1.Pendahuluan
Islam sebagai agama mempunyai ketetapan berupa syari’at yang wajib ditaati dan diikuti oleh pemeluknya, dimana syari’at yang digariskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui al-Qur’an dan as-Sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam berbeda dengan syari’at agama lainnya, baik dalam segi ibadah maupun muamalah termasuk tata dan pola dan perilaku kehidupan sehari-hari.
Namun ternyata dewasa ini banyak sekali muncul
perilaku umat Islam yang mengekor kepada
perilaku umat lain diluar Islam.Gambaran
nyata yang disebutkan diatas adalah realita yang tidak dapat dipungkiri, karena
ternyata mereka-mereka yang mengaku dirinya sebagai penganut islam
penampilannya sudah menyatu dengan penampilan mereka-mereka yang non muslim,
dan sudah sulit membedakannya satu sama lainnya.
Tidak hanya dari segi penampilan saja yang sulit membedakan antara kalangan umat islam dengan mereka-mereka diluar islam, bahkan dari segi kebiasaan, perbuatan dan tradisi dalam kehidupan sehari-hari juga tidak nampak menonjol ciri khas keislamannya.Hal sedemikian karena apa-apa yang menjadi ciri khas orang –orang diluar islam dalam kehidupan sehari-harinya juga telah dilakukan dan dihayati oleh sebagian terbesar umat islam. Sebagian besar mereka yang beragama islam beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh mereka sama seperti yang dilakukan oleh mereka-mereka di luar islam adalah hal yang lumrah yang tidak perlu dipermasalahkan. Padahal tanpa disadari mereka telah melakukan penyimpangan terhadap syari’at islam yang telah digariskan.
Apa saja yang dilakukan oleh kalangan non muslim, maka hal yang sama juga dilakukan oleh mereka-mereka yang mengaku sebagai muslim. Kalangan non muslim melakukan acara-acara peringatan hari kelahiran yang biasa disebut ultah, kalangan muslim juga melakukannya. Kalangan non muslim melakukan acara peringatan hari perkawinan perak dan emas, dari kalangan muslim juga tidak ketinggalan juga melakukannya. Kalangan non muslim menyelenggarakan peringatan hari besar keagamaannya, maka dari kalangan muslim juga melakukan hal yang sama. Kalangan non muslim menyelenggarakan peringatan hari kelahiran nabinya (seperti kalangan nasrani menyelenggarakan peringatan natal sebagai hari kelahiran Yesus Kristus), maka kalangan islam juga menyelenggarakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wasallam ( yang terkenal dengan maulidan). Kalangan Nasrani, Kong Chucu, Budha, Hindu dllnya menyelenggarakan peringatan penyambutan tahun baru mereka, maka dari kalangan islam juga menyelenggarakan peringatan menyambut tahun baru islam 1 Muharam. Padahal di dalam tuntunan Islam samasekali tidak ada perintah untuk menyelenggarakan semua bentuk peringatan tersebut.
Bahkan kaum muda di barat yang dikenal sebagai negerinya kaum nashara menyelenggarakan peringatan hari valentine sebagai hari kasih sayang, kalangan remaja islam tidak mau kalah ikut juga memperingatinya.
Ketika dari kalangan pemeluk hindu di India dan Bali dalam menyampaikan ucapan salamnya dilakukan dengan menangkupkan kedua telapak tangannya kemudian diletakkan didada, dari kalangan islam juga melakukan hal yang sama.
Kalangan hindu memberikan sesajen dan melarungkannya kelaut dalam pesta laut, maka dari kalangan islam juga menggiatkannya. Bahkan sampai pada seputar kematian, dimana orang-orang non muslim menaburkan bunga di kuburan, dari kalangan islam di negeri ini juga sudah melakukannya sejak lama, dengan meletakkan bunga dikeranda mayat dan diatas kuburan.
Menyanyi di rumah-rumah ibadah sekarang ini tidak saja dilakukan oleh kaum non muslim, tetapi juga dilakukan oleh kalangan muslim dalam bentuk kasidah dan nasyit pada acara-acara peringatan hari yang mereka namakan hari besar islam.
Apabila dirinci satu persatu tentang segala apa saja yang dilakukan oleh kalangan non muslim yang juga dikerjakan oleh kalangan islam di negeri ini, maka diperlukan begitu banyak halaman, karena banyaknya hal yang dilakukan oleh kalangan nos muslim juga dilakukan oleh kalangan islam, mungkin ada 1001 bentuk kesamaannya. Nampaknya sebagian besar kaum muslimin tidak mau ketinggalan dengan mereka-mereka non muslim, sehingga apa saja kegiatan mereka maka sebagian besar kaum muslimin juga turut melakukannya. Kebanyakan dewasa ini umat Islam berlomba-lomba untuk meniru atau menyerupai serta mengekor terhadap apa-apa yang dikerjakan oleh kalangan umat lain.
Tidak hanya dari segi penampilan saja yang sulit membedakan antara kalangan umat islam dengan mereka-mereka diluar islam, bahkan dari segi kebiasaan, perbuatan dan tradisi dalam kehidupan sehari-hari juga tidak nampak menonjol ciri khas keislamannya.Hal sedemikian karena apa-apa yang menjadi ciri khas orang –orang diluar islam dalam kehidupan sehari-harinya juga telah dilakukan dan dihayati oleh sebagian terbesar umat islam. Sebagian besar mereka yang beragama islam beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh mereka sama seperti yang dilakukan oleh mereka-mereka di luar islam adalah hal yang lumrah yang tidak perlu dipermasalahkan. Padahal tanpa disadari mereka telah melakukan penyimpangan terhadap syari’at islam yang telah digariskan.
Apa saja yang dilakukan oleh kalangan non muslim, maka hal yang sama juga dilakukan oleh mereka-mereka yang mengaku sebagai muslim. Kalangan non muslim melakukan acara-acara peringatan hari kelahiran yang biasa disebut ultah, kalangan muslim juga melakukannya. Kalangan non muslim melakukan acara peringatan hari perkawinan perak dan emas, dari kalangan muslim juga tidak ketinggalan juga melakukannya. Kalangan non muslim menyelenggarakan peringatan hari besar keagamaannya, maka dari kalangan muslim juga melakukan hal yang sama. Kalangan non muslim menyelenggarakan peringatan hari kelahiran nabinya (seperti kalangan nasrani menyelenggarakan peringatan natal sebagai hari kelahiran Yesus Kristus), maka kalangan islam juga menyelenggarakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wasallam ( yang terkenal dengan maulidan). Kalangan Nasrani, Kong Chucu, Budha, Hindu dllnya menyelenggarakan peringatan penyambutan tahun baru mereka, maka dari kalangan islam juga menyelenggarakan peringatan menyambut tahun baru islam 1 Muharam. Padahal di dalam tuntunan Islam samasekali tidak ada perintah untuk menyelenggarakan semua bentuk peringatan tersebut.
Bahkan kaum muda di barat yang dikenal sebagai negerinya kaum nashara menyelenggarakan peringatan hari valentine sebagai hari kasih sayang, kalangan remaja islam tidak mau kalah ikut juga memperingatinya.
Ketika dari kalangan pemeluk hindu di India dan Bali dalam menyampaikan ucapan salamnya dilakukan dengan menangkupkan kedua telapak tangannya kemudian diletakkan didada, dari kalangan islam juga melakukan hal yang sama.
Kalangan hindu memberikan sesajen dan melarungkannya kelaut dalam pesta laut, maka dari kalangan islam juga menggiatkannya. Bahkan sampai pada seputar kematian, dimana orang-orang non muslim menaburkan bunga di kuburan, dari kalangan islam di negeri ini juga sudah melakukannya sejak lama, dengan meletakkan bunga dikeranda mayat dan diatas kuburan.
Menyanyi di rumah-rumah ibadah sekarang ini tidak saja dilakukan oleh kaum non muslim, tetapi juga dilakukan oleh kalangan muslim dalam bentuk kasidah dan nasyit pada acara-acara peringatan hari yang mereka namakan hari besar islam.
Apabila dirinci satu persatu tentang segala apa saja yang dilakukan oleh kalangan non muslim yang juga dikerjakan oleh kalangan islam di negeri ini, maka diperlukan begitu banyak halaman, karena banyaknya hal yang dilakukan oleh kalangan nos muslim juga dilakukan oleh kalangan islam, mungkin ada 1001 bentuk kesamaannya. Nampaknya sebagian besar kaum muslimin tidak mau ketinggalan dengan mereka-mereka non muslim, sehingga apa saja kegiatan mereka maka sebagian besar kaum muslimin juga turut melakukannya. Kebanyakan dewasa ini umat Islam berlomba-lomba untuk meniru atau menyerupai serta mengekor terhadap apa-apa yang dikerjakan oleh kalangan umat lain.
2.Definisi dan Bentuk-Bentuk Tasyabbuh.
Adapun secara syari’at, tasyabbuh adalah penyerupaan terhadap orang-orang kafir dengan seluruh jenisnya dalam hal aqidah atau ibadah atau adat atau cara hidup yang merupakan kekhususan mereka (orang-orang kafir). Termasuk juga di dalamnya tasyabbuh kepada orang-orang Islam yang fasik lagi bodoh serta orang-orang yang keberagamaan mereka belum sempurna.
Karenanya, semua perkara yang bukan merupakan kekhususan orang-orang kafir, bukan pula termasuk aqidah mereka, bukan pula dari adat mereka, dan bukan pula dari ibadah mereka, yang mana perkara ini tidak bertentangan dengan nash atau pokok dalam syari’at serta tidak menimbulkan mafsadah, maka perkara tersebut tidaklah teranggap sebagai tasyabbuh.
Adapun
bentuk-bentuknya, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiah telah menyebutkan tiga
perkara yang semuanya telah dilarang dalam syari’at karena teranggap sebagai
tasyabbuh atau wasilah menuju tasyabbuh. Beliau berkata dalam Iqtidha`
Ash-Shirathal Mustaqim hal. 83, “(Pelaku) tasyabbuh mencakup:
1.Barangsiapa
yang mengerjakan sesuatu karena mereka (orang non-muslim) mengerjakannya, dan
ini jarang ditemukan.
2. Barangsiapa
yang mengikuti orang lain (non-muslim) dalam sebuah perbuatan untuk sebuah
maksud tersendiri, walaupun asal perbuatan tersebut terambil dari mereka.
3. Adapun orang yang mengerjakan suatu perbuatan dan kebetulan orang lain (non-muslim) juga mengerjakannya, dia (muslim) tidak meniru (perbuatan tersebut) dari mereka dan demikian pula sebaliknya. Maka perbuatan ini masih butuh ditinjau jika mau dihukumi sebagai tasyabbuh. Hanya saja, (syari’at) telah melarang perbuatan ini agar tidak mengantarkan menuju perbuatan tasyabbuh dan (dengan meninggalkan perbuatan) ini berarti menyelisihi mereka.
3. Adapun orang yang mengerjakan suatu perbuatan dan kebetulan orang lain (non-muslim) juga mengerjakannya, dia (muslim) tidak meniru (perbuatan tersebut) dari mereka dan demikian pula sebaliknya. Maka perbuatan ini masih butuh ditinjau jika mau dihukumi sebagai tasyabbuh. Hanya saja, (syari’at) telah melarang perbuatan ini agar tidak mengantarkan menuju perbuatan tasyabbuh dan (dengan meninggalkan perbuatan) ini berarti menyelisihi mereka.
3.Dalil-Dalil
Tentang Diharamkannya Tasyabbuh.
Larangan
bertasyabbuh dalam Islam itu sesungguhnya ditetapkan dalam syari’at Islam
dimana di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah
disebutkan baik secara tersurat maupun tersirat tentang larangan
tersebut dan ini merupakan dasar hukum (dalil) atau kekuatan hukum. Sehingga
dengan adanya dalil tersebut maka tidaklah dapat dipungkiri bahwa tasyabbuh
dalam Islam itu merupakan perbuatan yang dilarang.
Dalil
tentang diharamkannya tasyabbuh tersebut terbagi atas 2 yaitu :
a.Dalil
yang bersifat umum :
1.Firman
Allah subhanahu wa ta’ala :
وَلَن تَرْضَى
عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى
اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ
الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan
senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.(QS. Al Baqarah:120)
2.Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman :
أَلَمْ يَأْنِ
لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ
وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ
فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang
yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran
yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang
sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang
panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik.(QS.Al Hadiid:16)
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata menafsirkan ayat di atas, “Karenanya, Allah telah melarang kaum mukminin untuk tasyabbuh kepada mereka dalam perkara apapun, baik yang sifatnya ushul (prinsipil) maupun yang hanya merupakan furu’ (perkara cabang)”. Tafsir Ibni Katsir (4/323-324)
3. Rasullullah shallallahu’alahi wa
sallam bersabda :
صحيح
البخاري ٣١٩٧: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ
حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Shahih Bukhari 3197: dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam besabda: "Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang
sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga
seandainya mereka manempuh (masuk) ke dalam lobang biawak kalian pasti akan
mengikutinya". Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah yang baginda
maksud Yahudi dan Nashrani?". Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau
bukan mereka) ".
4.Nabi Shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha` hal. 83
Dan pada hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang non muslim”.
beliau berkata,. Bahkan dalam hadits Anas bin Malik
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031 dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Hukum minimal yang terkandung dalam hadits ini adalah haramnya tasyabbuh kepada mereka (orang-orang kafir), walaupun zhahir hadits menunjukkan kafirnya orang yang tasyabbuh kepada mereka”. Lihat Al-Iqtidha` hal. 83
Dan pada hal. 84, beliau berkata, “Dengan hadits inilah, kebanyakan ulama berdalil akan dibencinya semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang non muslim”.
beliau berkata,. Bahkan dalam hadits Anas bin Malik
صحيح مسلم
٤٥٥: و حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ الْيَهُودَ
كَانُوا إِذَا حَاضَتْ الْمَرْأَةُ فِيهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا وَلَمْ يُجَامِعُوهُنَّ
فِي الْبُيُوتِ فَسَأَلَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى
{ وَيَسْأَلُونَكَ
عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ }
إِلَى آخِرِ الْآيَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ فَبَلَغَ
ذَلِكَ الْيَهُودَ فَقَالُوا مَا يُرِيدُ هَذَا الرَّجُلُ أَنْ يَدَعَ مِنْ أَمْرِنَا
شَيْئًا إِلَّا خَالَفَنَا فِيهِ فَجَاءَ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ وَعَبَّادُ بْنُ بِشْرٍ
فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْيَهُودَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا فَلَا نُجَامِعُهُنَّ
فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا
أَنْ قَدْ وَجَدَ عَلَيْهِمَا فَخَرَجَا فَاسْتَقْبَلَهُمَا هَدِيَّةٌ مِنْ لَبَنٍ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمَا فَسَقَاهُمَا
فَعَرَفَا أَنْ لَمْ يَجِدْ عَلَيْهِمَا
Shahih Muslim 455: dari Anas bahwa kaum Yahudi dahulu apabila kaum wanita mereka haid,
mereka tidak memberinya makan dan tidak mempergaulinya di rumah. Maka para
sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam. Lalu Allah menurunkan, "Mereka bertanya
kepadamu tentang haidh. Katakanlah, 'Haidh itu adalah suatu kotoran'. Oleh
sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri." (al-Baqarah: 222) maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda, "Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah". Maka hal
tersebut sampai kepada kaum Yahudi, maka mereka berkata, "Laki-laki ini
tidak ingin meninggalkan sesuatu dari perkara kita melainkan dia menyelisihi
kita padanya." Lalu Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr berkata,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum Yahudi berkata demikian dan demikian,
maka kami tidak menyenggamai kaum wanita." Raut wajah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam spontan berubah hingga kami mengira bahwa beliau
telah marah pada keduanya, lalu keduanya keluar, keduanya pergi bertepatan ada
hadiah susu yang diperuntukkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Maka beliau
kirim utusan untuk menyusul kepergian keduanya, dan beliau suguhkan minuman
untuk keduanya. Keduanya pun sadar bahwa beliau tidak marah atas
keduanya."
Syaikhul Islam berkata dalam Al-Iqtidha` hal. 62, “Hadits ini menunjukkan banyaknya perkara yang Allah syari’atkan kepada Nabi-Nya dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi. Bahkan hadits ini menunjukkan bahwa beliau telah menyelisihi mereka pada seluruh perkara mereka, sampai-sampai mereka berkata, “Laki-laki ini (Muhammad) tidak mau meninggalkan satu pun dari urusan kita kecuali dia menyelisihi kita dalam perkara tersebut.”
b.
Dalil Khusus.
Beberapa perkara yang diharamkan karena merupakan tasyabbuh kepada orang-orang kafir atau kepada kaum musyrik tercantum dalam beberapa hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Antara lain sabda beliau Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum beliau wafat:
Beberapa perkara yang diharamkan karena merupakan tasyabbuh kepada orang-orang kafir atau kepada kaum musyrik tercantum dalam beberapa hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam. Antara lain sabda beliau Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum beliau wafat:
1. Larangan menjadikan
kuburan sebagai masjid karena menyerupai ahli kitab. Dalam hadits Jundab bin
Abdullah Al-Bajali
أَلآ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ. أَلآ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ, إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kubur-kubur para nabi dan orang-orang Saleh mereka sebagai masjid. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kubur-kubur sebagai masjid, karena sesungguhnya saya melarang kalian dari hal tersebut”. (HR. Muslim no. 532)
أَلآ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ. أَلآ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ, إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kubur-kubur para nabi dan orang-orang Saleh mereka sebagai masjid. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kubur-kubur sebagai masjid, karena sesungguhnya saya melarang kalian dari hal tersebut”. (HR. Muslim no. 532)
2. Syari’at makan sahur untuk menyelisihi ahli kitab.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Pemisah (baca: pembeda) antara puasa kita dengan puasa ahli kitab adalah dalam hal makan sahur”. (HR. Muslim no. 1096 dari sahabat Amr bin Al-Ash)
3.
Disyari’atkan mencukur kumis dan memelihara jenggot untuk menyelisihi
kaum musyrikin.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan dalam hadits Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-:
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan dalam hadits Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-:
خَالِفُوا
الْمُشْرِكِيْنَ: أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللُّحَى
“Selisihilah orang-orang musyrikin: Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot”. (HR. Al-Bukhari no. 5553 dan Muslim no. 259)
“Selisihilah orang-orang musyrikin: Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot”. (HR. Al-Bukhari no. 5553 dan Muslim no. 259)
Berdasarkan
seluruh dalil di atas dan selainnya, maka para ulama bersepakat akan haramnya
tasyabbuh kepada orang-orang kafir dan musyrikin. Setelah memaparkan banyak
ayat, hadits, dan perkataan para ulama yang memerintahkan untuk menyelisihi
orang-orang kafir dan melarang untuk tasyabbuh kepada mereka, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiah -rahimahullah- berkata, “Berlandaskan dari semua yang telah kami
sebutkan, diketahuilah ijma’ umat ini akan dibencinya tasyabbuh kepada ahli
kitab dan orang-orang ajam (non Arab) secara umum”.
Maka
semua dalil di atas menunjukkan bahwa perkara tasyabbuh kepada orang-orang
kafir dan musyrik bukanlah perkara yang ringan dan sepele. Bahkan menyelisihi
mereka merupakan salah satu tiang dan pondasi tegaknya keislaman seseorang. Dan
tidaklah seseorang muslim tasyabbuh kepada orang kafir kecuali akan hilang
keislamannya disesuaikan dengan besar kecilnya tasyabbuh dia kepada orang kafir
tersebut. Maka apakah ada orang yang mau mengambil pelajaran darinya?!.
4.Islam Melarang Umatnya untuk Meniru-niru, Mencontoh, Menyerupai, Mengikuti, dan Menyamai Umat Lain ( Tasyabbuh)
Bahwa
sesungguhnya Islam dengan seluruhnya syari’atnya sudah sempurna dan sangat
lengkap untuk dijadikan panduan atau tuntunan oleh pemeluknya sampai-sampai hal yang sangat
sepele tentang adab buang air saja sudah diajarkan. Karena sudah lengkap sudah
barang tentu tidak boleh ada lagi tambahan-tambahan yang datangnya dari mana
saja, termasuk tentunya mencontoh atau meniru-niru dari agama lain. Kalau
memang tidak ada petunjuknya maka berarti itu memang tidak dibolehkan untuk
dilakukan.
Sikap meniru-niru atau mencontoh atau menyerupai kepada kalangan agama lain oleh orang-orang islam , jauh-jauh hari telah disinyalir oleh Rasullulah shalalahu alaihi wasallam yang tergambar dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id bin Al-Khudri :
Sikap meniru-niru atau mencontoh atau menyerupai kepada kalangan agama lain oleh orang-orang islam , jauh-jauh hari telah disinyalir oleh Rasullulah shalalahu alaihi wasallam yang tergambar dalam hadits beliau yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id bin Al-Khudri :
Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam bersabda :
صحيح
البخاري ٣١٩٧: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ
حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ
قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Shahih Bukhari 3197: dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam besabda: "Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang
sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga
seandainya mereka manempuh (masuk) ke dalam lobang biawak kalian pasti akan
mengikutinya". Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah yang baginda
maksud Yahudi dan Nashrani?". Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau
bukan mereka) ".
Sabda Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :
صحيح البخاري ٦٧٧٤: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا
بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ فَقَالَ
وَمَنْ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ
Shahih Bukhari 6774: dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Hari kiamat tidak akan terjadi hingga umatku meniru
generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta." Ditanyakan, "Wahai Rasulullah, seperti Persi dan
Romawi?" Nabi menjawab: "Manusia mana lagi selain mereka itu?"
Dalam
buku Tasyabbuh yang Dilarang dalam Fiqih Islam oleh Syaikh Jamil bin Habib Al- Luwaihiq disebutkan
bahwa: Ketika Islam melarang
umatnya untuk bertasyabbuh memang telah disengaja oleh Penetap Syariat.
Harapannya adalah agar setiap muslim tampil dengankondisi yang paling sempurna
sesuai dengan dirinya. Hukum-hukum syari’at juga telah muncul dengan larangan
untuk mengikuti bangsa bangsa kafir terdahulu dan terkini.
Tasyabbuh (latah, meniru-niru, menyerupai, mirip) secara umum adalah salah satu permasalahan yang sangat berbahaya bagi kehidupan kaum muslimin, khususnya di abad-abad belakangan ini karena meluasnya daerah interaksi kaum muslimin dengan pihak-pihak lain.
Dalam bukunya Bahaya Mengekor Non Muslim Muhammad Bin ‘Ali Adh Dhabi’i menyebutkan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa Abu Daud telah meriwayatkan sebuah hadits hasan dari Ibnu ‘Umar,ia berkata bahwa Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Tasyabbuh (latah, meniru-niru, menyerupai, mirip) secara umum adalah salah satu permasalahan yang sangat berbahaya bagi kehidupan kaum muslimin, khususnya di abad-abad belakangan ini karena meluasnya daerah interaksi kaum muslimin dengan pihak-pihak lain.
Dalam bukunya Bahaya Mengekor Non Muslim Muhammad Bin ‘Ali Adh Dhabi’i menyebutkan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa Abu Daud telah meriwayatkan sebuah hadits hasan dari Ibnu ‘Umar,ia berkata bahwa Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Nabi
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk darinya”. (HR. Abu Daud no. 4031
dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah (1/676) dan Al-Irwa` no. 2384)
Selanjutnya disebutkan bahwa hadits diatas menetapkan haramnya meniru-niru kepada sesuatu kaum diluar islam, secara dhahir menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan kufur dan hal ini sejalan denagn hadits yang diriwayatkan darei Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“ Barang siapa menetap di negeri kaum musyrik dan aia mengikuti hari raya dan hari besar mereka, serta meniru prilaku mereka sampai mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka dihari kiamat.” ( HR.Baihaqi)
Dari hadits diatas bisa berarti bahwa meniru-niru perilaku mereka sepenuhnya menyebabkan kekafiran, sekaligus menetapkan bahwa perbuatan semacam itu haram. Atau bisa juga bermakna orang tersebut menjadi bagian dari mereka sesuai dengan kadar keterlibatannya dalam meniru mereka.
Tegasnya hadits tersebut diatas menetapkan haramnya meniru mereka . Larang ini mencakup arangan sekadar meniru sesuatu yang mereka lakukan. Barang siapa yang meniru perbuatan golongan lain yang menjadi ciri golongan tersebut, maka perbuatan semacam itu dilarang.
Dari keterangan yang telah dikemukakan diatas maka sangatlah jelas adanya dalil yang dapat dijadikan dasar dan hujjah agar kaum muslimin tidak meniru-niru, menyerupai, mirip dan ikut-ikutan dengan perilakunya mereka-mereka diluar islam. Dan secara tegas telah ditetapkan perbuatan meniru-niru kepada orang-orang diluar islam merupakan perbuatan terlarang dan diharamkan.
Selanjutnya disebutkan bahwa hadits diatas menetapkan haramnya meniru-niru kepada sesuatu kaum diluar islam, secara dhahir menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan kufur dan hal ini sejalan denagn hadits yang diriwayatkan darei Abdullah bin ‘Amr bahwa Nabi Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“ Barang siapa menetap di negeri kaum musyrik dan aia mengikuti hari raya dan hari besar mereka, serta meniru prilaku mereka sampai mati, maka kelak ia akan dikumpulkan bersama mereka dihari kiamat.” ( HR.Baihaqi)
Dari hadits diatas bisa berarti bahwa meniru-niru perilaku mereka sepenuhnya menyebabkan kekafiran, sekaligus menetapkan bahwa perbuatan semacam itu haram. Atau bisa juga bermakna orang tersebut menjadi bagian dari mereka sesuai dengan kadar keterlibatannya dalam meniru mereka.
Tegasnya hadits tersebut diatas menetapkan haramnya meniru mereka . Larang ini mencakup arangan sekadar meniru sesuatu yang mereka lakukan. Barang siapa yang meniru perbuatan golongan lain yang menjadi ciri golongan tersebut, maka perbuatan semacam itu dilarang.
Dari keterangan yang telah dikemukakan diatas maka sangatlah jelas adanya dalil yang dapat dijadikan dasar dan hujjah agar kaum muslimin tidak meniru-niru, menyerupai, mirip dan ikut-ikutan dengan perilakunya mereka-mereka diluar islam. Dan secara tegas telah ditetapkan perbuatan meniru-niru kepada orang-orang diluar islam merupakan perbuatan terlarang dan diharamkan.
Syari’at
Islam melarang keras umatnya untuk meniru-niru atau menyerupai umat lain dalam
segala hal yang berkaitan dengan kebiasaan dan prilaku dalam hidup mereka
sehari-hari, sampai kepada hal-hal yang terkecil sekalipun seperti masalah rambut yang beruban, dimana beliau menyuruh menyemir
rambut agar tidak meniru orang yahudi, hal ini ditegaskan dalam sabda beliau
shallallahu’alaihi wa sallam :
سنن النسائي ٤٩٨٦: أَخْبَرَنِي عُثْمَانُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَنَابٍ قَالَ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
غَيِّرُوا الشَّيْبَ وَلَا تَشَبَّهُوا بِالْيَهُودِ
Sunan Nasa'i 4986: dari Ibnu Umar, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Ubahlah uban kalian dan janganlah kalian meniru
orang-orang Yahudi."
Perlu diketahui
bahwa Rasullullah shallallahu’alaihi wasllam bahwa terhadap laki-laki
yang meniru wanita saja dilarang, apalagi meniru-niru umat lain,
sebagaimana sabda Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam :
مسند أحمد ٢٠١٦: حَدَّثَنِي يَزِيدُ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ
عَنْ يَحْيَى عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ
الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ
مِنْ بُيُوتِكُمْ فَأَخْرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلَانًا
وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلَانًا
Musnad Ahmad 2016: dari Ibnu 'Abbas; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaknat
laki-laki yang meniru wanita (banci) dan wanita yang meniru laki-laki (tomboy),
beliau bersabda: "Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian." Maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengeluarkan fulan, dan Umar juga mengeluarkan
fulan.
Kebiasaan dan perilaku umat muslim yang suka
meniru-niru dan menyerupai umat lain sangatlah disukai oleh kaum tersebut dan
mereka secara mengaja berupaya sedemikian rupa agar kaum muslimin terjerumus
mengikuti mereka, hal ini disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَلَن
تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ
إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي
جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
Orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.( Qs.Al
Baqarah : 120 )
Agama
Islam ini telah sempurna seluruhnya dan lengkap,yang tidak memerlukan
sedikitpun tambahan dan pengurangan, apapun bentuk dan alasannya dan
tambahan-tambahan tersebut Karena Allah
Azza Wa’jalla dtelah berfirman seperti yang tertuang dalam al-Qur’an surah
al-Maa’idah ayat 3 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [ (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Maidah : 3)
Dari
ayat al-Qur’an dan hadits tersebut diatas, disebutkan bahwa sebenarnya islam
dengan seluruhnya syari’atnya sudah sempurna dan sangat lengkap untuk dijadikan
panduan atau tuntunan oleh pemeluknya
sampai-sampai hal yang sangat sepele tentang adab buang air saja sudah
diajarkan. Karena sudah lengkap sudah barang tentu tidak boleh ada lagi
tambahan-tambahan yang datangnya dari mana saja, termasuk tentunya mencontoh
atau meniru-niru dari agama lain. Kalau memang tidak ada petunjuknya maka
berarti itu memang tidak dibolehkan untuk dilakukan.
5.Perintah Menyelisihi atau Berbeda Dengan Non
Muslim
Islam
melarang umatnya meniru-niru umat lain, dan memerintahkan menyelisihinya,
sesuai dengan sabda Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam,. Yang diriwayatkan
oleh Muslim :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي جَمِيعًا عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya -yaitu Ibnu Sa'id-. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku semuanya dari Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot,berbedalah kalian dari golongan majusi “
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي جَمِيعًا عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya -yaitu Ibnu Sa'id-. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami bapakku semuanya dari Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot,berbedalah kalian dari golongan majusi “
Dalam
hadits yang lain Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
مسند
أحمد ٢١٢٥٢: حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ
بْنِ زَبْرٍ حَدَّثَنِي الْقَاسِمُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ يَقُولُ
خَرَجَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَشْيَخَةٍ مِنْ الْأَنْصَارٍ
بِيضٌ لِحَاهُمْ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ حَمِّرُوا وَصَفِّرُوا وَخَالِفُوا
أَهْلَ الْكِتَابِ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَسَرْوَلَونَ
وَلَا يَأْتَزِرُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسَرْوَلُوا
وَائْتَزِرُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ قَالَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ
أَهْلَ الْكِتَابِ يَتَخَفَّفُونَ وَلَا يَنْتَعِلُونَ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَخَفَّفُوا وَانْتَعِلُوا وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ
قَالَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يَقُصُّونَ عَثَانِينَهُمْ
وَيُوَفِّرُونَ سِبَالَهُمْ قَالَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قُصُّوا سِبَالَكُمْ وَوَفِّرُوا عَثَانِينَكُمْ وَخَالِفُوا أَهْلَ الْكِتَابِ
Musnad
Ahmad 21252: Telah bercerita kepada kami
Zaid bin Yahya telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Al 'Alaa` bin Zabr
telah bercerita kepadaku Al Qasim, ia berkata; Saya mendengar Abu Umamah
berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam pergi menemui kalangan tua kaum
Anshar yang jenggot-jenggot mereka sudah memutih. Rasulullah
Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Hai kaum Anshar! Pakailah warna
merah, kuning dan berbedalah dengan ahli kitab." Aku berkata; Wahai
Rasulullah, ahli kitab mengenakan celana dan tidak memakai sarung. Rasulullah
Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Pakailah celana dan sarung dan
berbedalah dengan ahli kitab." Aku berkata; Wahai Rasulullah, Sesungguhnya
ahli kitab mengenakan sepatu dan tidak mengenakan sandal. Rasulullah
Shallallahu'alaihiWasallam bersabda; "Pakailah sepatu, sandal dan
berbedalah dengan ahli kitab. Kami berkata; Wahai Rasulullah, ahli kitab
memotong jenggot dan memanjangkan kumis. Rasulullah Shallallahu'alaihiWasallam
bersabda; "Potonglah kumis, panjangkan jenggot dan berbedalah dengan ahli
kitab."
Muhammadbin
‘Ali Adh Dhabi’i dalam bukunya Bahaya mengekor non Muslim mengemukakan bahwa
hadits tersebut diakhiri dengan perintah yang selaras dengan bagian awalnya.
Hadits itui menunjukkan bahwa sifat berbeda terhadap golongan majusi merupakan
tujuan syari’at. Tujuan ini merupakan salah satu sebab adanya ketetapan hukum kini.
Secara umum berlaku sebab ketetapan suatu hukum telah lengkap.
Oleh karena itu, setelah kaum salaf memahami larangan menyerupai golongan majusi dalam hal kumis dan jenggot,mereka juga membenci menyerupai hal-hal yang lain yang merupakan kebiasaan majusi walaupun tidak ditegaskan secara khusus oleh Nabi shallahu ‘alaihi wasallam.
Dihadits lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhyallaahu anhum ia berkata bahwa Rasullullah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda “
Oleh karena itu, setelah kaum salaf memahami larangan menyerupai golongan majusi dalam hal kumis dan jenggot,mereka juga membenci menyerupai hal-hal yang lain yang merupakan kebiasaan majusi walaupun tidak ditegaskan secara khusus oleh Nabi shallahu ‘alaihi wasallam.
Dihadits lain yang juga diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhyallaahu anhum ia berkata bahwa Rasullullah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda “
صحيح
مسلم ١٨٣٦: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ مُوسَى بْنِ
عُلَيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ عَنْ عَمْرِو
بْنِ الْعَاصِ
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا
وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
و
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ جَمِيعًا عَنْ
وَكِيعٍ ح و حَدَّثَنِيهِ أَبُو الطَّاهِرِ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ كِلَاهُمَا عَنْ
مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ
Shahih
Muslim 1836:, dari Amru bin Ash bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perbedaan antara puasa
kita dengan puasanya Ahli Kitab adalah makan sahur." Dan telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin Abu Syaibah semuanya
dari Waki' -dalam jalur lain- Dan telah menceritakannya kepadaku Abu Thahir
telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb keduanya dari Musa bin Ulayy dengan
isnad ini.
Perintah
untuk menyelisihi atau berbeda/tidak menyamai orang-orang non muslim disebutkan
juga dalam hadits Rasullullah shalllahu’alaihi wa sallam
صحيح
البخاري ٣٢٠٣: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي
إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ
بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
إِنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى
لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ
Shahih
Bukhari 3203: dari Ibnu Syihab berkata;
Abu Salamah bin 'Abdur Rahman berkata bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu
berkata; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang-orang
Yahudi dan Nashrani tidak menyemir (mewarnai rambut atau jenggot), maka
selisihilah mereka" (berbeda dengan mereka).
Hadits
lain menyebutkan :
صحيح
مسلم ٣٨٢: حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ عُثْمَانَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ
عُمَرَ بْنِ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ أَحْفُوا
الشَّوَارِبَ وَأَوْفُوا اللِّحَى
Shahih
Muslim 382: dari Ibnu Umar dia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Selisihilah kaum
musyrikin, cukurlah kumis dan peliharalah jenggot."
Dalam
hadits berikut ini juga disebutkan perintah agar menyelisihi kaum non muslim :
صحيح
مسلم ٣٨٣: حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَقَ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ يَعْقُوبَ مَوْلَى الْحُرَقَةِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا
اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ
Shahih
Muslim 383: dari Abu Hurairah dia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Cukurlah
kumis dan panjangkanlah jenggot. Selisihilah kaum Majusi."
Berdasarkan
hadits- hadits tersebut secara tegas
Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam menyatakan adanya perbedaan antara
ibadahnya orang-orang islam dengan jahudi. Dan umat islam diperintahkan untuk
menyelisihinya.
6.Hikmah Pelarangan Meniru atau menyerupai (Bertasyabbu) Kepada Orang-Orang di Luar Islam
6.Hikmah Pelarangan Meniru atau menyerupai (Bertasyabbu) Kepada Orang-Orang di Luar Islam
Didalam buku Tasyabbuh yang dilarang dalam Fiqih Islam oleh Jamil bin Habib Al-Luwaihiq dikemukan bahwa pelarangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir memiliki beberapa hikmah antara lain :
Hikmah Pertama : Pelarangan bertasyabbuh kepada mereka adalah untuk pemutusan jalan yang menuju kepada kecintaan dan kecendrungan kepada mereka dan segala hal yang menjadi akibat semua itu berupa kerusakan karena menganggap baik jalan mereka. Karena telah diketahui bahwa bertasyabbuh kepada mereka dalam aspek apapun akan mewariskan kesesuaian dan kedekatan.
Kecendrungan dan kecintaan ini kadang-kadang menyebabkan berbagai kerusakan dahsyat yang kadang-kadang menyampaikan orang kepada keadaan kafir dan keluar dari islam. Oleh sebab itu datanglah syariat inhi untuk membendung jalan menuju berbagai kerusakan.
Hikmah Kedua : Sesungguhnya dalampelarangan bertasyabbuh kepada orang –orang kafir terdapat pengamanan bagi kepemimpinjan,keistimewaan, dan kesempurnaan umat ini. Karena taklidnya kepada yang lain,tidak diragukan akan menghilangkan semua itu..
Hikmah ketiga : Sesungguhnya perbuatan orang-orang kafir dengan berbagai kelompoknya, tidak lepas dari kekurangan dan kerusakan . Bahkan kekurangan menjadi keharusan yang mengikat bagi perbuatan-perbuatan mereka itu
Meninggalkan bertasyabbuh kepada perbuatan perbuatan mereka adalah suatu keadaan yang sebenarnya adalah keselamatan dari apa-apa yang lekat dengan perbuatan-perbuatan mereka berupa kekurangan dan kerusakan.
Bersikap berbeda dengan mereka dalam segala perkara mereka mengandung manfaat dan kebaikan bagi kita umat islam.
Hikmah keempat : Sesungguhnya dalam meninggalkan tasyabbuh kepada orang-orang kafir, adalah wujud nyata dari makna pemutusan diri (bara) dari mereka dan kemarahan kepada mereka karena Allah Ta’ala.
Hikmah kelima : Sesungguhnya larangan bertasyabbuh kepada orang-orang kafir selalu menuju kepada upaya merealisir tujuan syari’at, yaitu membedakan orangh-orang kafir dari orang-orang islam agar dikenali. Apalagi mereka memiliki perbuatan-perbuatan, pakaian-pakaian, dan tradisi-tradisi khusus. Sehingga urusan mereka tidak bercampur aduk dengan urusan semua manusia sehingga orang tertipu oleh mereka karena tidak mengenal mereka. Aagar tidak ada kesempatan bagimerelka untukmenyebarkan racun mereka karena hilangnya apa-apa yang membedakan mereka dari kaum muslimin.
Selain
yang disebutkan diatas ada pula para
ulama yang menyebutkan beberapa
hikmah diharamkannya umat Islam bertasyabbuh dengan umat non muslim, antara
lain :
1. Tasyabbuh kepada orang kafir akan melahirkan kesesuaian dan keselarasan dengan mereka dalam masalah-masalah yang zhahir, seperti cara dan model berpakaian, cara bersisir, cara berjalan dan berbicara, dan demikian seterusnya, yang pada gilirannya mengantarkan kepada kesamaan dalam akhlak, amalan, dan keyakinan, wal’iyadzu billah. Hal ini bisa disaksikan dengan panca indera, bagaimana seseorang yang memakai pakaian tentara misalnya, maka tentu dia akan mendapati dalam dirinya perasaan berani dan dia akan bertingkah laku sebagaimana halnya tentara, demikian seterusnya. Lihat Al-Iqtidha` hal 11.
2. Tasyabbuh kebanyakannya akan mengarahkan kepada perbuatan mengagumi dan mengidolakan pribadi-pribadi orang-orang kafir, yang pada gilirannya akan membuat dirinya kagum kepada adat, hari raya, ibadah, dan aqidah mereka yang dari awal sampai akhirnya di bangun di atas kebatilan dan kerusakan. Dan hal ini tentunya akan menyebabkan pudar atau bahkan hilangnya agama Islam dari dalam hatinya, tidak kagum terhadap Islam, bahkan acuh tak acuh serta malu mengakui dirinya sebagai muslim. Karenanya tidaklah kita dapati ada muslim yang menokohkan orang kafir kecuali padanya ada sikap kurang mengagungkan Islam, jahil dalam masalah agama, dan lalai -kalau kita tidak katakan meninggalkan- dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
3. Tasyabbuh akan menumbuhkan benih kasih sayang dan loyalitas kepada orang-orang kafir, dan ini hukumnya -paling minimal- adalah haram dan merupakan dosa besar. Allah Ta’ala menyatakan:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al-Mujadilah: 22)
Dan tentunya sikap ini juga akan melahirkan lawannya, berupa memusuhi orang-orang yang mengamalkan sunnah Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, berusaha menghalangi dakwah mereka, bahkan dada-dada mereka (pelaku tasyabbuh) merasa sesak ketika mereka dilarang untuk berbuat bid’ah yang berbau tasyabbuh dalam agama, seperti perayaan maulid Nabi. Lihat Al-Iqtidha` hal. 221
7. Tradisi, Adat Istiadat dan Perilaku Umat
Non Muslim Yang Ditiru/Diikuti oleh Kalangan
Muslim
a.
Menghias dan Mempercantik Masjid
Kaum
non muslim seperti Yahudi, Nasrani,Hindu, Kong-khucu,Budha membangun rumah
ibadah, memberi berbagai hiasan dan
mempercantiknya sedemikian rupa sehingga nampak megah mewah dan cantik.
Umat Islam tidak mau kalah dan ketinggalan dari apa yang diperbuat oleh kaum di
luar mereka. Kaum muslimin membangun masjid secara megah, menghiasinya dan
mempercantiknya sedemikian rupa, bahkan ada yang membangun kubah yang diberi
emas. Umat Islam mengikuti dan menyerupai apa yang dilakukan oleh kaum non
muslim dalam hal membangun rumah ibadahnya. Padahal Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam melarang umatnya untuk menghias dan mempercantik
masjid , sesuai dengan sabda beliau :
سنن
أبي داوود ٣٧٨: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ بْنِ سُفْيَانَ أَخْبَرَنَا
سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي فَزَارَةَ عَنْ
يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ الْمَسَاجِدِ
قَالَ
ابْنُ عَبَّاسٍ لَتُزَخْرِفُنَّهَا كَمَا زَخْرَفَتْ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى
Sunan
Abu Daud 378: dari Ibnu Abbas dia
berkata; Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Saya tidaklah
diperintahkan untuk menghiasi masjid-masjid." Ibnu Abbas berkata; Sungguh
kalian akan menghiasi Masjid-masjid sebagaimana orang-orang yahudi dan nasrani
menghiasi (tempat ibadah mereka).
b.Membangun
Kuburan.
Kuburan
dibangun berbentuk gedung dan dibuatkan kubah yang mewah layaknya masjid dan
diberi kelambu. Mengadakan ibadah dan upacara
zikir, membaca kitab suci dan menyajikan sajian-sajian. Biasanya kuburan yang
dibangun seperti tersebut adalah kuburan para raja-raja, ulama, orang-orang
shaleh dan orang-orang yang dianggap
wali serta kuburnya orang-orang yang dikramatkan.
Tentang
kebiasaan kaum yahudi dan nasrani membangun kuburan dan beribadah di dalamnya
oleh Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam disebutkan dalam sabda beliau :
صحيح
مسلم ٨٢٧: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
وَاللَّفْظُ لِأَبِي بَكْرٍ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا
زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ زَيْدِ بْنِ أَبِي
أُنَيْسَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ النَّجْرَانِيِّ
قَالَ حَدَّثَنِي جُنْدَبٌ قَالَ
سَمِعْتُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ أَنْ يَمُوتَ بِخَمْسٍ وَهُوَ
يَقُولُ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ فَإِنَّ
اللَّهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ
وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ
عَنْ ذَلِكَ
Shahih
Muslim 827: dari Abdullah bin al-Harits
an-Najrani dia berkata, telah menceritakan kepadaku Jundab dia berkata,
"Lima hari menjelang Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam wafat, aku
mendengar beliau bersabda, 'Aku berlepas diri kepada Allah dari mengambil salah
seorang di antara kalian sebagai kekasih, karena Allah Ta'ala telah
menjadikanku sebagai kekasih sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai
kekasih. Dan kalaupun seandainya aku mengambil salah seorang dari umatku
sebagai kekasih, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu menjadikan kuburan
para nabi dan orang-orang shalih dari mereka sebagai masjid, maka janganlah
kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid, karena sungguh aku melarang
kalian dari hal itu".
Sabda
Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :
مسند
أحمد ٢٣٧٤٨: حَدَّثَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ قَالَ حَدَّثَنَا
هِلَالُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ
مِنْهُ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ
مَسَاجِدَ قَالَ قُلْتُ وَلَوْلَا ذَلِكَ أُبْرِزَ قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خَشِيَ
أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا
Musnad
Ahmad 23748: dari 'Urwah bin Az-Zubair
dari Aisyah berkata; Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam sakit dan
tidak bisa bangun, beliau bersabda: "Allah melaknat orang-orang Yahudi dan
Nashara, yang mereka menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai
masjid." ('Urwah bin Zubair) Berkata; saya berkata; "Kalaulah bukan
karena hal itu, maka kuburan nabi akan ditampakkan (tidak dipagar), hanya
karena ada kekhawatiran kuburan beliau akan dijadikan sebagai masjid."
Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam juga melarang umatnya untuk memperindah dengan mengapur dan membangun kuburan
sebagaimana yang disebutkandalam sabda Rasullullah shallahu’alaihi wa sallam :
صحيح
مسلم ١٦١٠: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ
عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ
يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
و
حَدَّثَنِي هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مُحَمَّدٍ ح و حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ
قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُا
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ
Shahih
Muslim 1610: dari Jabir ia berkata;
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk
dan membuat bangunan di atasnya." Dan telah menceritakan kepadaku Harun
bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Muhammad -dalam jalur
lain- Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi' Telah menceritakan
kepada kami Abdurrazaq semuanya dari Ibnu Juraij ia berkata, telah mengabarkan
kepada kami Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Saya
mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dengan hadits semisalnya.
c.Beribadah
dengan cara meniru dan menyerupai ibadahnya non muslim
Syari’at
Islam telah menggariskan bagaimana cara pemeluknya untuk beribadah ( menyembah
) Allah subhanahu wa ta’ala yaitu dengan cara shalat, baik shalat fardhu 5
waktu dan shalat-shalat sunnah lainnya.Ibadah shalat ini disyari’atkan khusus b
agi pemeluk Islam dan tidak ada yang sama dengannya. Sedangkan kalangan umat
lain selain Islam melakukan sembahyang dengan cara mereka sendiri-sendiri.
Sebagai contoh umat Hindu salah satu bentuk melakukan sembahyangnya untuk shang
widi ialah dengan memberikan persembangan sesajen baik berupa kue-kue, makanan
dan buah-buahan.
Penyembahan
dengan cara memberikan sesajen oleh penganut Hindu oleh sebagian masyarakat
Islam di negeri ini ditiru pula dengan memberikan sesajen kepada yang mereka
namakan penguasa alam pada saat diselenggarakannya pesta tahunan sedekah laut,
pesta sedekah bumi, mempersembahkan tumbal di kawah-kawah gunung berapi, serta
menggantungkan sesajen dipohon-pohon besar yang dianggap angker dan ada
penunggunya berupa jin,
d.Mengagung-agungkan
/Memuji Secara Belebihan Alim Ulama
Sebagian
besar ulama Bani Israil itu menjadi rusak. Mereka bukan lagi pewaris
hukum-hukum Nabi Musa ‘alaihisallam melainkan berubah menjadi orang yang
diagung-agungkan/didewa dewakan, ditaqlidi, mengkaji sihir, percaya khurafat
dan takhyul dan menjadi kahin penjual ayat-ayat Taurat.Mereka merubah
hukum-hukum Allah demi peraturan
setempat atau jika ada peraturan peraturan yang menyimpang dari hukum Taurat,
mereka berusaha mencocokkkanya dan memberikan dalil.
Dari
kalangan kaum muslimin juga ada yang
berperilaku seperti kaum Yahudi yang mengagung-agungkan dan sampai kepada
mendewa-dewakan ulama mereka. Mereka memilih untuk memegang apa yang yang
dikatakan oleh ulama-ulama mereka meskipun tidak berdasarkan dalil-dalil dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah. Apa yang difatwakan oleh para ulama mereka itulah yang
dijadikan dasar untuk beribadah dan bermuamalah meskipun tidak bersumber dari
al-Qur’an dan as-Sunnah, mereka lebih suka berbuat bid’ah meninggalkan sunnah
demi mengekor kepada ulamanya. Apa yang diperbuat orang-orang tersebut karena
pengagungan mereka kepada ulama yang jadi panutannya. Mereka rela meninggalkan
as-sunnah demi keta’atan kepada ulama.
e.
Menyelenggarakan peringatan-peringatan hari/kejadian peristiwa yang dianggap
penting .
Kaum
non muslim, baik Yahudi maupun Nasrani
paling getol untuk menyelenggarakan peringatan-peringatan hari/kejadian-kejadian
yang penting karena sekaligus mereka pada saat tersebut melakukan
ibadah-ibadah. Mereka beranggapan penyelenggaraan tersebut merupakan bagian
dari syari’at agama mereka.
Kaum
diluar muslim baik Yahudi, Nasrani, Budha,Kong-Huchu, Hindu dan lain-lainnya
menyelenggarakan perayaan peringatan hari-hari lahir nabi mereka, seperti hari
kelahiran Nabi Isa ( Natal ), hari paskah, tahun baru kelender agama mereka
seperti tahun baru Masehi, tahun baru Saka, tahun baru Cina dan lain-lainnya.
Mengingat
di dalam syari’at Islam tidak ada perintah untuk menyelenggarakan peringatan
–peringatan hari yang dianggap penting, maka untuk menyaingi dan agar dianggap
sama dengan kalangan non muslim maka oleh sebagian kalangan muslim diadakanlah
penyelenggaraan perayaan peringatan yang
berkaitan dengan hari-hari yang penting yang mereka namakan hari besar Islam.
Sehingga muncullah setiap tahun berbagai perayaan peringatan seperti tahun baru
1 Muharram, peringatan hari turunnya al-Qur’an ( Nuzuul Qur’an ), peringatan
hari kelahiran Nabi Muhammad ( maulid), peringatan Isra Mi’raj
f.Upacara
mengarak tabut.
Pada
awalnya mengarak tabuk itu hanya dikenal oleh kaum Yahudi, kemudian datanglah
sekelompok orang syi’ah memperingati peristiwa gugurnya Husein dengan mengarak
tabut. Selanjutnya upacara tersebut diikuti/ditiru pula oleh kalangan Islam
seperti yang dilakukan di Sumatera.
g.Peringatan
Hari Ulang tahun Kelahiran
Dalam syari’at Islam tidak dikenal adanya
peringatan hari kelahiran atau hari ulang tahun. Peringatan hari kelahiran (
ultah ) merupakan tradisi dari kaum Nasrani. Mereka menyelanggarakan pesta
untuk memperingati setiap tahun hari kelahiran
dari tiap-tiap anggauta keluarganya. Pesta yang dengan ciri khas meniup
lilin yang disediakan diatas kue ulang tahun . Mereka yang hadir dikundang
dalam pesta memberian hadiah ulang tahun.
Tradisi
memperingati hari kelahiran oleh kaum Nasrani tersebut oleh hampir semua kalangan
umat islam diikuti dan ditiru sehingga tidak ubahnya mereka tersebut seperti
kaum Nasrani. Dewasa ini kue ulang tahun diganti dengan nasi tumpeng.
Kemudian agar nampak islami diadakan
pembacaan doa dalam rangka mendapatkan
kemaslahatan dan panjang umur .
h.Tukar
cincin pertunangan dan cincin kawin
Kaum
non muslim seperti kaum Nasrani mempunyai tradisi melakukan peresmian
pertunangan dengan melakukan tukar cincin pertunangan antara pasangan kekasih
sebagai tanda sudah terikatnya mereka dalam rencana perkawinan. Kemudian pada
saat acara pernikahan di depan pendeta dilakukan tukar cincin perkawinan.
Sebagian
besar kaum Muslimin dewasa ini juga meniru dan mengikuti apa yang dilakukan
oleh kalangan Nasrani tersebut untuk melakukan tukar cincin yang dilakukan pada
saat melakukan penyerahan mas kawin.Kemudian pada saat selesainya akad nikah
penghulu memerintahkan agar pasangan yang baru menikah melakukan lagi tukar
cincin kawin.
Sesungguhnya
akad nikah bagi kaum Muslimin adalah bagian dari syari’at sebagaimana yang
diatur dalam as-sunnah, namun sangat
disayangkan oleh banyak orang dicampur adukkan dengan hal-hal diluar syari’at
yaitu melakukan tukar cincin kawin dimana pengantin pria memasangkan cicin
kepada jari manis ditangan kanan mempelai wanita dan begitu pula sebaliknya.
Sungguh merupakan sebuah kejahilan terhadap agama dimana perbuatan yang baik
sesuai sunnah dicampur adukkan dengan perbuatan bathil karena hanya sekedar untuk
menurutkan hawa nafsu agar dinilai oleh orang sebagai perbuatan yang modern
tidak ketinggalan zaman mengikuti mode yang sudah berkembang yang dianggap
sebagai tradisi yang baik meskipun tidak bersesuain dengan syari’at Islam.
i.Peringatan
Hari Perkawinan.
Dikalangan
kaum non muslim terutama dikalangan umat Nasrani dikenal pesta peringatan hari
ulang tahun perkawinan yang populer
dengan sebutan kawin perak bagi mereka yang memperingati 25 tahun
perkawinannya, kawin Emas untuk pasangan yang memperingati 50 tahun
perkawinannya.Peringatan ultah perkawinan oleh kalangan Nasrani tersebut
bersumber dari zamanya Romawi Purba. Tidak mau ketiinggalan agar disebut pula
sebagai golongan yang modern maka sebagian kalangan umat Islam juga ikut melakukan dan meniru apa yang
dilakukan oleh orang-orang non muslim tersebut dengan menyelenggarakan pesta
yang disesuaikan dengan tingkat kedudukan mereka ditengah-tengah masyarakat,
sehingga ada yang menyelenggarakan pesta ultah perkawinannya di hotel-hotel
mewah.
j.Menyediakan
bunga-bungan untuk peristiwa kematian
Kaum
Nasrani dan Hindu dalam peristiwa kematian memiliki tradisi untuk menyiapkan
bunga-bungaan, tradisi ini oleh kaum muslimin juga ditiru dengan menyediakan
bunga-bungaan dengan meletakkankan diatas keranda dan begitu juga setelah
jenazah dikubur diatas kuburan ditebarkan pula
bunga-bungaan.
Selain
itu sebagian kaum muslimin juga
mengirimkan karangan bunga sebagai ucapan turut berduka cita kepada keluarga
yang meninggal, kebiasaan pengiriman
karangan bunga duka cita ini juga ditiru dari tradisi kaum Nasrani.
k.Berpakaian
hitam-hitam dalam keadaan berduku/ditimpa musibah
Tradisi
dan kaum Yahudi dan Nasrani pada saat berduka cita atau ditimpa musibah seperti
ada keluarga yang meniggal mereka berpakaian serba hitam. Oleh sebagian
kalangan kaum muslimin tradisi mereka tersebut ditiru dan diikuti pula. Ketika
ada keluarga yang meninggal atau ketika melayat ketempat orang meninggal mereka
yang menyerupai kaum yahudi dan Nasrani tersebut menggunakan pakaian
hitam-hitam untuk menunjukkan bahwa mereka turut pula berduka cita.
l.Tradisi
Memperingati Hari Kematian.
Animisme dan dinamisme kepercayaan jahiliyah
yang dianut nenek moyang masyarakat dinegeri ini sebelum datangnya Islam,
meyakini bahwa bahwa arwah yang telah dicabut dari jasadnya akan gentayangan
disekitar rumah selama tujuh hari kemudian setelahnya akan meninggalkan tempat
tersebut akan kembali pada hari ke empat puluh hari, hari keseratus setelah
kematian dan pada hari keseribunya setelah kematian. Atau mereka meyakini bahwa
arwah akan datang setiap tanggal dan bulan dimana dia meninggal ia akan kembali
ketempat tersebut, sehingga masyarakat pada saat itu ketakutan akan gangguan
arwah tersebut dan membacakan mantra mantra sesuai keyakinan mereka.Setelah
Islam mulai masuk dibawa oleh para Ulama yang berdagang ketanah air ini, mereka
memandang bahwa ini adalah suatu kebiasaan yang menyelisihi syari’at Islam,
lalu mereka berusaha menghapusnya dengan pertlahan, dengan cara memasukan bacaan
b acaan berupa kalimat kalimat thoyibah sebagai pengganti mantra mantra yang tidak
dibenarkan menurut ajaran Islam dengan harapan supaya mereka bisa berubah
sedikit demi sedikit dan meninggalkan acara tersebut menuju ajaran Islam yang
murni. Akan tetapi sebelum tujuan akhir ini terwujud dan acara pembacaan
kalimat kalimat thoyyibah ini sudah menggantikan bacaan mantra mantra yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam, para ulama yang bertujuan baik ini meninggal
dunia sehingga datanglah generasi selanjutnya yang mereka ini tidak mengetahui
tujuan generasi awal yang telah
mengadakan acara tersebut dengan maksud untuk meninggalkan secara perlahan.
Jadilah peringatan kematian itu menjadi tahlilan.
Dengan
demikian tahlilan memperingati kematian sebagaimana yang banyak dilakukan oleh
sebagian kalangan kaum muslim merupakan perbuatan meniru-niru atau menyerupai
apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang zaman yang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.
m.Membuat/membangun
patung-patung
Hampir
pada semua tempat di negeri ini yang mayoritas penduduknya beragama Islam
berdiri dengan tegak patung dengan ukuran besar baik sebagai sekedar untuk
menghias taman dan diperempatan jalan atau di monument-monumen .Patung-patung
tersebut ada yang berupa binatang atau patung tokoh atau pahlawan.
Tradisi
membuat patung-patung tersebut dilakukan untuk meniru apa yang dilakukan oleh
kaum Nasrani. Dimana sebenarnya orang Nasraniu pertama yang membuat patung dan
gambar para Nabi dan Malaikat ialah Nasrani Romawi dan Mesir, lalu berkembang
ke Abesinia.
Islam
melarang umatnya untuk membuat patung sebagaimana yang disabdakan oleh
Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam :
صحيح
البخاري ٤١٦: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ عَنْ هِشَامِ
بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ
أُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَنِيسَةً
رَأَتْهَا بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ يُقَالُ لَهَا مَارِيَةُ فَذَكَرَتْ لَهُ مَا رَأَتْ
فِيهَا مِنْ الصُّوَرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيهِمْ الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ
بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ أُولَئِكَ شِرَارُ
الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
Shahih
Bukhari 416: dari 'Aisyah, bahwa Ummu
Salamah menceritakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebuah gereja
yang dia lihat di suatu tempat di negeri Habasyah (Eithofia) yang disebut
Mariyah. Kemudian dia ceritakan apa yang dilihatnya bahwa didalamnya ada gambar
(patung). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: "Mereka
adalah suatu kaum yang jika ada hamba shalih atau laki-laki shalih dari mereka
meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuatkan patung
untuknya. Maka mereka itulah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah."
Selain
itu Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda
صحيح
البخاري ٢٠٨٢: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي
حَبِيبٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ
سَمِعَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ
بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ
وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا
يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ
فَقَالَ لَا هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا
جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ
قَالَ
أَبُو عَاصِمٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْحَمِيدِ حَدَّثَنَا يَزِيدُ كَتَبَ إِلَيَّ عَطَاءٌ
سَمِعْتُ جَابِرًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
Shahih
Bukhari 2082: dari Jabir bin 'Abdullah
radliallahu 'anhu bahwasanya dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda ketika Hari Penaklukan saat Beliau di Makkah: "Allah dan
RasulNya telah mengharamkan khamar, bangkai, babi dan patung-patung". Ada
yang bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan lemak dari bangkai
(sapi dan kambing) karena bisa dimanfaatkan untuk memoles sarung pedang atau
meminyaki kulit-kulit dan sebagai bahan minyak untuk penerangan bagi manusia?.
Beliau bersabda: "Tidak, dia tetap haram". Kemudian saat itu juga
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Semoga Allah melaknat Yahudi,
karena ketika Allah mengharamkan lemak hewan (sapi dan kambing) mereka
mencairkannya lalu memperjual belikannya dan memakan uang jual belinya".
n.Memuji-muji
Allah dan Rasullullah shalllahu’alaihi wa sallam dengan nyanyi-nyanyian.
Kaum
Nasrani melakukan ritual ibadah kebaktian
dengan menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Tuhan Yesus, maka
sebagian kaum muslimin tidak mau
ketinggalan, mereka juga ikut melantunkan nyanyian puji-pujian kepada Allah dan Rasullullah
shallallahu’alaihi wa salam melalui kasidah, nasyid dan melantunkan pembacaan
shalawat karangan penyair yang mengandung syirik yang diiringi dengan music
serupa yang dilakukan di gereja.
o.Mengucapkan
salam ala salamnya orang-orang Nasrani.
Rasullullah
shallallhu’alaihi wa sallam memerintahkan kepada umat Islam untuk menyampaikan
ucapan “ Assalamu’alaikum warahmatullah wabarkatuh “, namun salam yang
perintahkan tersebut oleh sebagian kalangan muslimin ditinggalkan dan diganti
dengan salam berupa ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat
malam, yang ditiru dalam kaum Nasrani.Mereka yang menggunakan ucapan seperti
tersebut menganggap remeh salam secara Islam
dan meninggaljannya demi untuk mengikuti, meniru dan menyerupai salamnya
kaum N asrani.
p.Ikut
merayakan dan memperingati hari raya/hari besar agama lain.
Pada
setiap hari-hari raya/hari besarnya orang-orang non muslim, banyak diantara
orang-orang Muslim yang ikut merayakannya, hadir ditempat acara kegiatan yang
dilakukan oleh orang-orang non muslim seperti peringatan Natal. Lagi-lagi pada
tahun baru masehi begitu banyak orang-orang muslim yang ikut menyambut dan
merayakannya. Padahal apa yang mereka ikuti tersebut adalah bagian dari hari
besar kalangan non muslim yang di dalammnya dilakukan kegiatan ibadah. Termasuk
dalam hal ini datang ke rumah-rumah mereka orang-orang Nasrani dan mengucapkan
selamat natal merupakan perbuatan ikut merayakan hari besarnya kaum Nasrani.
Banyak
diantara kaum muslimin secara
beramai-ramai setiap datangnya tahun baru menyelenggarakan penyambutan malam tahun baru dengan menyelenggarakan
pesta, tidak hanya dilakukan oleh kalangan menengah keatas tetapi juga kalangan
masyarakat kelas bawah di tiap-tiap RT juga menyelenggarakan kegiatan yang
serupa.
Di
negeri Barat yang nota bene masyarakatnya sebagian terbesar adalah kaum Nasrani
setiap tahun juga menyelenggarakan peringatan dan perayaan yang mereka namai
May Day . Di Indonesia yang mayoritas Muslim tidak mau pula ketinggalan dari apa yang dilakukan
kalangan Nasrani di luar negeri , ibu-ibu dan para wanita lainnya
menyelenggarakan pula peringatan khusus
untukl kalangan wanita/ibu-ibu yang mereka namakan Hari Ibu.
Sedangkan
dikalangan remaja Muslim biasanya pada setiap tahun tidak mau pula ketinggalan
menyambut dan merayakan hari kasih sayang ( valentine) sebuah tradisi dari kalangan
Nasrani.
Mengikuti
penyelenggaraan penyambutan, peringatan dan perayaan hari raya/ hari besar kaum
non muslim seperti hari Natal, Tahun baru hari, Hari Ibu dan Valentine sesungguhnya merupakan perbuatan untuk menyerupai pihak non Muslim.
q.Menggunakan
biji-bijian ( tasbeh) untuk beribadah
Sebelum
Islam para pendeta Budha dan Hindu sudah lama menggunakan biji-bijian tasbeh dalam
melakukan ibadahnya. Begitu pula kaum
Nasrani juga menggunakannya yang disebut Rosario serta dijadikan mereka sebagai
kalung dengan dilengkapi patung salib kecil. Sebagian orang-orang muslim meniru
dan mengikuti mereka dan menjadikan biji-bijian tasbeh sebagai alat untuk
menghitung bacaan dzikir . Padalah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan
untuk menggunakan ruas-ruas/buku-buku jari untuk menghitung bacaan dzikir
sebagaimana sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam :
سنن
أبي داوود ١٢٨٣: حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ عَنْ
هَانِئِ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ حُمَيْضَةَ بِنْتِ يَاسِرٍ عَنْ يُسَيْرَةَ أَخْبَرَتْهَا
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُنَّ أَنْ يُرَاعِينَ بِالتَّكْبِيرِ
وَالتَّقْدِيسِ وَالتَّهْلِيلِ وَأَنْ يَعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ
مُسْتَنْطَقَاتٌ
Sunan
Abu Daud 1283: dari Yusairah ia telah
mengabarkan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan
mereka (para wanita) agar menjaga takbir, pensucian Allah, serta tahlil, dan
menghitung dzikir menggunakan ruas-ruas jari, karena ruas-ruas tersebut akan
ditanya dan diminta untuk berbicara.
Sesungguhnya
dzikir yang dibaca oleh seseorang jika dihitung dengan jari-jari tangan kanan
itu lebih afdlal. Karena hal itu yang dianjurkan oleh Rasulullah (Warid) dengan
perkataan dan dengan perbuatannya sendiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh
‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa Rasulullah
ketika bertasbih beliau menghitungnya dengan jari-jari tangan kanannya (HR.
Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim dan al-Baihaqi dalam Sunan-nya).
r.Memberi
salam dengan menggunakan isyarat tangan
Kaum
Hindu dalam menyampaikan penghormatan dengan cara mengatupkan kedua telapak
tangan dan meletakkannya di depan dada.Sebagian kaum Muslimin dewasa ini dalam
menyampaikan salam juga mengatupkan dua telapak tangan banyak yang meniru dan
mengikuti sebagaimana kaum Hindu menyampaikan penghormatan.
Sedangkan
kaum Yahudi untuk menyampaikan salam dengan isyarat dua jari dan kaum Nasrani
dengan cara mengangkat tangannya.
s.Menyambut
tamu yang dihormati dengan pengalungan bunga, acara ritual tabur beras kuning
dan tepung tawar
Kaum
Nasrani dalam menyambut kedatangan tamu agung/seseorang yang dihormati yang
berkunjung kesuatu daerah melakukan penyambutanb dengan upacara pengalungan bunga. Kebanyakan kaum Muslimin meniru dan mengikuti
apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani tersebut apabila kedatangan tamu yang
dihormati seperti pejabat atau tamu agung dengan pengaluran bunga.
Upacara
penyambutan tamu selain dengan pengalungan bunga juga adapula yang melakukannya
dengan ritual tepung tawar (memercikkan air bunga-bungaan) dengan menggunakan
bunga mayang pinang atau kelapa kemudian dilanjutkan dengan ritual tabur beras
kuning. Tradisi yang sedemikian ditiru dan diikuti dari tradisi warisan
peninggalan nenek moyang dari zaman jahiliyah.
t.Berdiri
menyambut/menghormati orang
Kebanyakan
kaum Muslimin apabila menyambut orang-orang lain yang datang memasuki suatu
tempat mereka berdiri sebagai bentuk menghormati orang tersebut.Apalagi kalau
yang dihormati tersebut adalah pejabat. Kebiasaan tersebut ditiru dari perbuatan
orang-orang di luar Muslim. Sedangkan berdiri untuk menghormati orang lain
dilarang oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud :
سنن
أبي داوود ٤٥٥٣: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ
بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ مِسْعَرٍ عَنْ أَبِي الْعَنْبَسِ عَنْ أَبِي الْعَدَبَّسِ عَنْ
أَبِي مَرْزُوقٍ عَنْ أَبِي غَالِبٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ
خَرَجَ
عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا
فَقُمْنَا إِلَيْهِ فَقَالَ لَا تَقُومُوا كَمَا تَقُومُ الْأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهَا
بَعْضًا
Sunan
Abu Daud 4553: dari Abu Umamah ia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menemui kami dengan
bertumpu pada sebuah tongkat, hingga kami bangkit ke arahnya. Tetapi beliau pun
bersabda: "Janganlah kalian bangkit layaknya orang-orang 'Ajam (selain
bangsa Arab) bangkit untuk mengagungkan sebagian yang lain."
v.Penggunaan
beduk di masjid untuk tanda dimasukinya waktu melakukan shalat
Sampai
sekarang di rumah-rumah ibadah kaum Muslimin seperti masjid, langgar atau surau
beduk masih dan tetap digunakan sebagai sarana/alat untuk memberitahukan kepada
kaum Muslimin bahwa waktu untuk shalat sudah tiba. Biasanya sebelum azan
dikumandangkan terlebih dahulu beduk dipukul/ditalu secara berulang-ulang d.
Setelah beduk selesai ditalu dilanjutkan dengan kumandang azan.
Penggunaan
beduk di masjid atau surau-surau sebagai sarana pemberitahuan tibanya waktu
shalat ditiru dan menyerupai kaum non muslim baik dari sekte Hindu maupun pada
kuil kelenteng Kong Hu chu dan Shinto.
Sesungguhnya
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam telah melarang dan menolak dengan
tegas untuk menggunakan alat seperti lonceng atau trompet untuk memberitahukan
waktunya shalat sebagaimana yang diusulkan/digagas oleh sahabat beliau. Riwayat
dimaksud disebutkan dalam sebuah hadits :
سنن
أبي داوود ٤٢٠: حَدَّثَنَا عَبَّادُ بْنُ مُوسَى الْخُتَّلِيُّ وَزِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ
وَحَدِيثُ عَبَّادٍ أَتَمُّ قَالَا حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ عَنْ أَبِي بِشْرٍ قَالَ زِيَادٌ
أَخْبَرَنَا أَبُو بِشْرٍ عَنْ أَبِي عُمَيْرِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ عُمُومَةٍ لَهُ مِنْ
الْأَنْصَارِ قَالَ
اهْتَمَّ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلصَّلَاةِ كَيْفَ يَجْمَعُ النَّاسَ
لَهَا فَقِيلَ لَهُ انْصِبْ رَايَةً عِنْدَ حُضُورِ الصَّلَاةِ فَإِذَا رَأَوْهَا آذَنَ
بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ الْقُنْعُ يَعْنِي
الشَّبُّورَ وَقَالَ زِيَادٌ شَبُّورُ الْيَهُودِ فَلَمْ يُعْجِبْهُ ذَلِكَ وَقَالَ
هُوَ مِنْ أَمْرِ الْيَهُودِ قَالَ فَذُكِرَ لَهُ النَّاقُوسُ فَقَالَ هُوَ مِنْ أَمْرِ
النَّصَارَى فَانْصَرَفَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدِ بْنِ عَبْدِ رَبِّهِ وَهُوَ مُهْتَمٌّ
لِهَمِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأُرِيَ الْأَذَانَ فِي
مَنَامِهِ قَالَ فَغَدَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لَبَيْنَ نَائِمٍ وَيَقْظَانَ
إِذْ أَتَانِي آتٍ فَأَرَانِي الْأَذَانَ قَالَ وَكَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَدْ رَآهُ قَبْلَ ذَلِكَ فَكَتَمَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا قَالَ ثُمَّ
أَخْبَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ مَا مَنَعَكَ
أَنْ تُخْبِرَنِي فَقَالَ سَبَقَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ فَاسْتَحْيَيْتُ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بِلَالُ قُمْ فَانْظُرْ مَا
يَأْمُرُكَ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ فَافْعَلْهُ قَالَ فَأَذَّنَ بِلَالٌ
قَالَ
أَبُو بِشْرٍ فَأَخْبَرَنِي أَبُو عُمَيْرٍ أَنَّ الْأَنْصَارَ تَزْعُمُ أَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ لَوْلَا أَنَّهُ كَانَ Sunan Abu Daud 420: dari Abu Umair bin Anas dari sebagian
pamannya dari kaum Anshar, dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sangat memperhatikan shalat, bagaimana cara mengumpulkan orang banyak untuk
mengerjakan shalat. Maka dikatakan kepada beliau; Pancangkanlah bendera ketika
waktu shalat telah tiba. Apabila mereka melihatnya, maka sebagian
memberitahukan yang lainnya. Namun usulan itu tidak disukai beliau. Lalu
disebutkan juga kepada beliau, terompet, kata Ziyad; Terompet Yahudi, pendapat
ini juga tidak disenangi beliau, dan beliau bersabda: "Itu termasuk
perbuatan orang orang yahudi". Disebutkan pula kepada beliau, supaya
memakai lonceng, beliau bersabda: "Itu perbuatan orang orang
Nasrani". Lalu Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih pulang, dia seorang yang
sangat peduli terhadap kepedulian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
kemudian dia bermimpi adzan, katanya; Maka hari esoknya Abdullah pergi
menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu menyampaikan hal
mimpinya itu. Maka dia berkata kepada beliau; Wahai Rasulullah, sesungguhnya
saya di antara tidur dan terjaga, tiba tiba datang kepadaku seseorang lalu
memberitahukan adzan. Katanya; Umar bin Al-Khaththab juga bermimpi demikian
sebelum itu, namun beliau menyembunyikannya selama dua puluh hari. Kata perawi;
Kemudian Umar memberitahukannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka
beliau bersabda kepadanya: "Apa yang menghalangimu untuk menyampaikan
kepadaku?" Dia menjawab; Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku, sebab itu
saya merasa malu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai Bilal, berdirilah, lalu apa yang diperintahkan oleh Abdullah bin
Zaid kepadamu itu, maka laksanakanlah!" Maka Bilal pun mengumandangkan adzan.
Dari
hadits tersebut diatas dapat dipahami bahwa menggunakan alat yang berasal dari
ahli kitab berupa lonceng dan trompet saja dilarang untuk memberitahukan
tentang waktu shalat, tentunya menggunakan beduk yang berasal dari Hindu dan
kelenteng juga terlarang, karena perbuatan tersebut meniru atau menyerupai umat
non Muslim.
8. P e n u t u p
Meskipun
menurut angka statistik jumlah hitungan angka umat islam di negeri ini merupakan
umat yang mayoritas,namun dari sudut
pandang sepintas dalam penampilan dalam
kehidupan sehari-hari ternyata jumlah golongan atau umat non muslim jauh lebih
banyak hitungannya. Hal tersebut dikarenakan tingkah laku dalam keseharian
mereka sudah sangat sulit dibedakan dengan tingkah polah kaum non Muslim. Hal
tersebut dalam terlihat dari gambaran yang nyata bahwa apa yang dilakukan oleh
kalangan non Muslim juga diperbuat dan ditiru, diikuti oleh kaum Muslim.
Hal sedemikian karena apa-apa yang menjadi ciri khas orang –orang diluar islam dalam kehidupan sehari-harinya juga telah dilakukan dan dihayati oleh sebagian terbesar umat islam. Sebagian besar mereka yang beragama islam beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh mereka sama seperti yang dilakukan oleh mereka-mereka di luar islam adalah hal yang lumrah yang tidak perlu dipermasalahkan. Padahal tanpa disadari mereka telah melakukan penyimpangan terhadap syari’at islam yang telah digariskan.
Hal sedemikian karena apa-apa yang menjadi ciri khas orang –orang diluar islam dalam kehidupan sehari-harinya juga telah dilakukan dan dihayati oleh sebagian terbesar umat islam. Sebagian besar mereka yang beragama islam beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh mereka sama seperti yang dilakukan oleh mereka-mereka di luar islam adalah hal yang lumrah yang tidak perlu dipermasalahkan. Padahal tanpa disadari mereka telah melakukan penyimpangan terhadap syari’at islam yang telah digariskan.
Begitu
banyak dan tidak terhitung tradisi orang-orang non Muslim yang diikuti, ditiru
dan diserupai oleh sebagian besar orang-orang Muslim, bahkan hal-hal yang
terkait dengan ibadahnya mereka non muslim juga ditiru dan diikuti serta
diserupai dengan dalih agar disebut sebagai orang yang modern.
Padahal
syari’at Islam melarang keras umatnya untuk mengikuti, meniru-niru dan
menyerupai orang-orang dari kalangan non Muslim, karena Islam memiliki syari’at
yang berbeda yang didalamnya telah diatur segala hal sampai yang terkecil secara sempurna, sehingga tidak lagi memerlukan
penambahan hal-hal yang baru yang berasal dari tradisi kaum muslim. Karenanya
itu kaum muslimin wajib menjauhi segala bentuk meniru-niru, mengikuti dan
menyerupai apa saja dari kaum non muslim.(Wallahu’alam )
Sumber
:
1.
Al-Qur’an dan terjemahan ( Departemen Agama RI)
2. Ensiklopedi hadits Kitab 9 Imam www.lidwapusaka.com
3. Tasyabbuh yang Dilarang Dalam Fiqih Islam Jamil bin Habib Al-Luwaihiq.
4. Bahaya Mengekor non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’i
5. Parasit Aqidah A.D. El.Marzdedeq.
6. Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah.
7. Risalah Bid’ah Abdul Hakim bin Amir Abdat.
8. Artikel www. Al-Atsyyariyah.com
2. Ensiklopedi hadits Kitab 9 Imam www.lidwapusaka.com
3. Tasyabbuh yang Dilarang Dalam Fiqih Islam Jamil bin Habib Al-Luwaihiq.
4. Bahaya Mengekor non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’i
5. Parasit Aqidah A.D. El.Marzdedeq.
6. Mengupas Sunnah Membedah Bid’ah.
7. Risalah Bid’ah Abdul Hakim bin Amir Abdat.
8. Artikel www. Al-Atsyyariyah.com
Diselesaikan pada hari Kamis, ba’da Dhuha, 2 Dzulhijjah 1433H/18 Oktober 2012
( Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar