M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Kamis, 12 Agustus 2010

ISLAM MELARANG GHIBAH ATAU MENGGUNJING


Islam Melarang Untuk Ghibah atau Menggunjing


O l e h : Abu Farabi al-Banjar

Apabila berkumpul orang-orang lebih dari satu kemudian mereka berbincang-bincang satu sama lainnya, maka dapat dipastikan ujung-ujungnya topik pembicaraan akan beralih kepada membicarakan seseorang yang mereka kenal yang berkaitan dengan hal-hal yang negatif atas diri orang yang dibicarakan tersebut.

Membicarakan orang lain yang kebetulan tidak hadir diantara mereka ini dikenal ditengah-tengah masyarakat sebagai pergunjingan atau disebut juga dengan menggosip. Dan dalam syari’at islam hal itu dinamakan dengan ghibah.

Menggunjing, menggosip, merumpikan orang semuanya adalah ghibah, dan merupakan akitifitas lisan yang tanpa disadari dilakukan oleh banyak orang dimanapun mereka berada berkumpul bersama sahabat-sahabat mereka, baik itu pria, wanita, tua, muda, dewasa maupun remaja, apabila topik pembicaraan sudah memasuki wilayah membicarakan orang lain yang tidak hadir ditengah mereka, maka mereka kadang-kadang lupa diri hingga gilirannya sampai kepada memfitnah.

Menggunjing atau ghibah, meskipun suatu perbuatan yang tidak terpuji, tetapi sepertinya malah sangat disukai oleh semua orang dan dianggap sebagai perkara yang sah-sah saja yang tidak menimbulkan resiko apapun juga. Menggunjing atau ghibah di negeri ini sudah menjadi bagian dari setiap pembicaraan, malah karena dianggap sebagai budaya, maka sampai-sampai dalam berkumpulnya orang-orang dalam majelis ilmu ( seperti ta’lim atau pengajian) tidak luput darinya.

Saking sudah memasyarakatnya ghibah ditengah-tengah kehidupan kaum muslimin di negeri ini, meskipun tercela namun oleh orang-orang yang dipikirannya dipenuhi bagaimana cara mendapatkan rupiah sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan kepentingan orang-orang lain yang dirugikan nama baiknya, jadilah ghibah sebagai satu mata acara suguhan media masa layar kaca dihampir setiap stasiun penyiaran dengan nama keren infotaimen.

Sehingga karena infotaimen pada ghalibnya adalah berisi ghibah, maka sudah sepatutnya diharamkan oleh Majeleis Ulama Indonesia. Keharamannya tidak saja bagi yang menyelenggarakan dengan seluruh perangkat kerja pendukungnya, tetapi juga bagi para pemirsa yang menyukainya.

Dalil-Dalil Larangan Ghibab

Ghibah merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan dalam islam berdasarkan beberapa dalil baik beruapa ayat al-Qur’an maun hadtis Rasullulal shalalahu ‘alai wasallam.

Dalam al-Qur’an suar al- Hujurat ayat 12 , Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. “

KH.Qamaruddin Shaleh dkk dalam bukunya Ayat-ayat larangan dan perintah dalam Al-Qur’an , mengemukakan tentang sebab-sebab/latar belakang turunnya ayat tersebut (asbaabun Nuzuul ) bahwa telah diriwayatkanm oleh Ibnu Munndzir sebuah keterangan yang bersumber dari Ibnu Juraij, berkenaan dengann sebab tutunnya surah al-hujuraat ayat ke 12. Dalam riwayat ini dikemukan tentang kebisaan Salman al-Farisi yang langsung tidur mendengkur bila selesai makan. Lantas muncullah seseorang yang mempergunjingkan perbuatan Salman tgersbut. Maka Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan ayt ke 12 yang melarang perbuatan mengumpat dan menceritakan aib orang lain.

Dari riwayat asbaabun nuzuul diatas disebutkan bahwa meskipun hanya menggunjingkan hal sepele yaitu tentang tidurnya Salman Farisi setelah makan, langsung mendapatkan teguran dari Allah Subhanahu Wata’ala, apalagi hal-hal yang digolongkan masalah besar seperti penghinaan, menyangkut harkat dan martabat serta harga diri seseorang atau kelemahan kelemahan orang lain yang mungkin membuat orang yang digunjing merasa dipermalukan, maka tentunya lebih terlarang lagi.

Buruknya perbuatan ghibah oleh Allah Subhanahu Wata’ala digambarkan bahwa orang yang melakukan ghibah atau pergunjingan bagaikan orang yang memakan daging saudaranya yang mati, maka tentulah merupakan suatu perbutan yang menjijikkan. Seorang mukmin akan merasa jijik dan muak bila memakan bangkaimanausia lainnya.Karena itu seorang mukmin seharusnya tidak berminat membicarakan keburukan orang lain.

Larangan ghibah juga telah ditegaskan oleh Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits riwayat Muslim ( hadits no.4690 ) “

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْوَلَاءِ وَعَنْ هِبَتِهِ
قَالَ مُسْلِم النَّاسُ كُلُّهُمْ عِيَالٌ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ فِي هَذَا الْحَدِيثِ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالَا حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ سَعِيدٍ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا الضَّحَّاكُ يَعْنِي ابْنَ عُثْمَانَ كُلُّ هَؤُلَاءِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ غَيْرَ أَنَّ الثَّقَفِيَّ لَيْسَ فِي حَدِيثِهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ إِلَّا الْبَيْعُ وَلَمْ يَذْكُرْ الْهِبَةَ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujr mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma'il dari Al A'laa dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya:

"Tahukah kamu, apakah ghibah itu?" Para sahabat menjawab; 'Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.' Seseorang bertanya; 'Ya Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan? ' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu ada padanya, maka berarti kamu telah menggunjingnya. Dan apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah membuat-buat kebohongan terhadapnya.'

Dari sabda Rasullulah shalalahu ‘alaihi wassallam tersebut diatas dapatlah disimak bahwa, ghibah yang dalam kita sehari-hari disebut sebagai pergunjingan atau yang dikenal lagi dengan sebutan yang lagi ngeteren sebagai gosip, yaitu membicarakan keburukan sesama mukmin tanpa sepengetahuan orang yang dibicarakan merupakan perbuatan yang dilarang. Meskipun apa yang dibicarakan tentang keburukan seseorang itu benar terdapat pada orang tersebut. Namun apabila keburukan dipergunnjingkan tersebut itu dusta ( tidak terdapat pada orang dibicarakan ) maka perbuatan itu disebut fitnah, sedangkan fitnah juga terlarang dalam islam.

Larangan ghibah oleh Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam, secara gamblang ditegaskan lagi dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud ( no.4232 ) sebagai berikut :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ قَالَ حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ الْأَقْمَرِ عَنْ أَبِي حُذَيْفَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قُلْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِي قَصِيرَةً فَقَالَ لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ قَالَتْ وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا فَقَالَ مَا أُحِبُّ أَنِّي حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَأَنَّ لِي كَذَا وَكَذَا

Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan ia berkata; telah menceritakan kepadaku Ali Ibnul Aqmar dari Abu Hudzaifah dari 'Aisyah ia berkata; aku berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

, "cukuplah Shafiah bagimu seperti ini dan seperti ini- maksudnya pendek-." Beliau lalu bersabda: "Sungguh engkau telah mengatakan suatu kalimat, sekiranya itu dicampur dengan air laut maka ia akan dapat menjadikannya berubah tawar." 'Aisyah berkata, "Aku juga pernah mencerikan orang lain kepada beliau, tetapi beliau balik berkata, "Aku tidak menceritakan perihal orang lain meskipun aku beri begini dan begini."



Mengingat sudah sangat jelasnya ditegaskan tentang larangan ghibah atau menggunjing atau menggosipkan orang lain, maka seorang mukmin seharusnya menghindarkan diri dari membicarakan keburukan orang lain. Karena sesungguhnya siksa yang dipersiapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala terhadap siapa saja yang suka membicarakan keburukan orang lain sangatlah keras dan pedih.

Mengenai siksa yang sangat keras dan pedih bagi para pengghibah atau penggunjing atau penggosip disebutkan oleh Rasullulah shalalahu ‘alaih wasallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud (no.4235 ) :


حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُصَفَّى حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ وَأَبُو الْمُغِيرَةِ قَالَا حَدَّثَنَا صَفْوَانُ قَالَ حَدَّثَنِي رَاشِدُ بْنُ سَعْدٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ فَقُلْتُ مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
قَالَ أَبُو دَاوُد حَدَّثَنَاه يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ عَنْ بَقِيَّةَ لَيْسَ فِيهِ أَنَسٌ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ أَبِي عِيسَى السَّيْلَحِينِيُّ عَنْ أَبِي الْمُغِيرَةِ كَمَا قَالَ ابْنُ الْمُصَ

Telah menceritakan kepada kami Ibnul Mushaffa berkata, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mughirah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Shafwan ia berkata; telah menceritakan kepadaku Rasyid bin Sa'd dan 'Abdurrahman bin Jubair dari Anas bin Malik ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Ketika aku dinaikkan ke langit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, "Wahai Jibril, siapa mereka itu?" Jibril menjawab, "Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka." Abu Dawud berkata, " Yahya bin Utsman menceritakannya kepada kami dari Baqiyyah, tetapi tidak disebutkan di dalamnya nama Anas. Telah menceritakan kepada kami Isa bin Abu Isa As Sailahini dari Al Mughirah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Mushaffa."

Dalam buku Ayat-ayat larangan dan Perintah DalamAl-Qur’an yang ditulis oleh KH. Qamaruddin Shaleh dkk disebutkan bahwa orang-orang yang melakukan ghibah pada dasarnya telah menzahirkan sesuatu yang buruk yang asalnya tertutup, serta membukan rahasia yang asalnya tersembunyi. Apabila yang diceritakan itu dusta, berarti orang itu telah melakukan dosa dua kali, dosa dusta dan dosa menggunjing. Disamping terlarangnyamelakukan ghibah, seorang muslim wajib pulamenghindarkan diridari mendengarkan ghiobah yang dilakukan oleh orang lain. Jangan pula ia membantu atau mendukung orang yang sedang menggunjing sekalipun umpatannya itu benar. Perbutan seperti itu termasukakhlak yang hina, kurang beriman, dan tidak punya rasa malu. Selayaknya, seorang mukmin memperhatikan Firman Allah Subhanahu Wata’ala :

“ Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabannya.” (QS.17 al-Isra: 36 )

Juga Firman-nya :

“ Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidakbermanfaat,mereka berpaling daripadanya, dan mereka berkata : Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu,kesejahteraan atas dirimu,kami tidakingin bergaul dengan orang-orang yang jahil.

Keharusan Bertaubat dari Ghibah

Selanjutnya KH. Qamaruddin dalam buku beliau yang disebutkan diatas bahwa , setelahmelarang ghibah serta perbuatan-perbuatan yang setara dengan itu Allah, Subhanahu Wata’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk bertakwa dan bertaubat kepada-Nya, serta ber-hati-hati agar tidak tgerjerumus kepada hal-hal yang terlarang. Allah Subhanahu Wata’ala Maha Pengampun dan Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya. Orang yang bertaubat diibaratkan seperti anak baru lahir dan bersih dari dosa, betapapun dosa tersebut.
Orang-orang yang taubat dari ghibah berarti menyesali perbuatan serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Orang tersebut patut meminta maaf kepada orang yang pernah dipergunjingkannya . Lebih jauh lagi, disunnahkan pula menyebut kebaikan orang yang pernah dipergunjingkan, yakni dalam pertemuan seperti saat ia menggunjingkannya. Dengan demikian bergantilah rasadengki menjadi ikhlas dan ridha.
( Wallaahu Ta’ala ‘alam )

Sumber bacaan :

1. Al-Qur’an dan terjemahan ( Departemen Agama RI )
2. Ensiklopedi Hadtis CDHK 91 Ver.1.2 Kitab 9 Imam.
3. Ayat-ayat Larangan dan Perintah Dalam Al-Qur’an oleh KH.Qamaruddin dkk.
4. Shahih Riyadhush- Shalihin Imam Nawawi

Diselesaikan, menjelang zhuhur, hari Arba 1 Ramadhan 1431 H/11 Agustus 2010.
Diposkan oleh Abu Farabi al-Banjari di 20.51 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar