisa membatalkannya, misalnya
syirik atau kalimat kufur.
Orang-orang kafir Quraisy pernah menawarkan kepada Rasulullah
kekuasaan, harta benda, isteri dan hal lain dari kesenangan dunia,
tetapi dengan syarat beliau meninggalkan dakwah kepada tauhid dan
tak lagi menyerang berhala-berhala. Rasulullah tidak menerima semua
tawaran itu dan tetap terus melanjutkan dakwahnya. Maka tak
mengherankan, dengan sikap tegas itu, beliau bersama segenap
sahabatnya menghadapi banyak gangguan dan siksaan dalam perjuangan
dakwah, sampai datang pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan
kemenangan dakwah tauhid. Setelah berlalu masa tiga belas tahun,
kota Makkah ditaklukkan, berhala-berhala dihancurkan. Ketika itulah
beliau membaca ayat:
"Dan katakanlah yang benar telah datang dan yang batil telah
lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap." (Al-Israa': 81) Tauhid adalah tugas
setiap muslim dalam hidupnya. Seorang muslim memulai hidupnya dengan
tauhid. Meninggalkan hidup ini pula dengan tauhid. Tugasnya di dalam
hidup adalah berdakwah dan menegakkan tauhid. Tauhid mempersatukan
orang-orang beriman, menghimpun mereka dalam satu wadah kalimat
tauhid. Kita memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , semoga
menjadikan kalimat tauhid sebagai akhir dari ucapan kita di dunia,
serta mempersatukan umat Islam dalam satu wadah kalimat tauhid. Amin.
10.1 Keutamaan Tauhid
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am:
82) Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan, "Ketika
ayat ini turun, banyak umat Islam yang merasa sedih dan berat.
Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku zhalim kepada
dirinya sendiri? Lalu Rasulullah menjawab: "Yang
dimaksud bukan (kezhaliman) itu, tetapi syirik. Belumkah kalian
mendengar nasihat Luqman kepada puteranya, "Wahai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah
(syirik) benar-benar suatu kezhaliman yang besar" 10.2
(Mutafaq Alaih) Ayat ini memberi kabar gembira
kepada orang-orang beriman yang mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala
. Orang-orang yang tidak mencampur adukkan antara keimanan dengan
syirik. Serta menjauhi segala bentuk perbuatan syirik. Sungguh
mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksaan Allah
Subhanahu Wa Ta'ala di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk di dunia.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling
utama adalah 'Laa Ilaaha Illallah'dan cabang paling rendah adalah
menyingkirkan kotoran dari jalan." (HR. Muslim)
10.2 Tauhid Pengantar Bahagia Dan Pelebur Dosa
Dalam kitab
Dalilul Muslim fil I'tiqaadi wat Tathhiir karya
Syaikh Abdullah Khayyath dijelaskan, "Dengan kemanusiaan dan
ke-tidakmaksumannya, setiap manusia berkemungkinan terpeleset,
terje-rumus dalam maksiat kepada Allah."
Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dari kotoran-kotoran
syirik maka tauhidnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , serta
ikhlasnya dalam mengucapkan "Laa ilaaha illallah" menjadi penyebab
utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi
penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana dijelaskan dalam
sabda Rasulullah :
"Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad
adalah hamba dan utusanNya, dan kalimatNya yang disampaikanNya
kepada Maryam serta ruh daripadaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga
adalah benar adanya dan Neraka pun benar adanya maka Allah pasti
memasukkannya ke dalam Surga, apapun amal yang diperbuatnya." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim) Maksudnya, segenap persaksian
yang dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana terkandung dalam
hadits di atas mewajibkan dirinya masuk Surga, tempat segala
kenikmatan. Sekalipun dalam sebagian amal perbuatannya terdapat dosa
dan maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi,
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa
sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak
menyekutukanKu sedikitpun, niscaya Aku berikan kepadamu ampunan
sepenuh bumi pula." (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhayya', hadits
hasan) Maknanya, seandainya engkau datang kepadaKu
dengan dosa dan maksiat yang banyaknya hampir sepenuh bumi, tetapi
engkau meninggal dalam keadaan bertauhid, niscaya aku ampuni segala
dosa-dosamu itu.
Dalam hadits lain disebutkan:
"Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik
kepada Allah sedikit pun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa
meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya
akan masuk Neraka." (HR. Muslim) Hadits-hadits
di atas menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor
terpenting bagi kebahagiaan seorang hamba. Tauhid juga merupakan
sarana yang paling agung untuk melebur dosa-dosa dan maksiat.
10.3 Manfaat Tauhid
Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik
secara pribadi maupun jama'ah, niscaya akan menghasilkan buah yang
amat manis. Di antara buah yang didapat adalah:
10.3.1 Memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada
selain Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya
Semua makhluk adalah ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Mereka
tidak kuasa untuk menciptakan, bahkan keberadaan mereka karena
diciptakan. Mereka tidak bisa memberi manfaat atau bahaya kepada
dirinya sendiri. Tidak mampu mematikan, menghidupkan atau
membangkitkan.
Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan
kecuali kepada Tuhan yang menciptakan dan membuat dirinya dalam
bentuk yang sempurna. Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah dan
menghinakan diri. Memerdekakan hidup dari kekuasaan para Fir'aun,
pendeta dan dukun yang menuhankan diri atas hamba-hamba Allah
Subhanahu Wa Ta'ala .
Karena itu, para pembesar kaum musyrikin dan thaghut-thaghut
jahiliyah menentang keras dakwah para nabi, khususnya dakwah
Rasulullah. Sebab mereka mengetahui makna laa ilaaha illallah
sebagai suatu permakluman umum bagi kemerdekaan manusia. Ia akan
menggulingkan para penguasa yang zhalim dan angkuh dari singgasana
dustanya, serta meninggikan derajat orang-orang beriman yang tidak
bersujud kecuali kepada Tuhan semesta alam.
10.3.2 Membentuk kepribadian yang kokoh
Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yang kokoh. Ia
menjadikan hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa.
Arah hidupnya jelas, tidak mempercayai Tuhan kecuali hanya kepada
Allah Subhanahu Wa Ta'ala . KepadaNya ia menghadap, baik dalam
kesendirian atau ditengah keramaian orang. Ia berdo'a kepadaNya
dalam keadaan sempit atau lapang.
Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk
tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menghadap dan
menyembah kepada orang hidup, pada saat lain ia menghadap kepada
orang yang mati. Sehubungan dengan ini, Nabi Yusuf 'Alaihissallam
berkata:
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik tuhan-tuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi
Mahaperkasa?"
(Yusuf: 39)?
Orang mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya
ridha dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuatNya ridha,
sehingga hatinya tenteram. Adapun orang musyrik, ia menyembah
tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkannya ke kanan, sedang
tuhan lainnya menginginkannya ke kiri. Ia terombang-ambing di antara
tuhan-tuhan itu, tidak memiliki prinsip dan ketetapan.
10.3.3 Tauhid sumber keamanan manusia
Sebab tauhid memenuhi hati para ahlinya dengan keamanan dan
ketenangan. Tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala . Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap
rizki, jiwa dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian
dan lainnya menjadi sirna. Seorang mukmin yang mengesakan Allah
hanya takut kepada satu, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Karena
itu, ia merasa aman ketika manusia ketakutan, serta merasa tenang
ketika mereka kalut. Hal itu diisyaratkan oleh Al-Qur'an dalam
firmanNya:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am:
82)? Keamaan ini bersumber dari dalam jiwa, bukan
oleh penjaga-penjaga polisi atau pihak keamanan lainnya. Dan
keamanan yang dimaksud adalah keamanan dunia. Adapun keamanan
akhirat maka lebih besar dan lebih abadi mereka rasakan. Yang
demikian itu mereka peroleh, sebab mereka mengesakan Allah Subhanahu
Wa Ta'ala , mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dan tidak
mencam-puradukkan tauhid mereka dengan syirik, karena mereka
mengetahui, syirik adalah kazhaliman yang besar.
10.3.4 Tauhid sumber kekuatan jiwa
Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya, karena jiwanya
penuh harap kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala , percaya dan tawakkal
kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan)Nya, sabar atas musibahNya,
serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya
menghadap dan meminta kepadaNya. Jiwanya kokoh seperti gunung. Bila
datang musibah ia segera mengharap kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala
agar dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati.
Syi'ar dan semboyannya adalah sabda Rasulullah:
"Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu
memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR.
At-Tirmidzi) 10.3 Dan
firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang
menghilangkannya melainkan Dia sendiri." (Al-An'am: 17)
10.3.5 Tauhid dasar persaudaraan dan persamaan
Tauhid tidak membolehkan pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain
Allah Subhanahu Wa Ta'ala di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan
hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala satu-satunya dan semua manusia
wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba Allah, dan
yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad.
10.4 Musuh-Musuh Tauhid
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh.
Yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin.
Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain
perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (Al-An'am:
112) Di antara hikmah dan kebijaksanaan Allah
Subhanahu Wa Ta'ala adalah menjadikan bagi para nabi dan du'at
tauhid musuh-musuh dari jenis setan-setan jin yang membisikkan
kesesatan, kejahatan dan kebatilan kepada setan-setan dari jenis
manusia. Hal itu untuk menyesatkan dan menghalangi mereka dari
tauhid yang merupakan dakwah utama dan pertama para nabi kepada
kaumnya.
Sebab tauhid merupakan asas penting yang di atasnya dibangun dakwah
Islam. Anehnya, sebagian orang berasumsi, dakwah kepada tauhid hanya
akan memecah belah umat. Padahal justru sebaliknya, tauhid akan
mempersatukan umat. Sungguh namanya saja (tauhid berarti mengesakan,
mempersatukan) menunjukkan hal itu.
Adapun orang-orang musyrik yang mengakui tauhid rububiyah, dan bahwa
Allah Subhanahu Wa Ta'ala pencipta mereka, mereka mengingkari tauhid
uluhiyah dalam berdo'a kepada Allah semata, dengan tidak mau
meninggalkan berdo'a kepada wali-wali mereka. Kepada Rasulullah yang
mengajak mereka mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam ibadah
dan do'a, mereka berkata:
"Mengapa dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad:
5) Tentang umat-umat terdahulu Allah Subhanahu Wa
Ta'ala berfirman:
"Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada
orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengata-kan, 'Dia
itu adalah seorang tukang sihir atau orang gila.' Apakah mereka
saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka
adalah kaum yang melampaui batas," (Adz-Dzaariyaat: 52-53)
Di antara sifat kaum musyrikin adalah jika mereka
mendengar seruan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata, hati
mereka menjadi kesal dan melarikan diri, mereka kufur dan
mengingkarinya. Tetapi jika mendengar syirik dan seruan kepada
selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala , mereka senang dan berseri-seri.
Allah menyifati orang-orang musyrik itu dengan firmanNya:
"Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati
orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, dan apabila
nama sesembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka
bergirang hati." (Az-Zumar: 45) Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja
yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka
putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi
Mahabesar," (Ghaafir: 12) Ayat-ayat di atas
meski ditujukan kepada orang-orang kafir, tetapi bisa juga berlaku
bagi setiap orang yang memiliki sifat seperti orang-orang kafir.
Misalnya mereka yang mendakwahkan dirinya sebagai orang Islam,
tetapi memerangi dan memusuhi seruan tauhid, membuat fitnah dusta
kepada mereka, bahkan memberi mereka julukan-julukan yang buruk. Hal
itu dimaksudkan untuk menghalangi manusia menerima dakwah mereka,
serta menjauhkan manusia dari tauhid yang karena itu Allah Subhanahu
Wa Ta'ala mengutus para rasul.
Termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang jika mendengar
do'a kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala hatinya tidak khusyu'. Tetapi
jika mendengar do'a kepada selain Allah, seperti meminta pertolongan
kepada rasul atau para wali, hati mereka menjadi khusyu' dan senang.
Sungguh alangkah buruk apa yang mereka kerjakan.
10.5 Sikap Ulama Terhadap Tauhid
Ulama adalah pewaris para nabi, Dan menurut keterangan Al-Qur'an,
yang pertama kali diserukan oleh para nabi adalah tauhid,
sebagaimana disebutkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam firmanNya:
"Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut," (An-Nahl:
36) Karena itu wajib bagi setiap ulama untuk memulai
dakwahnya sebagaimana para rasul memulai. Yakni pertama kali menyeru
manusia kepada mengesakan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam segala
bentuk peribadatan. Terutama dalam hal do'a, sebagaimana disabdakan
Rasulullah :
"Do'a adalah ibadah". (HR. At-Tirmidzi) 10.4
Saat ini kebanyakan umat Islam terjerumus ke dalam
perbuatan syirik dan berdo'a (memohon) kepada selain Allah Subhanahu
Wa Ta'ala . Hal inilah yang menyebabkan kesengsaraan mereka dan
umat-umat terdahulu. Allah Subhanahu Wa Ta'ala membinasakan
umat-umat terdahulu karena mereka berdo'a dan beribadah kepada
selain Allah, seperti kepada para wali, orang-orang shalih dan
sebagainya.
Adapun sikap ulama terhadap tauhid dan dalam memerangi syirik,
terdapat beberapa tingkatan:
10.5.1 Tingkatan paling utama
Mereka adalah ulama yang memahami tauhid, memahami arti penting
tauhid dan macam-macamnya. Mereka mengetahui syirik dan
macam-macamnya. Selanjutnya para ulama itu melaksanakan kewa-jiban
mereka: menjelaskan tentang tauhid dan syirik kepada manusia dengan
menggunakan hujjah (dalil) dari Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits
shahih . Para ulama tersebut, tak jarang -sebagaimana para nabi-
dituduh dengan berbagai macam tuduhan bohong, tetapi mereka sabar
dan tabah. Syi'ar dan semboyan mereka adalah firman Allah Subhanahu
Wa Ta'ala :
"Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah
mereka dengan cara yang baik." (Al-Muzammil: 10) Dahulu
kala, Luqmanul Hakim mewasiatkan kepada putranya, seperti dituturkan
dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
menger-jakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya
yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman:
17)
10.5.2 Tingkatan kedua
Mereka adalah ulama yang meremehkan dakwah kepada tauhid yang
menjadi dasar agama Islam. Mereka merasa cukup mengajak manusia
mengerjakan shalat, memberikan penjelasan hukum dan ber-jihad, tanpa
berusaha meluruskan aqidah umat Islam. Seakan mereka belum mendengar
firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari
mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am: 88)
Seandainya mereka dahulu mengajak kepada tauhid sebelum
mendakwahkan kepada yang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh para
rasul, tentu dakwah mereka akan berhasil dan akan mendapat
pertolongan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala , sebagaimana Allah telah
memberikan pertolongan kepada para rasul dan nabiNya. Allah
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana
Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka
tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik." (An-Nuur: 55) Karena
itu, syarat paling asasi untuk mendapatkan pertolongan Allah adalah
tauhid dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
10.5.3 Tingkatan ketiga
Mereka adalah ulama dan du'at yang meninggalkan dakwah kepada tauhid
dan memerangi syirik, karena takut ancaman manusia, atau takut
kehilangan pekerjaan dan kedudukan mereka. Karena itu menyembunyikan
ilmu yang diperintahkan Allah agar mereka sampaikan kepada manusia.
Bagi mereka adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati." (Al-Baqarah: 159) Semestinya
para du'at adalah sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah,
mereka takut kepadaNya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang
(pun) selain kepada Allah," (Al-Ahzab: 39) Dalam
kaitan ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa menyembunyikan ilmu, niscaya Allah akan
menge-kangnya dengan kekang dari api Neraka." (HR. Ahmad,
hadits shahih)
10.5.4 Tingkatan keempat
Mereka adalah golongan ulama dan para syaikh yang menentang dakwah
kepada tauhid dan menentang berdo'a semata-mata kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala . Mereka menentang seruan kepada peniadaan do'a
terhadap selain Allah, dari para nabi, wali dan orang-orang mati.
Sebab mereka membolehkan yang demikian.
Mereka menyelewengkan ayat-ayat ancaman berdo'a kepada selain Allah
Subhanahu Wa Ta'ala hanya untuk orang-orang musyrik. Mereka
beranggapan, tidak ada satu pun umat Islam yang tergolong musyrik.
Seakan-akan mereka belum mendengar firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am:
82) Dan kezhaliman di sini artinya syirik, dengan
dalil firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezhaliman yang besar." (Luqman: 13) Menurut
ayat ini, seorang muslim bisa saja terjerumus kepada perbuatan
syirik. Hal yang kini kenyataannya banyak terjadi di negara-negara
Islam. Kepada orang-orang yang membolehkan berdo'a kepada selain
Allah Subhanahu Wa Ta'ala , mengubur mayit di dalam masjid, thawaf
mengelilingi kubur, nadzar untuk para wali dan hal-hal lain dari
perbuatan bid'ah dan mungkar, kepada mereka Rasulullah
memperingatkan:
"Sesungguhnya aku sangat takutkan atas umatku (adanya)
pemimpin-pemimpin yang menyesatkan." (Hadits shahih, riwayat
At-Tirmidzi) Salah seorang Syaikh Universitas
Al-Azhar terdahulu, pernah ditanya tentang bolehnya shalat atau
memohon ke kuburan, kemudian syaikh tersebut berkata, "Mengapa tidak
dibolehkan shalat (memohon) ke kubur, padahal Rasulullah di kubur di
dalam masjid, dan orang-orang shalat (memohon) ke kuburannya?"
Syaikh Al-Azhar menjawab: "Harus diingat, bahwa Rasulullah tidak
dikubur di dalam masjidnya, tetapi beliau dikubur di rumah Aisyah.
Dan Rasulullah melarang shalat (memohon) ke kuburan. Dan sebagian
dari do'a Rasulullah adalah:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang
tidak bermanfaat." (HR. Muslim) Maksudnya,
yang tidak aku beritahukan kepada orang lain, dan yang tidak aku
amalkan, serta yang tidak menggantikan akhlak-akhlakku yang buruk
menjadi baik. Demikian menurut keterangan Al-Manawi.
10.5.5 Tingkatan kelima
Mereka adalah orang-orang yang mengambil ucapan-ucapan guru dan
syaikh mereka, dan menta'atinya meskipun dalam maksiat kepada Allah
Subhanahu Wa Ta'ala . Mereka adalah orang-orang yang melanggar sabda
Rasulullah :
"Tidak (boleh) ta'at (terhadap perintah) yang di dalamnya
terda-pat maksiat kepada Allah, sesungguhnya keta'atan itu hanyalah
dalam kebajikan." (HR. Al-Bukhari) Pada hari
Kiamat kelak, mereka akan menyesal atas keta'atan mereka itu, hari
yang tiada berguna lagi penyesalan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala
menggambarkan siksaNya terhadap orang-orang kafir dan mereka
berjalan di atas jalan kufur, dalam firmanNya:
"Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka,
mereka berkata, 'Alangkah baiknya, andaikata kami ta'at kepada Allah
dan ta'at (pula) kepada Rasul.' Dan mereka berkata, 'Ya Tuhan kami,
sesungguhnya kami telah menta'ati pemimpin-pe-mimpin dan
pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan
(yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua
kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (Al-Ahzab:
66-68) Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini
berkata,
"Kami mengikuti para pemimpin dan pembesar dari para syaikh dan
guru kami, dengan melanggar keta'atan kepada para rasul. Kami
mempercayai bahwa mereka memiliki sesuatu, dan berada di atas
sesuatu, tetapi kenyata-annya mereka bukanlah apa-apa."