Dalam artikel “ Perilaku
yang dilarang dilakukan oleh seorang muslim terhadap sesama muslim lainnya ( Bagian Kedua ) telah diulas 7 macam
larangan menurut syari’at Islam. Dalam artikel
bagian ketiga ini dilanjutkan larangan-larangan lainnya yang tidak boleh
dilakukan oleh seorang muslim terhadap sesama muslim lainnya.
Larangan Mencela terhadap Sesama Muslim
Sebagaimana Islam melarang
seseorang untuk bertindak zhalim dengan menyakiti seseorang, maka menyakiti
dengan ucapan/lisan seperti mencela juga merupakan perbuatan yang dilarang
untuk dilakukan terhadap sesama muslim.
Mencela adalah menyebutkan
kejelekan atau kekurangan seseorang baik
kekurangan yang ada pada tubuh maupun kekurangan lainya seperti kebodohan
dengan secara sengaja mencela atau dengan cara mentertawakan kekurangan yang
ada pada diri orang lain.
Celaan adalah bentuk
menyakiti sesama. Karena celaan yang dilontarkan seseorang muslim akan menjadikan orang
yang dicela menjadi tersinggung dan kecewa bahkan menjadi sakit hati. Akibat
lebih lanjut akan menjadikan retaknya hubungan persaudaraan sesama muslim.
Sehingga syari’at melarang perbuatan mencela karena perbuatan tersebut
menyakiti orang lainb.
Allah tabarakta wa ta’ala
melarang hamba-hamba-Nya untuk mencela sesama saudara muslim lainnya,
sebagaimana firman-Nya:
أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا
بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ
فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi
yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih
baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujarat [49]: 11)
Larangan mencela juga
disinggung oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi rahimahullah ta’ala dari Abdullah bin
Mas’ud radhyallahu’anhu :
سنن الترمذي ١٩٠٦: حَدَّثَنَا
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ زُبَيْدِ بْنِ
الْحَارِثِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ قَالَ
زُبَيْدٌ قُلْتُ لِأَبِي وَائِلٍ أَأَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 1906: dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menghina seorang mukmin
adalah perbuatan fasik, sedangkan membunuhkan adalah kekafiran
Diriwayatkan di zaman
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bahwa suatu ketika ada orang yang mencela sahabat Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam yang merupakan saudara sesama muslim. Rasullullah shallalahu’alaihi
wa sallam lalu melarangnya sesuai dengan sabda beliau :
سنن أبي داوود ٤٠٣٩: حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا
نَصِيفَهُ
Sunan Abu Daud 4039: dari Abu Sa'id ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlan kalian mencela
sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, sekiranya salah seorang
dari kalian bersedekah dengan emas sebesar gunung uhud, maka itu tidak akan
bisa menyamai sedekah mereka meski hanya satu mud atau pun setengahnya
Rasullullah shallallahu’
alaihi wa sallam sebagai manusia terbaik dan berakhlak mulia telah memberikan
contoh dimana beliau sama sekali tidak pern ah mencela sebagaimana hadits yanmg
diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik rad:hyallahu’anhu
صحيح البخاري ٥٥٨٦: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ
عَلِيٍّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلَا لَعَّانًا وَلَا سَبَّابًا كَانَ
يَقُولُ عِنْدَ الْمَعْتَبَةِ مَا لَهُ تَرِبَ جَبِينُهُ
Shahih Bukhari 5586: dari Anas dia berkata; "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berkata keji, melaknat dan mencela,
apabila beliau hendak mencela, maka beliau akan berkata: "Mengapa dahinya
berdebu (dengan bahasa sindiran)."
Larangan Merendahkan/meremehkan Sesama Muslim
Merendahkan atau
menganggap remeh saesama saudara m uslim merupakan perbuatan yang dilarang
karena berlawanan dengan akhlak yang terpuji yaitu rendah hati/tawadhu. Sikap
tawadhu merupakan salah sati sifat “ ibaadur Rahman “ yang Allah sebutkan dalam
Firman-Nya :
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ
يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih
adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati
(tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Sebagai seorang hamba
sudah selayaknya orang b eriman itu untuk tidak bersikap merendahkan atau
memandang enteng seseorang yang tiada lain adalah saudaranya sesama muslim.
Hendaknya seorang muslim itu untuk bersikap ramah dan rendah hati kepada sesama
saudara muslim lainnya, tanpa memandang dan melihat status serta kedudukannya
di tengah-tengah masyarakat. Apakah yang bersangkutan sebagai orang yang
berada, berkedudukan, alim ulama, pejabat atau penguasa seyogyanyalah bersikap ramah dan rendah hati
serta tidak menganggap diri berada
diatas melebihi orang lain.at. Di depan Allah kedudukan manusia adalah sama dan
sederajat, yang membedakannya hanyalah ketaqwaannya.
Diriwayatkan dari Iyadh
bin Himar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ
أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى
أَحَدٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku
agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang
lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain”
(HR Muslim no. 2865).
Menunjukkan sikap ramah
tamah dengan bermanis muka kepada
sesama saudara muslim dan tidak merendahkan atau meremehkan orang lain adalah sikap rendah hati (
tawadhu), dan sangatlah penting artinya
dalam pergaulan sesama muslim Karena bermuka manis termasuk dari perbuatan yang
baik dan sangat dianjurkan oleh Rasullullah shallallaahu’alaihi wa sallam
kepada seluruh kaum muslimin sebagaimana hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu
yang diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullaah ta’ala :
Imam Muslim rahimahullaah
ta’ala meriwayatkan hadits dari Abu Dzar radhyallaahu’anhu:
صحيح مسلم ٤٧٦٠: حَدَّثَنِي
أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنَا أَبُو
عَامِرٍ يَعْنِي الْخَزَّازَ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الْجَوْنِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ
قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ
تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
Shahih Muslim 4760: Telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al
Misma'i; Telah menceritakan kepada kami 'Utsman bin 'Umar; Telah menceritakan
kepada kami Abu 'Amir yaitu Al Khazzaz dari Abu 'Imran Al Jauni dari 'Abdullah
bin Ash Shamit dari Abu Dzar dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
berkata kepadaku: "Janganlah
kamu menganggap remeh sedikitpun terhadap kebaikan, walaupun kamu hanya
bermanis muka kepada saudaramu (sesama muslim) ketika bertemu."
Dari keterangan hadits
yang telah diungkapkan diatas, maka sudah sepatutnya setiap muslim untuk tidak
merendahkan atau meremehkan orang lain, bersikaplah ramah tamah dan rendah hati
( tawadhu) kepada saudaranya sesama muslim.
Karena ramah tamah termasuk kedalam katagori perbuatan baik dan orang
yang ramah menunjukkan b aiknya akhlak mereka. Sedangkan sebaliknya
orang yang memiliki aklak terpuji. Adab seorang muslim sebagaimana yang
disyari’atkan adalah bermuka manis kepada sesama muslim lainnya serta murah
senyum , semuanya merupakan bagian dari sikap ramah tamah dan insya Allah karena semuanya itu mempunyai
nilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala . Sehingga karenanya semua itu
maka syari’at melarang seseorang untuk berperilaku merendahkan dan meremehkan
sesama saudaranya muslim.
Larangan B erperangai/ Bersikap Kasar Terhadap Sesama Muslim
Bersikap kasar terhadap
sesama saudara muslim baik dengan ucapan maupun dengan sesuatu tindakan fisik
sesungguhnya adalah perilaku yang menjadikan mereka yang dikasari disakiti baik
perasaan maupun fisiknya dan menimbulkan rasa ketidak senangannya kepada yang
bersikap kasar tersebut.
Sikap kasar yang dilakukan
seorang muslim kepada muslim lainnya yang tiada lain adalah saudaranya sendiri
akan memberikan dampak terhadap hubungan persaudaran dimana mereka yang
dikasari akan menjauhkan dirinya , dan pada gilirannya akan terjadi permusuhan
dan kemungkinan adanya rasa dendam . Sehingga karenanya bersikap kasar terhadap
sesama saudara muslim itu dilarang di dalam Islam, dan sikap kasar adalah
merupakan akhlak yang tidak terpuji.
Islam mensyari’atkan
kepada seluruh umatnya agar bersikap lemah lembut sebagaimana yang disebutkan
dalam firman Allah :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ
لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ
عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu [246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya.(QS.Ali Imran : 159)
Para ulama menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan bersikap keras di sini adalah bertutur kata kasar.
Dengan sikap seperti ini malah membuat orang tidak menyukainya.
Larangan bersikap
kasar telah ditunjukkan oleh Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam ketika m elarang isteri beliau Aisyah
radhyallahu’anhu agar tidak berkata kasar sebagaimana yang disebutkan dalam
haditas riwayat imam Bukhari rahimahullah ta’ala yang bersumber dari Aisyah
radhyallahu’anhu :
صحيح البخاري ٥٩٢٢: حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ ابْنِ
أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ الْيَهُودَ أَتَوْا النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكَ قَالَ وَعَلَيْكُمْ
فَقَالَتْ عَائِشَةُ السَّامُ عَلَيْكُمْ وَلَعَنَكُمْ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْكُمْ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَهْلًا يَا عَائِشَةُ
عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ أَوْ الْفُحْشَ قَالَتْ أَوَلَمْ تَسْمَعْ
مَا قَالُوا قَالَ أَوَلَمْ تَسْمَعِي مَا قُلْتُ رَدَدْتُ عَلَيْهِمْ فَيُسْتَجَابُ
لِي فِيهِمْ وَلَا يُسْتَجَابُ لَهُمْ فِيَّ
Shahih Bukhari 5922: dari Aisyah radliallahu 'anha bahwa
sekelompok orang Yahudi datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu
mereka mengucapkan; "As Saamu 'alaika Kebinasaan atasmu." Beliau
menjawab: 'Wa 'alaikum Dan atas kalian juga.' Kemudian Aisyah berkata; 'As
Saamu 'alaikum wala'anakumullah wa ghadziba 'alaikum Semoga kebinasaan atas
kalian, dan laknat Allah serta murka Allah menimpa kalian.' Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Pelan-pelan wahai Aisyah, hendaklah kamu berlemah lembut
dan janganlah kamu kasar atau berkata keji.' Aku berkata; 'Apakah anda
tidak mendengar apa yang diucapkan mereka? ' Beliau bersabda: 'Apakah kamu
tidak mendengar ucapanku, sebenarnya aku tadi telah menjawabnya, maka do'aku
atas mereka telah dikabulkan, sementara do'a mereka atasku tidak
akan terkabulkan.'
Bagi orang-orang yang suka
bersikap kasar kelak diakhirat akan menjadi penghuni neraka. Hal ini ditegaskan
dalam hadits yang diriwayakan oleh imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Ma’bad
bin Khalid :
صحيح البخاري ٤٥٣٧: حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ مَعْبَدِ بْنِ خَالِدٍ قَالَ سَمِعْتُ حَارِثَةَ
بْنَ وَهْبٍ الْخُزَاعِيَّ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ كُلُّ
ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ
النَّارِ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
Shahih Bukhari 4537: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim
Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ma'bad bin Khalid ia berkata, Aku
mendengar Haritsah bin Wahb Al Khuza'i ia berkata; Aku mendengar Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maukah kalian aku beritahukan
mengenai penghuni surga? Yaitu setiap orang lemah dan ditindas, yang sekiranya
ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah mengabulkannya. Dan maukah kalian aku
beritahukan mengenai penghuni neraka? Yaitu setiap yang beringas membela
kebatilan, kasar lagi sombong."
Sedangkan imam Ahmad rahimahullah ta’ala dalam kiktab Musnad nya meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhyallahu’anhu “:
مسند أحمد ١٠١٠٨: حَدَّثَنَا
يَزِيدُ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدٌ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ مِنْ الْإِيمَانِ وَالْإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ
وَالْبَذَاءُ مِنْ الْجَفَاءِ وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ
Musnad Ahmad 10108: Telah menceritakan kepada kami Yazid, dia
berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Malu itu dari iman dan iman ada di surga, sedangkan perkataan keji itu dari perangai
yang kasar ada di neraka."
Larangan Memaki Kepada Sesama Muslim
Termasuk akhlak yang tidak
terpuji apabila seseorang muslim mencaci maki saudaranya sesama muslim,
karenanya maka mencaci maki termasuk hal yang dilarang untuk dilakukan.
Larangan tersebut dikarenakan mencaci maki tersebut menjadikan orang yang
dicaci maki menjadi tersakiti hatinya. Lebih lanjut orang yang dicaci maki akan
menjauh dari orang yang mencaci makinya, terjadilah permusuhan yang tidak
diingin
Allah Ta'ala berfirman
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ
الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا
بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mu'min dan
mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS.Al-Ahzab : 58 )
Mencaci maki orang muslim
oleh Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam disebut sebagai kefasikan
sehingga dilarang , hal ini sesuai dengan sabda beliau yang diriwayatkan oleh
imam Bukhari dari Abdullah radhyallahu’anhu :
صحيح البخاري ٥٥٨٤: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا وَائِلٍ يُحَدِّثُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِبَابُ الْمُسْلِمِ
فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
تَابَعَهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ
Shahih Bukhari 5584: dari
Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mencaci maki orang muslim
adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran."
Salin Mencaci maki diantara dua orang merupakan perbuatan yangterlarang sehingga akan mendapatkan ganjaran dosa bagi yang melakukannya, dan yang menanggung dosanya adalah adalah yang memulainya. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud rahimahullah ta’ala dari Abu Hurairah radhyallahu’anhu :
سنن أبي داوود ٤٢٤٩: حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ
عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِي مِنْهُمَا
مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ
Sunan Abu Daud 4249: dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua orang yang saling mencaci dengan apa
yang mereka ucapkan, maka yang menanggung dosanya adalah yang memulai, yaitu
selama orang yang terzhalimi tidak melampaui batas."
Apa bila seseorang mencaci
maki atau mencela kedua orang tua orang lainnya berarti yang bersangkutan sama
saja dengan mencaci maki orang tuanya sendiri , hal ini disebutkan oleh
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits riwayat imam
at-Tirmidzi dalam kitab sunan-nya :
سنن الترمذي ١٨٢٤: حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ سَعْدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْكَبَائِرِ أَنْ يَشْتُمَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَهَلْ يَشْتُمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ قَالَ نَعَمْ يَسُبُّ
أَبَا الرَّجُلِ فَيَشْتُمُ أَبَاهُ وَيَشْتُمُ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ
Sunan Tirmidzi 1824: dari Abdullah bin Amr ia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Termasuk Al Kaba`ir (dosa-dosa
besar), yakni bila seseorang mencela kedua orang tuanya." Mereka para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, mungkinkah seseorang mencela kedua
orang tuanya?" beliau menjawab: "Ya, bila ia mencaki bapak seseorang, maka orang itu pun
akan mencaci bapaknya. Dan bila ia mencaci ibu seseorang, lalu orang itu pun
akan mencaci ibunya."
Rasullullah
shallallahu’alahi wa sallam menyebutkan bahwa manusia yang paling besar
fitnahnya adalah orang yang mencaci seseorang, kemudian caciannya dibalas
hingga semua orang ikut mencaci, hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan
oleh imam Ibnu Majah rahimahullah ta’ala dari Aisyah radhyallahu’anhu :
سنن ابن ماجه ٣٧٥١: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ شَيْبَانَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ
يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَعْظَمَ
النَّاسِ فِرْيَةً لَرَجُلٌ هَاجَى رَجُلًا فَهَجَا الْقَبِيلَةَ بِأَسْرِهَا وَرَجُلٌ
انْتَفَى مِنْ أَبِيهِ وَزَنَّى أُمَّهُ
Sunan Ibnu Majah 3751: dari
'Aisyah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya manusia yang paling besar fitnahnya adalah orang yang mencaci seseorang,
kemudian dia membalas mencacinya hingga kabilah semuanya ikut mencaci,
dan seorang lelaki yang menyingkirkan ayahnya dan menzinahi ibunya."
Dari nash-nash yang dikemukakan diatas, maka sesungguhnya
mencaci maki sesama saudara muslim itu adalah perbuatan yang dilarang dan patut
untuk ditinggalkan dan dijauhi.
Larangan Berbohong/Berdusta Kepada Sesama Muslim
Termasuk dalam hal-hal
yang dilarang dilakukan terhadap sesama saudara muslim adalah berbohong/b
erdusta, yaitu menyampaikan ,memberitahukan atau menginformasikan atau
menceritakan tentang sesuatu yang tidak benar untuk kepentingan sesuatu, sehingga
mereka yang mendapatkan informasi yang bersifat bohong tersebut akan keliru dalam menginterperestasikannya, dan
akibat berikutnya a kadang-kadang hal-hal yang disampaikan atau yang
diceritakan tersebut akan merugikan bagi orang
yang dibohongi. Bahkan mungkin saja akan memberikan dampak negatif yang
lebih luas lagi. Karenanya maka berbohong atau berdusta itu merupakan akhlak
yang tidak terpuji sehingga dilarang untuk dikerjakan oleh kaum muslimin.
Larangan untuk
berbohong/.berdusta bagi kaum Muslimin itu datangnya dari Allah azza wa jalla
melalui firman yangh ada dalam kitab-N ya ( al-Qur’an ). Antara lain
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala
:
يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS.Al Ahzab : 70-71 )
Juga firman Allah
subhanahu wa ta’ala:
قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ
Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta,(QS.Adz-Dzaariya :
10 )
Berdasarkan ayat tersebut
Allah azza wa jalla mengutuk siapa saja
diantara kaum muslimin yang banyak berdusta. Sedangkan dalam ayat lainnya
disebutkan juga adanya kecelakaan yang besar bagi orang –orang yang b anyak
berdusta, sebagaima firman Allah ta’ala :
وَيْلٌ لِّكُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ
Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta
lagi banyak berdosa,(QS.Al Jaatsiyah : 7 )
Dalam firman Allah yang
terkandung dalam surah al-Baqarah : 10
Allah akan memberikan siksaan yang amat pedih bagi orang-orang karena berdusta :
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ
اللّهُ مَرَضاً وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
Dalam hati mereka ada penyakit [23], lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.(QS.Al
Baqarah : 10)
Tidak hanya terbatas pada
ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan jeleknya dusta tersebut, beberapa
hadits dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam juga membicarakannya.
Antara lain sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhari rahimahullah :
صحيح البخاري ٥٥١٩: حَدَّثَنِي
إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا خَالِدٌ الْوَاسِطِيُّ عَنْ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ قُلْنَا بَلَى
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَكَانَ
مُتَّكِئًا فَجَلَسَ فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَلَا وَقَوْلُ
الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ فَمَا زَالَ يَقُولُهَا حَتَّى قُلْتُ لَا يَسْكُتُ
Shahih Bukhari 5519: dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari Ayahnya
radliallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidak maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang
termasuk dari dosa besar? Kami menjawab; "Tentu wahai Rasulullah."
Beliau bersabda: "Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang
tua." -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan
sabdanya: "Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu."
Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira beliau tidak akan
berhenti."
Orang yang biasanya
berbohong/berdusta menurut hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam
termasuk kedalam orang-orang yang munafik sebagaimana yang diriwayatkan oleh
imam Bukhari rahimahullah ta’ala dari Abdullah bin Umar radhyallahu’anhu :
صحيح البخاري ٢٢٧٩: حَدَّثَنَا
بِشْرُ بْنُ خَالِدٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا أَوْ
كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى
يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا
خَاصَمَ فَجَرَ
Shahih Bukhari 2279: dari 'Abdullah bin 'Umar
radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada
empat hal yang bila ada pada seseorang berarti dia adalah munafiq atau siapa
yang memiliki empat kebiasaan (tabi'at) berarti itu tabiat munafiq sampai dia
meninggalkannya, yaitu
jika berbicara dusta, jika berjanji ingkar, jika membuat kesepakatan
khiyanat dan jika bertengkar (ada perselisihan) maka dia curang".
Sesungguhnya dusta itu
akan mengantarkan kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu askan
menggiring keneraka, dan seseorang yang memelihara kedustaan maka ia kan
dicatat sebagai pendusta. Hal ini disebutkan dalam hadits Rasullullah
shallalahu’alaihi wa sallam riwayat imam Muslim rahimahullah ta’ala dari
Abdullah radhyallahu’anhu :
صحيح مسلم ٤٧١٩: حَدَّثَنَا
زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَعُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ
عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ
يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا
وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
Shahih Muslim 4719: dari 'Abdullah dia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya kejujuran itu akan
membimbing pada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa
berlaku jujur maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya
dusta itu akan mengantarkan pada kejahatan. Dan sesungguhnya kejahatan itu akan
menggiring ke neraka. Seseorang yang memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat
sebagai pendusta.
Dari keterangan beberapa
hadits diatas maka seorang muslim itu tidak patut untuk berdusta/berbohong
kepada sesama muslim lainnya, karena perbuatan berdusta/berbohong menunjukkan
akhlak yang tidak terpuji dan dilarang di dalam islam. ( Wallahu ta’ala ‘alam )
Insya Allah berlanjut
di bagian keempat
Sumber :
1.Al Qur’an dan
Terjemahan, www.salafi-db.com
2.Ensiklopedi Hadits Kitab
9 imam,www.lidwapusaka.com
3.Riyadhus shalihin (
Terjemahan ), Imam an-N awawi
Samarinda, Kamis
menjelang dzuhur ,20 Rajab 1434
H/ 30 Mei 2013
(Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar