M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Sabtu, 19 November 2011

ISLAM MELARANG UMATNYA BERZIARAH KE KUBUR YANG DIKERAMATKAN UNTUK BERIBADAH, BERTAWASUL, MEMINTA PERTOLONGAN DAN MENCARI BERKAH




( Oleh : Musni Japrie )

P e n d a h u l u a n
Sebagian besar umat islam di negeri ini sangat akrab dengan tradisi dan budaya ziarah ke kubur-kubur para wali, orang-orang shalih serta orang-orang yang dimuliakan yang dikramatkan . Meskipun harus menempuh perjalanan (syafar) yang cukup jauh dengan mengeluarkan biaya serta tenaga tidaklah menjadi persoalan bagi mereka.Mereka yang berziarah tersebut tidak saja melakukan perjalanan antar kota, juga ada yang antar propinsi, bahkan harus menyeberang pulau .Syafar menziarahi kubur-kubur yang dikramatkan tersebut tidak saja dilakukan secara perorangan dan keluarga, tetapi juga dilakukan dengan berombongan yang dikordinir secara khusus. Sehingga tidak jarang banyak yayasan atau kelompok pengajian/ majelis ta’lim yang sengaja memprogramkan ziarah tersebut bagi para jama’ahnya yang bekerja sama dengan perusahaan yang bergerak dalam jasa travel dan wisata.
Dalam banyak pengamatan yang dilakukan oleh banyak kalangan sebagaimana yang sering diberitakan dalam surat kabar serta televise, setiap hari kubur-kubur yang dikeramatkan yang tersebar diberbagai tempat selalu penuh sesak dikunjungi penziarah untuk memperoleh berkah serta berdoa agar penghuni kubur tersebut dapat memberikan pertolongan dan mengabulkan hajat apa yang dimintakan, namun sebelumnya didahuhului dengan membaca surah yasin dan tahlilan serta tidak ketinggalan melakukan ibadah lainnya seperti sholat diatas kubur. Mereka para penziarah terutama orang-orang yang berduit ada yang bernazar apabila permohonannya dikabulkan mereka akan datang kembali berziarah serta akan membangun serta memperbaiki atau memperindah bangunan kubur. Ironisnya kubur yang dikeramatkan kadang-kadang juga dari kalangan jaman kerajaan sebelum islam
Ziarah ke kubur para wali mencari berkah dan berdo’a meminta /bertawassul kepada penghuni kubur di pandang dari sudut syari’at islamn.
.
Dalam buku “ Tabarruk Memburu Berkah Sepanjang Masa di Seluruh Dunia Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah “, DR.Nashir bin ‘Abddurrahman bin Muhammad al-Judai menulis di halaman 493 bukunya tersebut dibawah sub judul “Tabarruk Dengan Makam Orang Shalih dan Hukum Menziarahinya.”disebutkan sebagai berikut :

Hukum berziarah ke makam orang shalih.
B agi kaum laki-laki disyari’atkannya ziarah kubur, dan bahwa tujuan ziarah ke makam para nabi, orang-orang shalih dan kaum muslimin lainnya ada 2, yaitu :

Pertama untuk mengambil pelajaran dan nasihat serta mengingatkan kepada kematian dan akhirat.
K e d u a adalah berbuat baik kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dengan cara menyampaikan salam dan doa bagi mereka semoga diberikan ampunan, rahmat dan keselamatan.

Hukum mengadakan safar (perjalanan) untuk berziarah.
Apabila berziarah ke makam para Nabi dan orang-orang shalih disunnahkan , lalu apakah boleh mengadakan perjalanan jauh (safar) untuk menziarahinya? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah mengatakan : para pengikut kami mazhab Hanbali yaitu tidak boleh mengadakan perjalanan (safar) untuk ziarah kubur dan itu suatu kemaksiatan dan tidak boleh meng-qasshar shalat dalam perjalanan tersebut, karena perjalanan tersebut bid’ah yang tidak pernah ada pada generasi ulama salafus shalih, sesuai dengan sabda Rasullulah shallalahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat dalam ash- Shahiihain , beliau bersabda :

صحيح البخاري ١٨٥٨: حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْرٍ قَالَ سَمِعْتُ قَزَعَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
وَكَانَ غَزَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ سَمِعْتُ أَرْبَعًا مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْجَبْنَنِي قَالَ لَا تُسَافِرْ الْمَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ إِلَّا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ وَلَا صَوْمَ فِي يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ وَلَا بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ وَلَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي هَذَا
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Abdul Malik bin 'Umair berkata, aku mendengar QAza'ah berkata; Aku mendengar Abu Sa'id Al Khudriy radliallahu 'anhu yang pernah mengikuti peperangan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebanyak dua belas peperangan, berkata: "Empat perkara yang aku dapatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, yang perkara-perkara itu menakjubkan aku (yaitu): "Tidak boleh seorang wanita bepergian sepanjang dua hari perjalanan kecuali bersama suaminya atau mahramnya, dan tidak boleh shaum dua hari raya, 'Iedul Fithri dan 'Iedul Adhha, dan tidak boleh melaksanakan dua shalat, yaitu setelah 'Ashar hingga matahari terbenam, dan setelah Shubuh hingga matahari terbit, dan tidaklah ditekankan untuk berziarah kecuali untuk mengunjungi tiga masjid, Al Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjidku ini ".( HR.Shahih Bukhari)

Larangan ini berlaku umum bagi perjalanan ke masjid masjid dan ke-tempat-tempat gugurnya para syuhada, serta setiap tempat yang sengaja dituju dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diantaranya adalah ziarah kubur.Inilah yang dipahami oleh para sahabat.
Sesungguhnya mengadakan perjalanan ke makam para Nabi dan orang-orang shalih tidak pernah ada dalam
islam selama 3 generasi, yaitu generasi sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang telahmendapatkan sanjungan dari Rasullullah shallalahu ‘alaihi wa sallam. Seandainya diperbolehkan, pastilah hal itu pernah dilakukan oleh salah seorang dari mereka. Hal itu tidak pernah terjadi kecuali setelah tiga generasi utama.
Tidak disebutkan adanya perintah dari Rasullulah shallalahu ‘alaihi wa sallam agar mengadakan perjalanan ke-tempat-tempat gugurnya para syuhada dan makam mereka yang usang. Namun di riwayatkan dari Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat beliau, dan pata tabi’in , adanya perjalanan untuk tujuan –tujuan lain tanpa diragukan lagi.
Sesungguhnya mengadakan perjalanan ke makam para nabi dan orang-orang shalih dapat menjadikannya sebagai hari raya dan perkumpulan-perkumpulan agung, sebagaimana dapat disaksikan dan diserupakan dengan mengadakan perjalanan untuk menziarahi Baitullah al-Haram. Hal ini bertentangan dengan syari’at disamping hal itu dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan lainnya.

Selanjutnya DR.Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad al-Judai’, mengingatkan bahwa adanya ketetapan yang melarang mengadakan perjalanan (secara khusus hanya) untuk menziarahi makam para Nabi dan orang-orang shalih, meskipun ziarah itu dilakukan dengan cara yang disyari’atkan, apalagi jika ziarah mengandung banyak kemunkaran dan kerusakan. Jadi kesimpulannya adalah disunnahkan ziarah ke makam para Nabi, orang-orang shalih, dan orang-orang mukmin, dengan cara yang disyari’atkan tanpa menyengaja diri untuk berziarah dan mengadakan perjalanan.

Makam-makam terkenal yang dicari berkahnya.
Sesungguhnya fitnah dan bencana paling besar yang terjadi di kalangan kaum muslimin setelah tiga generasi utama adalah mengagungkan makam-makam para Nabi (membuat bangunan diatasnya dan menghiasnya), para wali dan orang-orang shalih, serta menjadikannya sebagai tempat ziarah,berkumpul (masyhad), dan mencari berkah, dengan berbagaicara yang dengan sarat bid’ah ( yang diharamkan syari’at).
Sebenarnya yang pertama kali memasukkan berbagai bentuk bid’ah ini di kalangan kaum muslimin adalah kaum syi’ah Rafidhah, yang berada dibawah kekuasaan Daulah ‘Ubaidiyah pada priode tahun akhir tiga ratusan ketika khilafah Bani ‘Abbas melemah, kemudian diikuti oleh para sufi,lalu menyebarkannya diantara kaum muslimin.
d. Beberapa bentuk tabarruk dengan makam orang-orang shalih.
Para pelaku bid’ah dengan kuburan tidak berhenti pada batasan kesunnahan yang berkaitan dengan kuburan dan menziarahi penghuninya. Akan tetapi,mereka melampuai batas hingga mengadakan banyak bid’ah yang membahayakan, terutama disisi makam para wali dan orang-orang shalih, ataun orang-orang yangmerekaq sebut demikian.
Mereka melakukan semuaitu atas nama mencari berkah dengan orang-orang shalih,meyakini mereka dapat mendatangkan manfaat,memuliakan dan menyucikan makammereka. Mereka mengklaim bahwa semua itu termasuk syari’at agama.

Dalam buku Tabarruk Memburu Berkah yang ditulis oleh DR.Nashir b in Abdurrahman bin Muhammad al-Judai’, disebutkan pula beberapa bentuk mencari berkah dengan makam orang-orang shalih yang paling menonjol yaitu :

1.Berdo’a kepada para penghuni kubur dan meminta hajat mereka.
Hal ini termasuk bid’ah terbesar yang diada-adakan disisi kubur. Diantara
Para pelaku bid’ah ada yang meminta pertolongan (istighatsah) kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dan meminta dari mereka beberapa keperluan yang berkaitan dengan agamawi maupun duniawi. Mereka meminta kepada penghuni kubur sebagaimana halnya meminta kepada orang yang masih hidup.
Tidak diragunkan lagi bahwa amal perbuatan ini dan semacamnya adalah syirik besar yang dapat mengeluarkannya dari agama islam dan menyebabkan kelanggengan di Neraka bagi orang yang meninggal dunia dalam keadaan seperti itu.
Diantara bid’ah yang diada-adakan adalah bertawassul dengan penghuni kubur agar penghuni kubur berdoa kepada Allah untuknya..
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah berbicara mengenai hukum perbuatan ini : Ini adalah bid’ah menurut kesepakatan para imam kaum muslimin.
Syaikh Muhammad Bin Aibrahim rahimahullaah berkata : “ Adapun bertawasul dengan orang-orang yang sudah meninggal dunia dan menjadikan mereka sebagai perantara antara mereka dengan Allah, maka ia termasuk dosa yang terbesar yang diharamkan. Bahkan perbuatan ini adalah dari apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang tidak meyakini lata,’uzza dan lainnya,adalah pencipta dan memberi rezeki. Mereka hanya bertawassul dengannya kepada Allah sebagaimana yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala ceritakan tentang mereka dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”(QS. Az-Zumar: 3 )

, 2. Melakukan sebagian ibadah disisi kubur.
Pertama : Ibadah semacam ini yang paling terkenal adalah sengaja melakukan do’a disisi kubur orang-orang shalih, karena meyakini adanya keberkahannya, dan do’a disisinya mustatajab ( dikabulkan).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hukum masalah ini, dia berkata : b erdoa disisi kuburan dengan keyakinan bahwa b erdo’a disana lebih cepat terkabul dari pada ditempat lainnya . Maka hal itu dilarang, baik larangan haram atau atau larangan tanzih, namun ia lebih mendekati keharaman

Kedua : Diantara ibadah yang dijumpai adalah mendirikan shalat di sisi kubur orang-orang shalih atau menghadap kepadanya dalam rangka mencari berkah dengannya,mengharap do’anya terkabul dan pahalanya diperbesar. Maka mengenai hal ini Syaikhul Islam bnu Taimiyah berkata setelah mengisyaratkan adanya larangan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam terhadap shalat yang dilakukan dipemakaman secara mutlak.Sekalipun orang yang shalat itu tidak bermaksud mencari keberkahan tempat itu dengan shalatnya.Yaitu dalam rangka menutup sarana perbuatan syirik.
Ibnu Taimiyah menjelaskan besarnya penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan shalat di sisi kubur dengan maksud mencari berkah, dia berkata : “ Jika seseorang bermaksud melakukan sholat di sisi kubur para Nabi, orang-orang shalih dalam rangka mencari berkah, maka hal ini adalah inti penyimpangan terhadap Allah, Rasul-Nya , dan agama-Nya, serta mengada-ada sesuatu dalam agama yang tidak dizinkan oleh Allah.
Ketiga : Diantaranya juga,mendekatkan diri kepada para penghuni kubur,
dengan cara menyembelih hewan atau bernazar untuk mereka. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu termasuk syirik, karena menyembelih hewan dan bernazar termasuk katagori ibadah, maka memperuntukkan salah satu dari keduanya kepada selain Allah adalah perbuatan syirik.

Keempat : jika kuburan sengaja dijadikan tempat untuk melaksanakan berbagai macam ibadah lainnya,seperti zikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an, puasa , bersedeqah, menyembelih hewan disisinya, maka semua itu dan semacamnya termasuk bid’ah yang tercela. Melakukan sesuatu itu disisi kubur tidak mengandung satupun keutamaanpun dibanding tempat lainnya.

Dijelaskan juga oleh DR.Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad al-Judai, bahwa kerusakan,kemunkaran, dan keburukan yang terkandung dalam berbagai fenomena mencari berkah yang diada-adakan terhadap kuburan diantaranya :

1.Membuka pintu fitnah dengan kuburan dan syirik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Karena,berdo’a atau melakukan shalat-misalnya-disisi kubur orang yang shalih termasuk sarana yang paling dekat kepada perbuatan syirik. Inilah kerusakan dan kemunkaran yang paling berbahaya akibat mencari berkah tersebut. Bahkan pada subsantasinya, sebagian bentuk tersebut adalah syirik.

2.Mengadakan perjalanan ke kuburan , sekalipun dari tempat yang jauh, dan menyerupai para penyembah berhala dengan apa yang dilakukan disisinya berupa i’tikaf diatasnya, bersanding disisinya, menggantungkan kain penutup/kelambu diatasnya dll semuanya itu mendatangkan laknat Allah dan Rasul-Nya.
3.Menjadikan kuburan sebagai tempat-tempat ziarah dan hari-hari raya yang diulang-ulang, beserta kerusakan dan bahaya besar yang terkandung di dalamnya.

Bertawasul Dengan Para Nabi, Para Wali dan Orang-orang Yang Sudah Meninggal
Dr. Abdul Karin Al-Aqel menyebutkan bahwa kalau orang yang sudah meninggal dunia yang didatangi seseorang untuk meminta kepada Allah subhanahu wata’ala dengan (perantara) berkahnya dan yang diminta bantuannya, setelah mati, sama sekali tidak mampu melakukan sesuatu atau memberi manfa’at kepada dirinya, bagaimana dia mampu memberi manfa’at kepada orang lain?!
Seseorang yang berakal sehat tidak mungkin menerima, bahwa orang yang sudah meninggal dan tidak dapat bergerak serta kehilangan fungsi anggota tubuhnya dapat mendatangkan manfa’at bagi dirinya, apalagi bagi orang lain.
Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam telah menafikan kemampuan seseorang setelah mati untuk berbuat sesuatu, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya :
صحيح مسلم ٣٠٨٤: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ هُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah -yaitu Ibnu Sa'id- dan Ibnu Hujr mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il -yaitu Ibnu Ja'far- dari Al 'Ala' dari Ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa'at baginya dan anak shalih yang selalu mendoakannya."

Dari hadits di atas jelaslah, bahwa justru orang yang sudah meninggal yang membutuhkan do’a dan permohonan ampun dari orang yang masih hidup, bukan sebaliknya.
Kalau hadits ini sudah menetapkan, bahwa amalan manusia telah terputus setelah mati, bagaimana kita percaya bahwa orang yang sudah meninggal hidup lagi sehingga ia dapat berhubungan dengan orang lain dan dapat memberikan berbagai macam bantuan?! Bagaimana kita dapat mempercayainya, karena orang yang tidak memiliki sesuatu tak mungkin dapat memberinya. Dan orang yang sudah meniggal tidak mungkin mendengar orang yang menyerunya, bagaimanapun panjang do’anya. Allah Ta’ala berfirman:

إِن تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan dihari kiamat mereka akan mengingkari kemusyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui” ( QS. Faathir : 14 ) .

Dalam ayat di atas Allah subhanahu wata’ala menafikan kepemilikan dan kemampuan mereka untuk mendengar do’a (orang yang menyeru mereka). Sama-sama kita ketahui, bahwa orang yang tidak memiliki (sesuatu) tidak mungkin dapat memberikannya, dan orang yang tidak dapat mendengar tentu saja tidak dapat mengabulkan (permintaan) dan mengetahuinya.
Dengan ayat di atas, jelaslah bahwa sesungguhnya semua yang diseru selain Allah subhanahu wata’ala, tidak dapat memberikan manfa’at dan tidak pula mudharat. Kalau begitu, apa gunanya menyembah dan berdo’a kepada mereka yang berada di dalam kubur. Hakikat ini juga mengandung bantahan terhadap ahli khurafat, yang suka mengklaim bahwa setelah berziarah ke makam atau setelah berdo’a (meminta) kepada (wali) fulan, hajat kami terkabul. Barangsiapa yang berkata demikian, sesungguhnya ia telah berbohong kepada Allah subhanahu wata’ala. Kalaupun mereka mendapatkan apa yang mereka katakan, maka tercapainya hal itu disebabkan oleh satu dari dua hal berikut:

Pertama : Jika apa yang mereka minta itu sesuatu yang biasanya dapat dilakukan oleh makhluk, maka terkabulnya permintaan itu disebabkan oleh syaitan, karena mereka selalu ada di pekuburan. Sesungguhnya tidak ada satupun kuburan atau berhala yang disembah selain Allah subhanahu wata’ala, kecuali ada syaitan yang menunggunya, dengan tujuan mempermainkan akal manusia.
Dan orang-orang yang bertawassul (berdo’a dengan perantara), karena (kedudukan/ pekerjaan) mereka serupa dengan para penyembah berhala, maka syaitan-syaitan dapat dengan mudah menyesatkan dan menjerumuskan mereka seperti sesatnya para penyembah berhala pada zaman dahulu. Syaitan itu akan menjelma dalam wujud (wali) yang dimintai bantuannya itu, kemudian berbicara langsung dengan mereka, sebagaimana syaitan itu berbicara kepada para dukun. Mungkin saja apa yang mereka bicarakan mengandung unsur kebenaran, namun kebanyakan adalah kebohongan belaka. Kadang-kadang syaitan itu mengabulkan sebagian keinginan mereka dan menolak sebagian bahaya yang tidak mereka kehendaki, yang biasanya memang dapat dilakukan oleh kebanyakan manusia. Namun orang-orang bodoh (awam) itu menyangka bahwa sang walilah yang keluar langsung dari kuburnya dan melakukan semua permintaan mereka itu. Mereka tidak sadar, sebenarnya syaitanlah yang menjelma untuk menyesatkan pelaku syirik yang meminta bantuan (istighasah) kepada wali tersebut.Syaitan juga dapat masuk ke dalam berhala-berhala, sehingga dapat berbicara kepada orang-orang yang menyembahnya dan mengabulkan sebagian apa yang mereka inginkan, sebagaimana yang dinyatakan oleh banyak ulama.

Kedua : Adapun apabila perkara yang diminta itu berupa sesuatu yang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh Allah subhanahu wata’ala, seperti kehidupan, kesehatan, kecukupan, kemiskinan dan lain-lain yang merupakan hak mutlak (prerogatif) Allah subhanahu wata’ala, maka hal ini tercapai berdasarkan qadar (ketentuan) yang telah dituliskan Allah subhanahu wata’ala lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, di mana waktu realisasi (pelaksanaan)nya bertepatan dengan waktu permintaan tersebut. Itu terjadi bukan karena berkatnya do’a penghuni kubur seperti yang mereka sangka. Oleh karena itu, seorang manusia yang berakal, seyogianya tidak boleh begitu saja percaya kepada khurafat (cerita yang dikarang-karang) seperti ini. Sebaliknya ia mesti menggantungkan (harapan) hatinya kepada Allah subhanahu wata’ala dan memohonkan keinginan kepada-Nya sampai terkabul. Ia tidak boleh terpengaruh dan berpaling kepada makhluk, karena semua makhluk itu serba kekurangan, diliputi kebodohan dan kelemahan. Nah, bagaimana mungkin seorang manusia meminta hajatnya kepada makhluknya yang sama (lemah dan butuh) dengannya?! Dan kadang-kadang makhluk yang diminta bantuannya itu adalah orang yang sudah mati, yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan memiliki sesuatu. Bahkan ia lebih lemah dari sekedar mengangkat sebesar biji sawi tanah yang menguburkan dirinya. Bukankah ini benar-benar kesesatan, kajahilan dan penyimpangan yang nyata dari jalan kebenaran?! Akan tetapi, syaitan selalu menghiasi amalan manusia (sehingga yang buruk terlihat baik).
Dan cukuplah sebagai bukti hina dan tercela perbuatan seperti ini, bahwa pelakunya membutuhkan makhluk dengan berpaling daripada Khalik(Allah) Jalla wa ‘Allaa. Demi Allah subhanahu wata’ala, inilah hakekat butanya penglihatan dan matinya hati.
Berbagai Kemunkaran Lain Dalam Ziarah Ke Kubur para Wali yang di Kramatkan.
Selain begitu banyak kemaksiatan berupa berbagai penyimpangan yang telah dilakukan oleh para peziarah pada saat melakukan ziarah ke kubur- orang shalih atau para wali , seperti yang diuraikan oleh DR.Nashir bin ‘Abdurrahman bin Muhamma al-Judai seperti tersebut diatas, maka sebenarnya setelah didalami dengan menggunakan tolok ukur Al-Qur’an dan As- Sunnah, ternyata banyak kemunkaran lain yang terjadi .
Berbagai kemunkaran tersebut apabila diruntut satu persatu adalah seperti yang tersebut dibawah ini :
1.Sebagian terbesar yang banyak menjadi peziarah ke kubur para wali adalah kaum wanita, sedangkan kaum wanita tidak di syari’atkan untuk menziarahi kubur.
2. Sebagian terbesar yang mengikuti tour ke kubur para wali adalah kaum wanita yang tanpa didampingi oleh mahrammnya. Sedangkan agama melarang bagi wanita yang melakukan safar tanpa didampingi mahramnya, baik suami, anak laki-laki, saudara laki-laki, ataupun ayah.
3. Bercampur baurnya antara kaum wanita dengan kaum laki-laki yang bukan mahram tanpa pembatas selama dalam perjalanan diatas kendaraan.
4.Terjadinya saling sentuh/senggol antara kaum wanita dengan kaum laki-laki di jalan-jalan yang sempit karena padatnya orang berlalu lalang.
Antara kaum wanita dan kaum laki-laki yang bukan mahram, duduk saling berdampingan dan berdempetan satu sama lainnya disisi kuburan, sebagai akibat terbatasnya ruangan, sedangkan peziarah banyak jumlahnya.
Banyak para wanita yang mengenakan pakaian tidak sesuai dengan tuntunan syai’at, dan menggunakan make up, sehingga kaum laki-laki bebas untuk memandangnya.
5.Dilalaikannya sholat, meskipun sudah tiba waktunya. Peziarah lebih mengutamakan untuk segera datang di kubur,sekalipun panggilan azan sudah di kumandangkan. Sedangkan sholat qashar dalam safar untuk ziarah termasuk yang dilarang,karena termasuk safar dalam rangka bermaksiat kepadaAllah.
6.Kaum wanita yang melalaikan kewajibannya sebagai ibu rumah tangganya, hanya untuk dapat bepergian berziarah, sehingga harus meninggalkan tanggung jawab terhadap keluarga dalam waktu yang lama.
7.Kaum laki-laki terpaksa harus meninggalkan pekerjaan dan tanggung jawabnya untuk jangka waktu yang relatif lama. Apalagi apabila ia seorang pegawai negeri atau swasta yang digaji.
8.Dikeluarkannya uang untuk ongkos transport dan biaya makan, termasuk membelanjakan harta untuk yang tidak bermanfaat yang dilarang Allah.

K e s i m p u l a n
Dari paparan diatas yang berkenaan ziarah ke kubur para wali dan orang-orang shalih yang dikeramatkan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Pertama :sebagian besar umat islam di berbagai pelosok negeri ini menganggap bahwa melakukan ziarah ke kubur para wali dan orang-orang shalih adalah sebagai bagian dari upaya mendapatkan pahala dan keberkahan, sehingga mereka merasa tidaklah mengapa harus berkorban baik waktu, tenaga dan uang demi kepentingan yang berkaitan dengan agama.

K e d u a : Pada saat melakukan ziarah kebanyakan para ziarah melakukan berbagai ibadah seperti membaca ayat-ayat al-Qur’an dan tahlilan serta berdoa meminta bertawasul dengan penghuni kubur dan bahkan meminta pertolongan agar hajat mereka dikabulkan.

K e t i g a : ternyata apa yang telah dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin yang melakukan ziarah ke kubur-kubur keramat sungguh sangat jauh dari tuntutanan syari’at ( Al-Qur’an dan As-sunnah ), dan seharusnya itu tidak dilakukan oleh orang- orang mukmin. Karena di dalamnya penuh dengan berbagai kemaksiatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan berbagai bentuk kemudharatan yang diharamkan.

K e e m p a t : Apa yang dilakukan oleh mereka-mereka para penziarah ke kubur-kubur yang dikeramatkan, yang sebenarnya diharamkan untuk dilakukan oleh orang-orang muslim, tiada lain sesungguhnya karena mereka jauh dari tuntunan syari’at sebagai akibat jahilnya mereka terhadap ilmu-ilmu agama khususnya yang berkaitan dengan tauhid.

K e l i m a : B erkembangnya segala kemaksiatan dan kemunkaran yang dilakukan oleh penziarah di kubur-kubur yang dikeramatkan sebenarnya tidak terlepas dari adanya peran dari sebagian para da’i, ustadz, kiayi dan alim ulama yang membiarkan dan malah mendorong dilakukannya ziarah tersebut dengan menggunakan pertimbangan akal, pikiran, perasaan dan hawa nafsu belaka, bukan kepada al-Qur’an dan as-Sunnah.

Wallaahu Ta’ala ‘alam.

Sumber bacaan :
1.Al-Qur’an dan terjemahan oleh Departemen Agama R.I
2.Tabarruk Memburu Berkah oleh DR.Nashir bin ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Judai’
3. Benteng Tauhid. oleh Syekh Abdul Rahman As Sa’dy, Syekh Abdul Azis bin Baaz, Syekh Muhammad Shaleh Al Utsaimin, Syekh Abdullah bin Abdul Rahman Al Jabrin
4.Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah Para Wali oleh H.Mahrus Ali.
5.Sesat Tanpa Sadar oleh H.Mahrus Ali.

Selesai ditulis bada ‘ashar, Sabtu 23 Dzulhijjah 1432 H / 19 Nopember 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar