M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Rabu, 25 Agustus 2010

ISLAM MELARANG UMATNYA BERBUAT GHULUW (MELAMPAUI BATAS)


O l e h : Abu Farabi al-Banjar


Di dinding sebuah rumah makan penulis melihat terpampang foto/gambar berkuran besar seorang ulama terkenal yang disebut-sebut sebagai wali di Kalimantan Selatan yang sudah almarhun dengan mengenakan surban di kepala. Foto tersebut pada bingkainya digantungkan rangkaian bunga segar dan bunga tersebut sepertinya selalu diganti setiap hari. Pemberian bunga segar pada foto tersebut merupakan salah satu fenomena dari sekian banyak bentuk penghormatan dan malah menjurus kepada pengkultusan sebagian masyarakat muslim yang dilakukan kepada mendiang ulama besar di Kalimantan Selatan tersebut. Dan selain dari itu banyak sekali cerita cerita yang beredar tentang keistimewaan sang ulama tersebut yang menggambarkan kekaramatannya, dan malah sepertinya isi cerita dari mulut kemulut tersebut banyak yang dilebih-lebihkan dan dibuat-buat. Semuanya itu dilakukan tidak lain sebagai bentuk penggambaran akan kecintaan dan pengagungan kepada sang ulama.

Selain dari itu di sebagian kalangan masyarakat muslim di negeri kita ini juga dikenal apa yang dinamakan manaqib ulama besar Syaikh Abdul Qadir Jailani yang oleh pencintanya sering diamalkan membacanya dalam berbagai kesempatan acara-acara. Padahal kalau disimak dengan menterjemahkan manaqib atau riwayat tersebut maka di dalamnya oleh pengarangnya banyak sekali terdapat riwayat-riwayat berupa isapan jempol belaka. Namun karena sebagai tanda penghargaan dan memuliakan Syaikh Abdul Qadir Jailani, cerita-cerita bohong dalam manaqib tersebut dianggap benar. Disebutkan bahwa konon sang Syaikh pernah berkelahi dengan malaikat, karena malaikat tersebut telah mencabut nyawa seseorang.

Itulah gambaran mereka-mereka yang berbuat ghuluw, dimana ghuluw merupakan sikap melampaui batas atau berlebihan terhadap sesuatu,.

Pengertian Ghuluw.

KH.Qomaruddin dalam buku beliau “ Ayat-ayat Larangan & Perintah Dalam al-Qur’an menuliskan Dalam kamus lisanul ‘arab disebutkan bahwa asal kata ghuluw diambil dari kata ghala yaghlu, yang secara bahasa artinya melampaui batas atau berlebih-lebihan. Penertian ghuluw dalamarti syari’at adalah berbuat melampaui batas, baik dalam keyakinan maupun amalan yang justru membuatnya menyimpang dari apa yangb telah ditetapkan oleh syari’at. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ghuluw dalam agama berarti melampaui batas dengan menambah-nambah dalam memuji sesuatu atau mencela sesuatu sehingga menyimpang jauh dari apa yang menjadi haknya

Larangan Berbuat Ghuluw

Dalil yang mengharamkan ghuluw seperti yang dikemukan oleh KH.Qomaruddin dalam buku tersebut diatas terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah . Surah an-Nisa ayat 171 merupakan salah satu dari sekian banyak dalil yang mengharamkan perbuatan ghuluw. Melalui surah ini, Allah Subhanahu Wata’ala melarang kaum muslimin berbuat melampau batas dalam agama dengan menyajikan contoh yang terjadi dilakangan kaum nasrani.


“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamudan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nyayang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.” ( QS.An-Nisa: 171)


Dalam buku Ghuluw Benalu Dalam Ber-islam Abdurrahman bin Mu’alla Al-Luwaihiq dikemukan bahwa Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam melarang ghuluw atas umatnya, agar mereka tidakberbuat seperti yang diperbuat umat-umat terdahulu,yang kepada merekalah para rasul diutus. Bersama larangan ini beliau juga menjelaskan akibat dan pengaruh ghuluw.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa’y dan Ibnu Majah sebuah hadits dari Ibnu Abbas radhyallahu anhum:



ثَنَا يَحْيَى وَإِسْمَاعِيلُ الْمَعْنَى قَالَا حَدَّثَنَا عَوْفٌ حَدَّثَنِي زِيَادُ بْنُ حُصَيْنٍ عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ الرِّيَاحِيِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ يَحْيَى لَا يَدْرِي عَوْفٌ عَبْدُ اللَّهِ أَوْ الْفَضْلُ قَالَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى رَاحِلَتِهِ هَاتِ الْقُطْ لِي فَلَقَطْتُ لَهُ حَصَيَاتٍ هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ فَوَضَعَهُنَّفِي يَدِهِ فَقَالَ بِأَمْثَالِ هَؤُلَاءِ مَرَّتَيْنِ وَقَالَ بِيَدِهِ فَأَشَارَ يَحْيَى أَنَّهُ رَفَعَهَا وَقَالَ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّينِ


“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku di pagi hari Aqabah, sedangkan saat itu beliau duduk di atas unta beliau: "Ambilkan kerikil untukku." Maka aku pun memungutkan kerikil untuk beliau gunakan melempar jumrah. Kemudian beliau meletakkan kerikil itu di tangannya, lalu beliau bersabda: "Seperti mereka." beliau mengucapkan dua kali. Ia Yahya mengatakan; Dengan tangannya, lalu Yahya mengisyaratkan bahwa beliau mengangkatnya. Beliau bersabda: "Janganlah kalian berlaku ghuluw (sikap berlebih-lebihan), karena sesungguhnya kebinasaan orang-orang sebelum kalian adalah karena bersikap ghuluw dalam agama."

Ditambahkan oleh penulis buku tersebut diatas bahwa meskipun sebab larangan ini bersifat khusus, toh ia merupakan larangan untuk setiap ghuluw . Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “ Hal ini bersifat umum untuk semua jenis ghuluw dalam keyakinan maupun dalam amal.

Ghuluw ini banyak sekali terjadi ditengah-tengah masyarakat, dimana mereka tidak menyadari bahwa sikap perbuatan yang telah dilakukannya telah melampaui batas dari seharusnya .

Allah Subhanahu Wata’ala telah menyerukan kepada hambanya untuk istiqomah dan mengikuti perintah, tidak berbuat ghuluw dan menambah-nambah, seperti yang di firmankan-Nya dalam al-Qur’an surah Hud : 112 :

“ Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. “

Dari ayat tersebut Allah menghendaki hambanya agar istiqomahseperti yang diperintahkan tanpa melampaui batas dan tidak pula mengada-adakan kesulitan,mengalihkan agama ini dari kemudahan kepada kesulitan
.Sedangkan dalam surah Al-Maidah ayat 77 Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman :

“ Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.


Larangan Berbuat Ghuluw Terhadap Rasullulah Shallalahu ‘alaihi Wasallam.

Dalam surah An-Nisa :ayat 171 Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

“ Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu], dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya] yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya]. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.”

Mengutip sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdurrahman bin Mu’alla Al-Luwaihiq dalam bukunya Ghuluw benalu dalam ber-islam bahwa ayat tersebut Artinya, wahai Ahli Kitab,janganlah kalian ghuluw dalam agama kalian sehingga kalian melanggar kebenaran, karena perkataan kalian bahwa Isa merupakan anak Allah merupakan perkataan dari kalian yang tidak benar terhadap Allah . Janganlah kalian mengangkat Isa kedudukan Uluhiyah, sehingga kalian menjadikannya Tuhan.

Meskipun ayat tersebut mengenai orang-orang ahli kitab,tetapi hakekatnya ayat ini merupakan sinyal adanya larangan bagi umat islam untuk berbuat ghuluw, sebagaimana juga ahli kitab juga telah dilarang sebelumnya. Namun larangan ghuluw oleh sebagian kalangan umat islam tidaklah diindahkan, karena ketidak tahuan mereka atau karena mengikuti apa ujar kiai/ulama mereka berupa taqlid. Mereka telah berbuat ghuluw atau melampaui batas dan berlebihan dalam menunjukkan kecintaan, penghormatan dan pengagungan kepada Rasullulah melalui pujian-pujian serta sanjungan melalui syair shalawat yang disusun oleh ulama sastrawan islam seperti shalawat Nariyah dan burdah dimana materinya antara lain berisi sanjungan kepada Rasullulah shallawahu ‘alaihi wasallam berupa penyamaan kedudukan beliau shallalahu alaihi wasallam dengan Allah Maha Pencipta.

Berkenaan dengan larangan bersikap ghuluw dengan cara memuji dan menyanjung secara berlebihan terhadap diri Rasullulah shallahu wasallam telah disabdakan beliau sebagai mana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari :
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِسَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

Telah bercerita kepada kami Al Humaidiy telah bercerita kepada kami Sufyan berkata, aku mendengar Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Ubaidullah bin 'Abdullah dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhua bahwa dia mendengar 'Umar radliallahu 'anhum berkata di atas mimbar, "Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku (mengkultuskan) sebagaimana orang Nashrani mengkultuskan 'Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka itu katakanlah 'abdullahu wa rasuuluh (hamba Allah dan utusan-Nya").

Sikap ghuluw terhadap diri Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam juga dilakukan oleh sebagian kalangan umat islam yang mengikuti sebuah aliran tashawuf yang menyebutkan bahwa Allah menciptakan Nabi Muhammdad dari nur (cahaya)-Nya, lalu baru kemudian menciptakan segala yang ada ini dari nur-nya Muhammad.

Anggapan dan pemikiran yang bathil dan menyalahi syari’at itu sebenarnya telah terbantah dan didustakan oileh Allah Subhanahu Wata’ala berdasarkan firman-Nya dalam al-Qur’an sujrah Al-Kahfi ayat 110 :

“ Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."


Dari riwayat yang shahih diperoleh informasi bahwa para sahabat tidaklah memberikan penghormatan yang berlebihan kepada Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam meskipun kecintaan para sahabat pada diri beliau sedemikian rupa, ini tergambar dalam sikap para sahabat manakala menyambut/menerima atau melihat beliau shallalahu ‘alaihi wasallam , sesuai dengan hadits riwayat dari Ahmad dan At-Tirmidzi :


حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ
مَا كَانَ شَخْصٌ أَحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانُوا إِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُومُوا لِمَا يَعْلَمُوا مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ

“Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Mahdi dari Hammad bin Salamah dari Humaid dari Anas, ia berkata; "Tidak seorangpun dari mereka yang lebih dicintainya selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, namun jika mereka melihat beliau, mereka tidak berdiri karena mereka tahu beliau tidak menyukai hal itu."

Bandingkanlah sikap dari para sahabat tersebut ketika melihat Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam yang tidak berdiri, berbeda jauh dengan sikap kita apabila melihat pemimpin yang dihormati seperti sewaktu presiden memasuki ruangan , hadirin berdiri menyambutnya. Padahal ini sudah termasuk perbuatan ghuluw dalam memberikan penghormatan kepada seseorang.

Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya untuk mengkultuskan beliau, sesuai dengamn hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad


حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ قَالَ زَعَمَ الزُّهْرِيُّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ

“Telah menceritakan kepada kami Husyaim dia berkata; Az Zuhri telah menganggap (meriwayatkan) dari 'Ubaidillah Bin Abdullah Bin 'Utbah Bin Mas'ud dari Ibnu Abbas dari Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian mengkultuskan aku sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Isa Bin Maryam, aku hanyalah hamba Allah dan Rasul-Nya.”


Larangan Ghuluw Terhadap Para Ulama dan Para Orang-Orang Shalih.

Syari’at telah melarang umat islam untuk berbuat ghuluw kepada Rasullullah shallalahu ‘alaihi wasallam yang jelas dan nyata sebagai nabinya tercinta umat islam, apalagi terhadap para ulama larangan itu tentunya semakin keras.

Fenomena sikap ghuluw sebagian kalangan umat islam terhadap para ulamanya nampak sekali secara kasat mata, baik sewaktu ulama tertsebut masih hidup dan lagi-lagi setelah wafatnya, sebagaimana disebutkan pada awal tulisan ini.

Sebagaimana dikemukan oleh Ustadz H.Mahrus Ali dalam buku beliau mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir syirik bahwa menuhankan ulama adalah mengikuti pebdapat mereka sekalipun bertentangan dengan ayat al-Qur’an atau al-Hadits.Fenomena semacam ini banyak sekali terjadi dikalangan yang mengaku dirinya sebagai salafi dan ahli bid’ah. Mewreka bersikukuh kepada pendapat guru-guru mereka sekalipun bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits . Bahkan ada dikalangan mereka yang enggan mengaji kepada guru-guru lain. Ada tanda-tanda bahwa hanya guru mereka yang benar dan guru lain sesat. Marilah kita b erfsikap sederhana dan yang kita tonjolkan hanyalah dalil. Siapapun yang btak punya dalil harus ditinggalkan dan yang punya dalil harus diikuti. Iunghatlah firman Allah dalam al-Qur’an surah at-Taubah ayat 31 :

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah[639] dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”


Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.

Mereka menghormati para pemimpin atau ulama melebihi kedudukan Allah Subhanahu Wata’ala tanpa mereka sadari, dimana perintah Allah di tinggalkan untuk traat kepada pimpin atau ulama . Bila dikatakan kepada mereka ikutilah ayat-payat Allah atau hadits-hadits Rasul,merekamenjawab: kita tidak mampu mengarti maksud ayat-ayat Qur’an atau dalil hadits, kita harus ikut ulama atau tokoh –tokoh kita.

Dari keterangan diatas maka seyogyanya kita harus berhati-hati dalam bersikap terhadap ulama, karena ternyata ulama ada yang dapat menyesatkan kita dan menyeret kita kejahanam. Bersikaplah yang wajar dan hormati dan hargailah ulama sesuai dengan kedudukannya, tidak lebih dari itu, janganlah memuji dan menyanjung ulama melebihi kapasitasnya sebagai ulama.


Larangan Ghuluw Terhadap Diri Sendiri.

Islam selain melarang berbuat ghuluw terhadap diri Rasullulah shallahu ‘alaihi wasallam dan terhadap para ulama atau para orang-orang shalih, larangan ghuluw diberlakukan pula terhadap diri pribadi/diri sendiri. Berlaku ghuluw terhadap diri sendiri adalah dengan melaksanakan perlakuan keras diri sendiri terutama dalam hal beribadah yang bersalahan dengan syari’at.
Mengenai larangan ghuluw terhadap diri sendiri ini telah ditegaskan oleh Rasullulah dalam hadits yang diriwqayatkan dari Anasbin Malik Radhyallahu anhu,b ahwa Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :

“ Janganlah kalian berlaku keras terhadap diri sendiri, sehingga Allahpun berlaku keras terhadap kalian. Sesungguhnya ada suatu kaum yang berlaku keras terhadap diri sendiri , sehingga Allah pun berlaku keras pula terhadap mereka. Itulah sisa-sisa kehidupan mereka yang ada dibiara dan tempat pertapaan, berupa kerahiban yang mereka ada-adakan, padahal Kami tidak menetapkannya atas mereka “

Larangan berlaku keras terhadap diri sendiri dalam hal beribadah yang melampau batas juga diingatkan oleh Rasullulkah shallalahu ‘alaihi wasallam dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhyallaah ‘anhu :



حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ الطَّوِيلُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“ Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku.

Hadits tersebut diatas mengandung makna bahwa siapa saja yang melakukan hal-hal yang melampaui batas dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala seperti shalat malam selama-lamanya, berpuasa sepanjang tahun, dan menjauhi wanita serta tidak menikah selama-lamanya ,berarti membenci sunnahnya Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam, karena tidak ada contoh yang sedemikian dari beliau. Dan orang-orang yang melakukan perbuatan yang melampaui batas dalam beribadah diingkari oleh Rasullulah shallalahu ‘alahi wasallam dan menganggapnya keluar dari sunnah dan petunjuk beliau.

Larangan berbuat keras terhadsap diri sendiri dalam beribadah sehingga melampaui batas kewajaran dan memaksa-maksakan diri oleh Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam juga ditunjukkan beliau dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhyallaahu anhu:

دَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا حَبْلٌ مَمْدُودٌ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ فَقَالَ مَا هَذَا الْحَبْلُ قَالُوا هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا حُلُّوهُ لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَقْعُدْ

"Pada suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masuk (ke masjid), kemudian Beliau mendapati tali yang diikatkan dua tiang. Kemudian Beliau berkata: "Apa ini?" Orang-orang menjawab: "Tali ini milik Zainab, bila dia shalat dengan berdiri lalu merasa letih, dia berpegangan tali tersebut". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jangan ia lakukan sedemikian itu. Hendaklah seseorang dari kalian tekun dalam ibadah shalatnya dan apabila dia merasa letih, shalatlah sambil duduk".

Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar dalamFathul –Bary yang dikutip oleh Abdurrahman bin Mu’alla Al-Luwaihgiq, didalam hadits ini terkandung anjuran untuk beribadah secara sederhana dan klarangan memaksakan diri dalam ibadah

Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam telah banyak mengeluarkan larangan untuk umat muslim agar tidak melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam melakukan ibadah, seperti terhadap orang yang menyiksa diri berjemur dibawah terik matahari dan berpuasa dan tidak mau bicara karena bernazar untuk itu, sesuai dengan hadits riwayat Abu Daud dari Ibnu Abbas radhyallaahu anhu, beliau berkata:

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
بَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ إِذَا هُوَ بِرَجُلٍ قَائِمٍ فِي الشَّمْسِ فَسَأَلَ عَنْهُ قَالُوا هَذَا أَبُو إِسْرَائِيلَ نَذَرَ أَنْ يَقُومَ وَلَا يَقْعُدَ وَلَا يَسْتَظِلَّ وَلَا يَتَكَلَّمَ وَيَصُومَ قَالَ مُرُوهُ فَلْيَتَكَلَّمْ وَلْيَسْتَظِلَّ وَلْيَقْعُدْ وَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ

“Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah, tiba-tiba terdapat seorang laki-laki yang berdiri di bawah terik matahari. Kemudian beliau bertanya mengenainya. Mereka berkata; orang ini adalah Abu Israil, ia bernadzar untuk berdiri dan tidak duduk, serta tidak bernaung, tidak berbicara, dan berpuasa. Beliau berkata: "Perintahkan dia agar berbicara, bernaung, duduk dan menyempurnakan puasanya!"

Mengomentari hadits tersebut Ibnu Hajar rahimahullaah menyebutkan bahwa : disini terkandung bukti bahwa apapun yang yang dapat mengganggu dan menyakiti manusia meskipun berupa hal-hal yang baik, yang tidak termasuk perkara disyari’atkan di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, seperti berjalan tanpa alas kaki dan duduk dibawah matahari yang menyengat, yang bukan termasuk jenis keta’atan kepadaAllah, yang tidak perlu dilaksanakankan meskipun sudah dinadzarkan

Ada lagi sebuah hadits yang diriwayatkan oleh B ukhari dan Muslim dari Aisyah Radhyallaahu anha, beliau berkata :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ هِشَامٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا امْرَأَةٌ قَالَ مَنْ هَذِهِ قَالَتْ فُلَانَةُ تَذْكُرُ مِنْ صَلَاتِهَا قَالَ مَهْ عَلَيْكُمْ بِمَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَادَامَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

“Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya dan bersamanya ada seorang wanita lain, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "siapa ini?" Aisyah menjawab: "si fulanah", Lalu diceritakan tentang shalatnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "tinggalkanlah apa yang tidak kalian sanggupi, demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga kalian sendiri yang menjadi bosan, dan agama yang paling dicintai-Nya adalah apa yang senantiasa dikerjakan secara rutin dan kontinyu".

Menurut Ibnu Hajar rahimahullah, sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam :Hendaklah kalian berbuat menurut kesanggupan kalian, artinya kerjakannlah amal –amal yang kalian sanggup melaksanakannya secara terus menerus” Apa yang tersirat disini mengharuskan perintah membatasi ibadah menurut kesanggupan. Pengertiannya mengaruskan larangan memaksakan ibadah di luar kesanggupan.

Atas dasar beberapa hadits yang diutarakan diatas, maka serora muslim tidak perlu mewajibkan sesuatu yang berlebihan atas dirinya sehingga dengan itu diamendekatkan diri kepadaAllah Subhanahu Wata’ala . Karena yang sedemikian itu termasuk bertindak keras atas diri sendiri dengan cara melampaui batas dari yang telah ditetapkan . Sebagaimana seorang muslim tidak boleh mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, sebagaimana Firman-Nya dalam Surah Al-Maidah : 87-88 :

“. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Mengutip apa yang dikemukan dalam buku Ghuluw Benalu dalam berislam bahwa meninggalkan hal-hal yang baik dengan maksud sebagai ibadah dengan cara menyiksa diri dan berlaku keras merupakan syubhat, yang karenanya banyak para akhli ibadah dan sufi yang tertipu, karena mereka hanya sekedar ikut-ikutanm kebiasaan orang-orang sebelummereka yang dari para pendeta Nasrani yang mengada-ngada kan pola-pola kehidupan kerahiban, padahal pola itu tidak diperintahkan kepada mereka .Zuhud didunia tidak dengan cara mengharamkan yang halal dan mengabaikan harta. Semua itu termasuk perkara yang dilarang syari’at dan diperingatkan untuk tidak dilakukan.

K e s i m p u l a n
Dari uraian sederhana tersebut diatas ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik, sebagai berikut :
1. Ghuluw merupakan sikap atau perbuatan yang melampaui batas atau berlebihan dari batas kewajaran dan dari yang seharusnya.
2. Islam melarang bagi seluruh umatnya untuk berbuat ghuluw baik dalam perkataan maupun perbuatan (amaliah)
3. Penghormatan, pengagungan, penyanjungan dan pengkultusan terhadap Rasullulah shallalahu’alaihi wasallam yang berlebihan merupakan ghuluw yang dilarang.
4. Ghuluw terhadap ulama dan orang-orang shalilh yang dilakukan oleh sebagian kalangan umat muslim merupakan perbuatan terlarang p;ula.
5. Bersikap keras atas diri sendiri dalam melakukan pendekatan diri kepada Allah Subhanahu Ta’ala dengan melakukan perbuatan-perbuatan ibadah secara berlebihan yang menyiksa diri dan keluar dari syari’at merupakan perbuatan ghuluw yang terlarang dalam islam.
Wallaahu Ta’ala ‘alam
Sumber bacaan :
1. Al-Qur’an ( digital )
2. Kitab Hadits 9 Imam ( Lidwa Pusaka i- Sofware)
3. Ayat-ayat Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an KH.Qomaruddin dkk.
4. Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam Abdurrahman bin MNU’alla Al-Luwaihiq.
5. Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat & Dzikir Syirik H.Mahrus Ali
6. Bahaya Mengekor Non Muslim Muhammad bin ‘Ali Adh Dhabi’i
Selesai ditulis : Arba, ba’da zuhur 15 Ramadhan 1431 H/ 25 Agustus 2010
http://abufarabial-banjari.blogspot.com
Diposkan oleh Abu Farabi al-Banjari di 21.52 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar