M U K A D D I M A H
M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.
Sabtu, 24 September 2011
" MISKIN DI DUNIA SENGSARA DI AKHIRAT '
By : Musni Japrie.
Sudah kita maklumi bersama bahwa negeri kita yang kaya raya ini termasuk negara yang rakyatnya sebagian besar -masih miskin. Di mana-mana, tidak hanya di desa-desa tetapi di kota-kota diseantero tempat dijumpai orang-orang yang hidupnya melarat, hidup di perumahan yang sederhana bahkan dalam gubuk-gubuk reyot. Adapula yang tidur di bawah kolong jembatan , diemperan toko atau dalam gubuk-gubuk darurat untuk sekedar tempat berteduh di malam hari dari dinginnya malam.
Untuk dapat bertahan hidup secara apa adanya para kaum dhuafa tersebut terpaksa harus bekerja keras menjual tenaga mereka dengan beragam usaha dengan pendapatan jauh dari mencukupi. Mereka-mereka itu ada yang menjadi kuli pelabuhan, kuli bangunan, pedagang asongan, pengamen jalanan, pemulung, penyamu jalanan, tukang sampah, buruh tani serta banyak lagi ragam pekerjaan non formal lainnya. Mereka bekerja tidak mengenal waktu dari subuh bahkan ada yang sejak dinihari hingga malam hari bekerja keras tanpa mengenal lelah dan tanpa istirahat kecuali saat hendak tidur .
Karena kesibukannya mengais rezeki sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi dirinya dan keluarganya yang menyita waktu seharian penuh disiang hari menjual tenaga maka tinggalah malam hari kelelahan yang mereka dapatkan, sehingga banyak diantara mereka yang tidak sempat lagi untuk menjalankan kewajiban agamanya sebagai perwujudan dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya melalui ibadah sholat fardhu apatah lagi sholat sunahnya. Begitu pula kewajiban lainnya seperti berpuasa wajib dalam bulan Ramadhan setahun sekali terpaksa dibaikan atas dalih tidak mampu melakukannya karena harus bekerja keras seharian suntuk yang memerlukan tenaga ekstra. Padahal mereka tahu bahwa manusia itu diciptakan tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana yang difirman Allah Subhanahu Ta’ala :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah : 21 ).
Kemiskinan yang menimpa sebagian orang ternyata juga memberikan dampak munculnya tindakan-tindakan kemaksiatan lain dengan dalih untuk menutupi kebutuhan hidup seperti adanya orang-orang yang menjadi pencopet, pencuri, merampok dan bahkah melakukan tindakan penganiayaan serta kekerasan hingga membunuh untuk dapat merebut harta orang. Lebih ironis lagi dengan berdalihkan untuk menutupi kebutuhan hidup yang serba kekurangan banyak pula wanita yang menjadi wanita pelayan dan penghibur di café-café dan tempat hiburan malam lainnya dan tidak kurang pula banyak wanita-wanita yang terpaksa harus menjual dirinya melakukan perzinahan sebagai profesinya. Sungguh banyak orang yang telah melakukan perbuatan maksiat dengan dalih karena kemiskinan hidup mereka.
Sesungguhnya kehidupan seseorang hamba ini sudah merupakan suratan takdir yang sudah tertulis 50.000 tahun sebelum diciptakannya dunia ini, dimana kehidupan seseorang sengsara ataukah bahagia adalah bagian dari ketetapan-Nya. Dengan ketetapan tersebut baik si miskin maupun si kaya mendapatkan kewajiban yang tidak berbeda untuk taat dan taqwa kepada Allah yang telah meniciptakannya. Karena Allah Ta’ala tidak memandang dari segi kedudukan, seseorang miskin atau kaya, orang bermatabat atau rakyat jelata, tetapi Allah melihatnya dari ketaqwaan seseorang. Orang yang paling taqwa mempunyai nilai lebih di mata Allah.
Sebenarnya orang-orang miskin di akhirat kelak saat memasuki pintuk surga akan didahulukan dari orang-oramng kaya sebagaimana hadits dari Usamah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Saya berdiri di pintu syurga, tiba-tiba - saya lihat - kebanyakan orang yang memasukinya itu adalah orang-orang miskin, sedang orang-orang yang mempunyai kekayaan masih tertahan - belum lagi diizinkan untuk masuk syurga. Tetapi para ahli neraka sudah semua diperintahkan untuk masuk neraka. Saya juga berdiri di pintu neraka, tiba-tiba -saya lihat -kebanyakan para ahli neraka itu adalah kaum wanita." (Muttafaq 'alaih)
Namun bukan berarti bahwa seluruh orang-orang miskin yang memperoleh surga dan diberikan prioritas memasuki surga. Tentunya yang dimaksudkan dari sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam diperuntukkan bagi orang-orang miskin yang bertaqwa, sedangkan bagi orang-orang yang miskin yang melalaikan ketaatan dan ketaqwaannya akan mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Sementara ini banyak orang-orang miskin yang meninggalkan ketaatan dan ketaqwaannya kepada Allah Subhanahu Ta’ala menggunakan dalih kemiskinan mereka yang memaksanya untuk tidak mepunyai kesempatan melakukan kewajiban-kewajiban agama karena kesibukan mencara nafkah. Sebenarnya apabila mereka benar-benar menyadari pentingnya melaksanakan ibadah sebagai bentuk pengabdian kepada Allah, maka menyediakan waktu sesaat apabila tiba waktu panggilan sholat tidaklah mengganggu kesempatannya mengais rezeki. Lemahnya iman mereka menyebabkan timbulnya anggapan untuk meremehkan arti ketaatan dan ketaqwaan, padahal ketaatan dan ketaqwaan adalah bekal untuk hari akhirat kelak. Mereka abaikan kehidupan panjang di akhirat hanya sekedar untuk mengejar kebutuhan hidup di dunia yang serba pendek. Ujung-ujungnya di dunia mereka miskin dari materi dan diakhirat mereka juga mendapatkan penderitaan panjang.
Para ulama telah bersepakat bahwa meninggalkan sholat secara sengaja termasuk dosa besar.Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)
Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27).Allah Ta’/ala berfirman : Al Muddatsts (74)
--> َخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)
Firman Allah :
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,” ( QS. A;- Muddatstsir : 42 -43 )
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu sungai di Jahannam- sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini (ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim, namun tempat orang-orang kafir.
Selain ayat-ayat al-Qur’an banyak pula hadits Rasullullah shallalahu’alahi wa sallam yang menyinggung orang-orang yang meninggalkan sholat,antara lain :
Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasullullah shallalllahu’alahi wa sallam bersabda :
“Amal (ibadah) yang pertama kali akan dihisab Dari seseorang hamba di hari Kiamat(kelak) adalah tentang shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka ia akan beruntung dan sukses . Akan tetapi apabila shalatnya jelek, maka ia akan gagal dan merugi ( HR. Imam At-Tirmidzi )
Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
Barang siapa yang tidak memelihara shalat, maka ia tisdak akan bercahaya, tidak mempunyai hujjah (alasan) dan tidak akan diselamatkan. Dihari kiamat kelk ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Firiaun, Haman dan Ubay bin Khalaf “( HR. Imam Ahmad)
Dilain pihak ditemukan pula sebagian orang yang menjadikan kemiskinan dan tuntutan kebutuhan hidup melakukan kemaksiatan lain sebagai profesinya apakah sebagai maling, pencopet, garong, atau perampok atau juga menjajakan kehormatan dirinya, ada pula yang bekerja di tempat-tempat hiburan malam dengan berbagai job yang semuanya tidak lain adalah perbuatan yang membuahkan dosa. Mereka sepertinya melupakan bahwa kelak di akhirat hukuman dan siksa dari Allah Yang Maha Mengetahui akan menjadikan mereka menderita berkepanjangan setelah didera hidup penuh kemiskinan di dunia. Sesungguhnya mereka telah menjadi orang yang miskin akan materi dan miskin pula akan iman.
Miskin dan kayanya seseorang sebenarnya merupakan ujian dari Allah sebagaimana firman-Nya :
-
وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لِّيَقُولواْ أَهَـؤُلاء مَنَّ اللّهُ عَلَيْهِم مِّن بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ
“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya) ?" (QS. Al-An’am : 53 )
Kemiskinan yang dialami oleh seseorang hamba Allah tiada lain adalah merupakan ujian untuk mengetahui sampai dimana tingkat keimanannya sejalan dengan firman Alllah Subahanahu Ta’ala :
-
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS.Al
‘Ankabut :2-3)
. Ayat tersebut diatas mengandung makna bahwa Allah Subhanahu Ta’ala telah menguji hamba-hamba-Nya dengan kesenangan, malapetaka, kesulitan, kemudahan, segala yang disenangi dan tidak disenangi, kaya dan miskin.
Terhadap adanya ujian dan cobaan kepada setiap hamba yang datangnya dari Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala te;ah memerintahkan untuk bersabar, karena pada hakikatnya sabar itu adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulal seorang hamba akan konsisten menjalankan ketaan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada ALLAH
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan ALLAH
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir ALLAH yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan ALLAH serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba- Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan ALLAH lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan ALLAH di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal. 15-17
Allah berfirman,
“Sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepada kamu sekalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155)
Dari ayat di atas, kita bisa melihat ternyata cobaan dan ujian yang diberikan oleh Allah itu banyak macamnya. Kemiskinan dan kekurangan harta mungkin bisa jadi adalah ujian yang paling berat untuk dihadapi. Makanya Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa kemiskinan dekat dengan kekufuran dan kekufuran akan semakin mendekatkan kepada api neraka. Contoh mudahnya kita sering menyaksikan atau membaca di berita banyak orang yang bunuh diri akibat tidak sanggup menghadapi kemiskinan.Karenanya, sabar dalam menghadapi kemiskinan dan kekurangan harta adalah bentuk kesabaran yang paling krusial. Jika orang mampu menghadapinya, maka ia akan tumbuh menjadi orang-orang yang kuat mental dan imannya. Namun jika tidak, maka peluang untuk terjerumus ke dalam kemungkaran sangat besar.
Dari penjelasan tersebut diatas maka dapat diambil manfaat bahwa janganlah kemiskinan menjadikan kita menjadi lalai dan melupakan kewajiban kita selaku umat islam dalam menjalankan segala hal yang diperintahkan dan menjauhkan serta meninggalkan segala bentuk larangan. Terutama sekali janganlah meninggalkan shalat walau bagaimanapun kon disi dan kesibukan yang dihadapi. Janganlah kemiskinan yang kita rasakan di dunia selama hidup miskin akan menjadi sengsara pula di akhirat akibat dosa-dosa dari kemaksiatan ( Wallaahu Ta’ala ‘alam )
Bahan bacaan : Dipetik dari berbagai sumber.
Samarinda, 24 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar