Kota Solo mengadakan Grebeg Maulud, Selasa ( 15/2 ) acara ini dilaksanakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam. Gunungan Grebek Maulud adalah puncak prosesi unguling gongso sekaten tahun BE 1944/2012 di pelataran Masjid Agung Solo Selasa ( 15/2). Sejak pukul 09.00 wib lautan manusiamemenuhi halaman depan Masjid Agung Solo, menunggu datangnya gunungan sembari ngalap berkah ( mencari berkah) dari gunungan yang diperebutkan setelah diarak keliling. Demikian postingan berita yang dinukil dari sebuah surat kabar harian ibu kota yang beropslag besar.
Didalam syari’at ngalah berkah ( mencari berkah) dikenal dengan sebutan Tabarruk, yang dimaksudkan dengan tabarruk adalah mencari berkah berupa tambahan kebaikan dan pahala dan setiap yang dibutuhkan hamba dalam dunia dan agamanya, dengan benda atau wahyu yang barokah. Tabarruk ini terbagi menjadi dua macam yaitu tabarruk yang syar’i dan yang tidak syar’i. Tabarruk itu sendiri dibedakan atas Tabarruk yang Syar’i dan yang Tidak Syar’i.
Tabbaruk yang syar’i adalah tabarruk dengan sesuatu yang syar’i dan diketahui secara pasti atau ada dalilnya bahwa sesuatu tersebut mendatangkan barokah. Tabarruk yang syar’i tersebut meliputi :
1. Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: membaca Al Quran, berzikir, belajar ilmu agama dan mengajarkannya, makan dengan berjamaah dan menjilati jari sesudah makan.
2. Tabarruk dengan tempat: I’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah atau Syam.
3. Tabarruk dengan waktu: semangat beribadah di malam Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu sahur.
4. Tabarruk dengan makanan dan minuman: Meminum madu dan air zam-zam, memakai minyak zaitun, mengonsumsi habatussauda’ (jintan hitam).
5. Tabarruk dengan zat Nabi shollalohu ‘alaihi wa sallam: berebut ludahnya, mengambil keringatnya, mengumpulkan rontokan rambutnya ketika beliau masih hidup.
Mencari (ngalap) berkah atau bertabarruk yang tidak ada perintah dari agama ( syari’at ) maka tabarruk tersebut dilarang hukumnya ( haram ) dalam islam. Keharaman tabarruk yang dilarang tersebut disebutkan dalam sebuah hadits sebagai berikut :
سنن الترمذي ٢١٠٦: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سِنَانِ بْنِ أَبِي سِنَانٍ عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا خَرَجَ إِلَى حُنَيْنٍ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو وَاقِدٍ اللَّيْثِيُّ اسْمُهُ الْحَارِثُ بْنُ عَوْفٍ وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ
Perhatikanlah bagaimana Umar bin Khattab radhyallahu’anhu bersikap terhadap Hajar Aswad, beliau mecium batu tersebut karena Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam melakukannya sehingga dicontoh oleh Umar karena dengan mencontoh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Pada saat mencium Hajar Aswad tersebut beliau mengatakan :
صحيح البخاري ١٤٩٤: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّهُ جَاءَ إِلَى الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ فَقَبَّلَهُ فَقَالَ إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
Shahih Bukhari 1494: dari Ibrahim dari 'Abis bin Rabi'ah dari 'Umar radliallahu 'anhu bahwa dia mendatangi Hajar Al Aswad lalu menciumnya kemudian berkata: "Sungguh aku mengetahui bahwa kamu hanyalah batu yang tidak bisa mendatangkan madharat maupun manfa'at. Namun kalau bukan karena aku telah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menciummu tentu aku tidak akan menciummu".
Lihatlah kepasrahan Umar terhadap syariat yang ditetapkan ketika beliau mencium Hajar Aswad. Beliau mencium Hajar Aswad karena mencontoh Rosululloh, dan dengan mencontoh Rosululloh inilah didapatkan barokah.
Mengingat bahwa arak-arakan gunungan sekaten dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’at ditambah lagi dengan diperebutkannya gunungan tersebut untuk mendapatkan berkah, maka hal tersebut adalah sebuah kesalahan yang fatal. Malah akan dapat menjadikan orang-orang yang meyakininya menjadi syirik. Syirik karena menganggap segala benda-benda yang ada di gunungan tersebut ( berupa berbagai hasil bumi dan makanan ) dapat mendatangkan keberkahan, seperti memudahkan dalam mencari rezeki, memudahkan dalam mendapatkan jodol, sebagai penglaris, dapat menyembuhkan penyakit, memberikan perlindungan dan lain-lain sebagainya. Padahal yang sebenarnya hal-hal tersebut merupakan hak dan kewenangan Allah semata. Hanya Allah yang maha kuasa semata saja yang memberikan pertolongan dan perlindungan, tidak ada sesuatupun yang menyamainya. Hal ini dipertegas oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya :
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِير
Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalakepunyaAllahDan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (QS. Al Baqarah; 107 )
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
بَلِ اللّهُ مَوْلاَكُمْ وَهُوَ خَيْرُ النَّاصِرِينَ
صحيح البخاري ٤١٩٧: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ أُرَاهُ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ عَنْ أَبِي حَصِينٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
{ حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ }
قَالَهَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام حِينَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ وَقَالَهَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ قَالُوا
{ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ }
Karena pada prinsipnya, berkah itu hanya kepunyaan Alloh. Dialah yang memberikannya. Sedangkan pribadi-pribadi, benda-benda, tempat-tempat serta waktu-waktu yang dinyatakan banyak mengandung berkah oleh syariat, tidak lain hanyalah sebab semata bagi diperolehnya berkah. Bukan pemilik dan pemberi berkah. Cara mencari berkah melalui hal-hal yang diakui menurut syariat, juga harus mengikuti petunjuk syariat, agar tidak terjerumus dalam perbuatan bid’ah atau syirik. Siapa yang mencari berkah kepada selain Allah, ia terjerumus ke dalam syirik akbar. Dan siapa yang mencari berkah melalui hal-hal yang dibenarkan menurut syariat, tetapi dengan cara yang berlawanan dengan syariat, ia terjerumus dalam bid’ah. ( Wallaahu’alam bish-shawab )
Sumber :
1. Al-Qur,an dan Terjemah, www. salafi-db
2. Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam : www. Lidwapusaka
3. Artikel : www.muslim.or.id
4. Artikel : Salafiyoon Net.
Samarinda, ba’da ashar 10 Rabi’ul Akhir 1433 H / 4 Maret 2012
( O l e h : Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar