Sebagaicontoh apa yang dikemukan diatas adalah sebagaimana yang diketemukan pada beberapa suku di Kalimantan Timur, antara lain pada masyarakat suku Berau ( di Kabupaten Brerau ) tidak mau mengkonsumsi ikan gabus dan sejenisnya karena adanya larangan secara turun temurun sejak bahari kala. Begitu juga di kalangan masyarakat suku Paser (diKabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara terdapat pantangan tidak akan pernah memakan buah pepaya muda serta buah kundur ( sejenis labu putih yang bentuknya mirip semangka tetapi berwarna putih dan kulit buah seperti berselaput dengan serbuk kapur).Apabila ada diantara mereka yang memakan buah-buah tersebut maka akan menderita kebutaan. Pantangan memakan buah-buah dimaksud dikarenakan adanya larangan secara turun temurun.
Dari adanya larangan bagi masyarakat kedua suku tersebut untuk tidak memakan sesuatu makanan yang halal maka mereka secara turun temurun telah melakukan pengharaman apa yang telah dihalalkan oleh syri’at, dan ini merupakan sesuatu yang berlawanan dengan syari’at yang telah diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
DR.Yusuf Qardawi dalam buku beliau Halal dan Haram menyebutkan ; Diantara hak Allah sebagai Zat yang menciptakan manusia dan pemberi nikmat yang tiada terhitung banyaknya itu, ialah menentukan halal dan haram dengan sesukanya, sebagaimana Dia juga berhak menentukan perintah-perintah dan syi'ar-syi'ar ibadah dengan sesukanya. Sedang buat manusia sedikitpun tidak ada hak untuk berpaling dan melanggar.
Ini semua adalah hak Ketuhanan dan suatu kepastian persembahan yang harus mereka lakukan untuk berbakti kepadaNya. Namun, Allah juga berbelas-kasih kepada hambaNya. Oleh karena itu dalam Ia menentukan halal dan haram dengan alasan yang ma'qul (rasional) demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Justeru itu pula Allah tidak akan menghalalkan sesuatu kecuali yang baik, dan tidak akan mengharamkan sesuatu kecuali yang jelek.
Termasuk di antara keluasan dan kemudahan dalam syari’at Islam,
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menghalalkan semua makanan yang mengandung maslahat
dan manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun jasad, baik kepada individu
maupun masyarakat. Demikian pula
sebaliknya Allah mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau yang
mudhorotnya lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga
kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau buruknya
keempat perkara ini sangat ditentukan -setelah hidayah dari Allah- dengan
makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi
darah dan daging sebagai unsur penyusun hati dan jasadnya
Mengutip dari sumber
blog http//www .al-atsyarriyah
bahwa :Asal dari semua makanan adalah boleh dan halal sampai ada dalil
yang menyatakan haramnya. Allah -Ta’ala- berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang
ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 29)
Ayat ini menunjukkan
bahwa segala sesuatu -termasuk makanan- yang ada di bumi adalah nikmat dari
Allah, maka ini menunjukkan bahwa hukum asalnya adalah halal dan boleh, karena
Allah tidaklah memberikan nikmat kecuali yang halal dan baik.
Dalam ayat yang lain:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada
kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”.
(QS. Al-An’am: 119)
Maka semua makanan yang
tidak ada pengharamannya dalam syari’at berarti adalah halal Faidah:Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menyatakan, “Hukum asal padanya (makanan) adalah halal bagi
seorang muslim yang beramal sholeh, karena Allah -Ta’ala- tidaklah menghalalkan
yang baik-baik kecuali bagi siapa yang akan menggunakannya dalam ketaatan
kepada-Nya, bukan dalam kemaksiatan kepada-Nya. Hal ini berdasarkan firman
Allah Ta’ala:
لَيْسَ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوا إِذَا مَا اتَّقَوْا وَءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan
dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan
yang saleh”. (QS. Al-Ma`idah: 93)
- Manhaj Islam dalam
penghalalan dan pengharaman makanan adalah “Islam menghalalkan
semua makanan yang halal, suci, baik, dan tidak mengandung mudhorot, demikian
pula sebaliknya Islam mengharamkan semua makanan yang haram, najis atau
ternajisi, khobits (jelek), dan yang mengandung mudhorot”.
Manhaj ini ditunjukkan
dalam beberapa ayat, di antaranya:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”. (QS. Al-Baqarah: 168)
Dan Allah mensifatkan
Nabi Muhammad dalam firman-Nya:
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS.
Al-A’raf: 157)
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu”
(QS. Al-Ma`idah: 96)
Allah -Subhanahu wa
Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang
buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Dan juga dalam
firmannya:
وَلاَ تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang
yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan
yang semacam itu adalah suatu kefasikan”. (QS. Al-An’am: 121)
Dengan
demikian, maka dalam Islam dikenal, bahwa mengharamkan sesuatu yang halal itu
dapat membawa satu keburukan dan bahaya. Sedang seluruh bentuk bahaya adalah
hukumnya haram. Sebaliknya yang bermanfaat hukumnya halal. Kalau suatu
persoalan bahayanya lebih besar daripada manfaatnya, maka hal tersebut hukumnya
haram. Sebaliknya, kalau manfaatnya lebih besar, maka hukumnya menjadi halal.Kaidah ini diperjelas sendiri oleh al-Quran, misalnya tentang arak, Allah berfirman:
"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang hukumnya arak dan berjudi, maka jawablah: bahwa keduanya itu ada suatu dosa yang besar, di samping dia juga bermanfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." (al-Baqarah: 219)
Dan begitu juga suatu jawaban yang tegas dari Allah ketika Nabi Muhammad ditanya tentang masalah halal dalam Islam. Jawabannya singkat Thayyibaat (yang baik-baik). Yakni segala sesuatu yang oleh jiwa normal dianggapnya baik dan layak untuk dipakai di masyarakat yang bukan timbul karena pengaruh tradisi, maka hal itu dipandang thayyib (baik, bagus, halal). Begitulah seperti yang dikatakan Allah dalam al-Quran:
-
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُم مِّنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللّهُ فَكُلُواْ مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُواْ اسْمَ اللّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Mereka menanyakan
kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah:
"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu [399]. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya
untukmu [400], dan sebutlah nama
Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya) [401]. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
cepat hisab-Nya. ( QS. al-Maidah : 4 )
[399] Maksudnya:
binatang buas itu dilatih menurut kepandaian yang diperolehnya dari pengalaman;
pikiran manusia dan ilham dari Allah tentang melatih binatang buas dan cara
berburu.
[400] Yaitu: buruan yang ditangkap binatang buas semata-mata untukmu dan tidak dimakan sedikitpun oleh binatang itu.
[401] Maksudnya: di waktu melepaskan binatang buas itu disebut nama Allah sebagai ganti binatang buruan itu sendiri menyebutkan waktu menerkam buruan.
[400] Yaitu: buruan yang ditangkap binatang buas semata-mata untukmu dan tidak dimakan sedikitpun oleh binatang itu.
[401] Maksudnya: di waktu melepaskan binatang buas itu disebut nama Allah sebagai ganti binatang buruan itu sendiri menyebutkan waktu menerkam buruan.
Dan firmanNya pula:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan
dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan [402] diantara wanita-wanita yang beriman dan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya
gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk
orang-orang merugi.(QS.Al-Maidah :5 )
Mengharamkan makanan yang halal oleh kebanyakan masyarakat
islam sebenarnya tidak hanya terbatas pada masyarakat suku Berau dan Suku
Paser, tetapi mungkin saja banyak masyarakat suku- suku lain yang muslim di
berbagai pelosok negeri juga ada yang mengharamkan makanan yang halal.Mengingat bahwa adanya larangan yang telah digariskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada seluruh manusia, maka seyogyanya tradisi turun temurun ditengah tengah masyarakat yang mengharamkan sesuatu makanan wajib untuk segera ditinggalkan, karena perbuatan pelarangan tersebut adalah perbuatan yang diharamkan ( Wallaahu’alam bishawab
Selesai disusun menjelang dhuhur, Jum’ah 2 Sya’ban 1433 H/22 Juni 2012.Penyusun : Musni Japrie
Referensi :
1.Al-Qur’an dan Terjemah, Salafi-Db.
2. Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam ,
software www.lidwa Pusaka
3.Halal dan Haram , DR.Yusuf Qardawi
4. Al Atssyarriyah.com