Petikan dari Kitab Tauhid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi
Firman Allah Subhanahu wata’ala
:
]وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون[ِ (الذريات:56)
“Tidak Aku ciptakan jin dan
manusia melainkan hanya untuk beribadah([1]) kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat,
56).
]وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوت[(النحل: من الآية:36)
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan) “Beribadalah kepada Allah
(saja) dan jauhilah thoghut”([2]).” (QS. An Nahl, 36).
]وَقَضَى رَبُّكَ
أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا
يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا
أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي
صَغِيرًا[
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan hendaklah kamu
berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan,
dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS. Al Isra’, 23-24).
]قُلْ تَعَالَوْا
أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ مِنْ إِمْلاَقٍ
نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ
بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ وَلاَ تَقْرَبُوا
مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لاَ نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ
وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ
اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَأَنَّ هَذَا
صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ[
“Katakanlah (Muhammad) marilah
kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu “Janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tuamu,
dan janganlah kamu membunuh anak anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan
memberi rizki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan
perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu
kepadamu supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim,
kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata,
maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah kerabat(mu). Dan
penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
ingat. Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’am,
151-153).
Ibnu Mas’ud
Radhiallahu’anhu berkata : “Barang siapa yang ingin melihat wasiat Muhammad
Shallallahu’alaihi wasallam yang tertera di atasnya cincin stempel milik
beliau, maka supaya membaca firman Allah Subhanahu wata’ala : “Katakanlah
(Muhammad) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu
“Janganlah kamu berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya, dan “Sungguh inilah
jalan-Ku berada dalam keadaan lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah
kalian ikuti jalan-jalan yang lain.([3])”
Mu’adz bin Jabal
Radhiallahu’anhu berkata :
كنت رديف النبي على حمار،
فقال لي :" يا معاذ، أتدري ما حق الله على العباد، وما حق العباد على الله ؟ قلت :
الله ورسوله أعلم، قال : حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا، وحق
العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا، قلت : يا رسول الله، أفلا أبشر
الناس ؟ قال : " لا تبشرهم فيتكلوا ".
“Aku pernah
diboncengkan Nabi Shallallahu’alaihi wasallam di atas keledai, kemudian beliau
berkata kepadaku : “ wahai muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus
dipenuhi oleh hamba-hambaNya, dan apa hak hamba-hambaNya yang pasti dipenuhi
oleh Allah?, Aku menjawab : “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui”, kemudian
beliau bersabda : “Hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya ialah
hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan
sesuatupun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah
tidak akan menyiksa orang orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun,
lalu aku bertanya : ya Rasulullah, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini
kepada orang-orang?, beliau menjawab : “Jangan engkau lakukan itu, karena
Khawatir mereka nanti bersikap pasrah” (HR. Bukhari, Muslim).
Pelajaran penting yang
terkandung dalam bab ini :
-
Hikmah diciptakannya jin dan manusia oleh Allah Ta'ala.
-
Ibadah adalah hakekat (tauhid), sebab pertentangan yang terjadi antara Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dengan kaumnya adalah dalam masalah tauhid ini.
-
Barang siapa yang belum merealisasikan tauhid ini dalam hidupnya, maka ia belum beribadah (menghamba) kepada Allah Tabaroka wata’ala inilah sebenarnya makna firman Allah :
]ولا أنتم عابدون
ما أعب[
“Dan sekali-kali kamu
sekalian bukanlah penyembah (Tuhan) yang aku sembah” (QS. Al Kafirun,
3)
-
Hikmah diutusnya para Rasul [adalah untuk menyeru kepada tauhid, dan melarang kemusyrikan].
-
Misi diutusnya para Rasul itu untuk seluruh umat.
-
Ajaran para Nabi adalah satu, yaitu tauhid [mengesakan Allah Subhanahu wata’ala saja].
-
Masalah yang sangat penting adalah : bahwa ibadah kepada Allah Subhanahu wata’ala tidak akan terealisasi dengan benar kecuali dengan adanya pengingkaran terhadap thoghut.
Dan inilah maksud dari
firman Allah Subhanahu wata’ala :
]فمن يكفر
بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى[
“Barang siapa yang mengingkari
thoghut dan beriman kepada Allah, maka ia benar benar telah berpegang teguh
kepada tali yang paling kuat” (QS. Al Baqarah, 256).
-
Pengertian thoghut bersifat umum, mencakup semua yang diagungkan selain Allah.
-
Ketiga ayat muhkamat yang terdapat dalam surat Al An’am menurut para ulama salaf penting kedudukannya, didalamnya ada 10 pelajaran penting, yang pertama adalah larangan berbuat kemusyrikan.
-
Ayat-ayat muhkamat yang terdapat dalam surat Al Isra' mengandung 18 masalah, dimulai dengan firman Allah :
]لا تجعل مع الله
إلها آخر فتقعد مذموما مخذولا[
“Janganlah kamu menjadikan bersama
Allah sesembahan yang lain, agar kamu tidak menjadi terhina lagi tercela” (QS.
Al Isra’, 22).
Dan diakhiri dengan
firmanNya :
]ولا تجعل مع الله
إلها آخر فتلقى في جهنم ملوما مدحورا[
“Dan janganlah kamu menjadikan
bersama Allah sesembahan yang lain, sehingga kamu (nantinya) dicampakkan kedalam
neraka jahannam dalam keadaan tercela, dijauhkan (dari rahmat Allah)” (QS.
Al Isra’, 39).
Dan Allah mengingatkan kita pula
tentang pentingnya masalah ini, dengan firmanNya:
]ذلك مما أوحى
إليك ربك من الحكمة[
“Itulah sebagian hikmah yang
diwahyukan Tuhanmu kepadamu” (QS. Al Isra’, 39).
-
Satu ayat yang terdapat dalam surat An Nisa’, disebutkan didalamnya 10 hak, yang pertama Allah memulainya dengan firmanNya:
] واعبدوا الله
ولا تشركوا به شيئا [
“Beribadahlah kamu sekalian kepada
Allah (saja), dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun.” (QS. An
Nisa’, 36).
-
Perlu diingat wasiat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam di saat akhir hayat beliau.
-
Mengetahui hak-hak Allah yang wajib kita laksanakan.
-
Mengetahui hak-hak hamba yang pasti akan dipenuhi oleh Allah apabila mereka melaksanakannya.
-
Masalah ini tidak diketahui oleh sebagian besar para sahabat([4]).
-
Boleh merahasiakan ilmu pengetahuan untuk maslahah.
-
Dianjurkan untuk menyampaikan berita yang menggembirakan kepada sesama muslim.
-
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam merasa khawatir terhadap sikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Allah.
-
Jawaban orang yang ditanya, sedangkan dia tidak mengetahui adalah : “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.
-
Diperbolehkan memberikan ilmu kepada orang tertentu saja, tanpa yang lain.
-
Kerendahan hati Rasulullah, sehingga beliau hanya naik keledai, serta mau memboncengkan salah seorang dari sahabatnya.
-
Boleh memboncengkan seseorang diatas binatang, jika memang binatang itu kuat.
-
Keutamaan Muadz bin Jabal..
([1]) Ibadah ialah penghambaan diri kepada Allah ta’ala dengan mentaati
segala perintah Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Rasulullah SAW. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah
penyerahan diri kepada Allah semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak
kepada-Nya, dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.
Ibadah berarti juga
segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan
diridhoi oleh Allah. Dan suatu amal akan diterima oleh Allah sebagai ibadah
apabila diniati dengan ikhlas karena Allah semata dan mengikuti tuntunan
Rasulullah SAW.
([2]) Thoghut ialah : setiap yang diagungkan selain Allah dengan
disembah, ditaati, atau dipatuhi, baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia
ataupun setan. Menjauhi thoghut berarti mengingkarinya, tidak menyembah dan
memujanya, dalam bentuk dan cara apapun.
([3]) Atsar ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Abi
Hatim.
([4]) Tidak diketahui oleh sebagian besar para sahabat, karena
Rasulullah menyuruh Muadz agar tidak memberitahukannya kepada meraka, dengan
alasan beliau khawatir kalau mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri kepada
keluasan rahmat Allah. Sehingga tidak mau berlomba lomba dalam mengerjakan amal
sholeh. Maka Mu’adz pun tidak memberitahukan masalah tersebut, kecuali di akhir
hayatnya dengan rasa berdosa. Oleh sebab itu, di masa hidup Mu’adz masalah ini
tidak diketahui oleh kebanyakan sahabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar