M U K A D D I M A H
M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.
Minggu, 19 September 2010
DENGAN AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR MEWUJUDKAN KEMASLAHATAN (Bagian ke Tiga )
O l e h : Musni Japrie Al-Pasery
Menyambung uraian ber-amar ma’ruf nahi munkar dibagian kedua, maka pada bagian ketiga dari tulisan bersambung ini, dikemukakan pula beberapa hal tentang pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar, baik sebagai fardhu kifayah maupun yang bersifat sebagai fardu ain.
. Setiap Pendidik Wajib Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Terhadap Para Anak Asuhnya.
Seorang pendidik, dimanapun ia bertugas , selain bertanggung jawab untuk memberikan pelajaran dan pengajaran kepada para anak asuhnya berupa ilmu-ilmu yang bersifat keduniaan, dituntut pula tanggung jawabnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar didalam lingkungan pendidikan mereka. Seorang pendidik selain wajib membina akhlak anak asuhnya juga berkewajiban mencegah dan menindak perbuatan kemunkaran yang dilakukan oleh anak asuhnya .
Adalah tindakan yang keliru apabila seorang pendidik ketika melihat adanya kemunkaran yang diperbuat oleh anak asuhnya, ia berdiam diri dan membiarkannya tanpa mengambil langkah yang positif. Wajib bagi seorang guru untuk menegakkan disiplin bagi anak asuhnya yang melakukan kemunkaran berupa pemberian hukuman disiplin berdasarkan pertimbangan yang rasional dan tidak melampaui batas. Seperti adanya anak asuhnya kedapatan merokok, minum minuman keras, berjudi, terlibat narkoba, berkelahi, berbuat asusila, mencuri dan lain-lainnya yang dilakukan dilingkungan kompleks pendidikannya.
Amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan seorang pendidik kepada para anak asuhnya langsung termasuk fardhu ‘ain, karena para anak asuh yang langsung berada dibawah tanggung jawabnya tiada lain adalah seperti anak kandungnya sendiri. Sipendidik adalah selaku pengganti orangtua selagi sianak berada dalam lingkungan pendidikannya.
Merupakan suatu tindakan yang tidak bertanggung jawab, apabila seorang pendidikan membiarkan anak asuhnya/anak didiknya berbuat suatu kemunkaran, sedangkan ia sendiri mengetahui dan menyaksikan terjadinya perbuatan kemunkaran tersebut.
Peranan penting seorang pendidik dalam mewajudkan kemaslahatan secara luas dan tercegahnya berbagai kemunkaran dikalangan masyarakat adalah sangat besar, karena pendidik tidak pernah absen dalam melakukan ama’ ma’ruf nahi munkar kepada setiap anak asuh/anak didiknya.
Dilingkungan pendidikan sejak dini sudah dikenalkan yang namanya nilai-nilai kebaikan dan buruknya segala bentuk kemunkaran. Dan semua itu tiada lain adalah perbuatan amar ma’ruf nahi munkar.
Setiap Pemimpin Wajib Melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Menuurut Ensiklopedia Administrasi (disusun oleh staf Dosen Balai Pembinaan Administrasi Universitas Gadjah Mada)
Pemimpin (Leader) adalah orang yang melakukan kegiatan atau proses mempengaruhi orang lain dalam suatu situasi tertentu, melalui proses komunikasi, yang diarahkan guna mencapai tujuan/tujuan-tujuan tertentu.
Disebutkan pula rumusan yang serupa bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu dan/atau sekelompok orang lain untuk bekerja sama mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dari defenisi tersebut diatas, tersirat pengertian bahwa seorang pemimpin itu mempunyai bawahan atau anggota kelompok yang berada dibawah kekuasaan atau pengaruhnya. Berapapun jumlah individu yang menjadi anggota atau bawahan seseorang ia disebut sebagai pemimpin.
Karena seorang pemimpin mempunyai kekuasaan dan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi anggota atau bawahannya, maka segala tingkah polah anggota atau bawahannya secara umum berada dibawah kendali pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dia pimpin. Karena setiap pemimpin diminta pertanggungan jawabannya oleh pihak yang berada diatasnya sampai akhirnya bertanggung jawab kepada Allah Subhanahu Wata’ala kelak diakhirat. Hal ini sejalan dengan hadits riwayat Abu Daud dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasullulah shallalahu ‘alihi wasallam telah bersabda
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“: Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka, seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka setiap dari kalian adalah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya."
Dari hadits tersebut diatas tersirat makna bahwa setiap pemimpin itu mempunyai tanggung jawab moral dari setiap tingkah laku dan perbuatan bawahannya apakah sejalan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah atau mungkin bertolak belakang dari keduanya. Karenanya seorang pemimpin berkewajiban melakukan pembinaan kepada setiap bawahannya dengan melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Berkenaan dengan amar ma’ruf nahi munkar oleh pemimpin kepada setiap anggotanya , maka seorang pemimpin yang bertanggung jawab wajib melakukan pengawasan atas segala apa yang dikerjakan oleh bawahannya tidak saja dalam rangka kepentingan organisasinya tetapi pengawasan yang lebih luas lagi terkait dengan moralnya. Seorang pemimpin yang bertanggung jawab wajib mengetahui bahwa bawahannya tidak melakukan hal-hal yang berseberangan dengan syari’at. Seperti contoh kecil, apakah bawahannya menyukai minuman keras, suka berzinah, suka berbuat onar dan berbuat zolim, mencuri dan lain sebagainya, atau mungkin menyalah gunakan wewenang jabatannya . Apabila bawahan dibiarkan berbuat sesuka hatinya maka akan berpengaruh buruk bagi kinerja dan perkembangan organisasinya. Dan lebih jauh lagi akan berimbas negatif kepada masyarakat.
Bagi kepentingan kebaikan organisasi dan lingkungan disekitarnya, seorang pemimpin harus berani mengambil tindakan terhadap bawahannya yang melakukan kemunkaran dengan tindakan hukuman disiplin sesuai dengan tingkatan kemunkaran yang diperbuatnya. Dan apabila sudah sampai kepada perbuatan kemunkaran yang tidak dapat ditolerir lagi, pemimpin wajib untuk membawanya kepihak yang berwewenang.
Pemimpin dalam mengorganisasikan bawahannya tidaklah hanya sekedar berupaya untuk mencapai apa yang menjadi tujuan organisasi, tetapi yang penting pula adalah bagaimana kemaslahatan para bawahannya dapat diwujudkan, yang pada gilirannya akan bermuara kepada kemaslahatan lingkungan disekitarnya.
Bertalian dengan bunyi hadits dari Abdullah bin Umar yang dikutip diatas maka yang dimaksud dengan pemimpin disini, adalah semua pemimpin tidak terkecuali, baik ia pemimpin kecil dirumah tangga sampai kepada pemimpin tertinggi negara/penguasa.
Siapa saja yang berpredikat sebagai pemimpin, maka agar dia selamat selaku pemegang tanggung jawab yang diberi amanah dari peradilan diakhirat kelak, maka amanah yang dipegang wajib dipelihara dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Selaku seorang pemimpin, baik dalam kedudukan level tertinggi dengan kedudukan top manager, midle manager sampai manager yang terbawah yang mempunyai kewenangan dalam mengendalikan bawahannya dalam bertindak memberikan sanksi berupa hukuman disiplin atas setiap kemunkaran yang dilakukan bawahannya jauh lebih efektif serta memberikan efek jera bagi bawahannya.
Meskipun sebenarnya tindakan pemberian sanksi hukuman disiplin yang diberikan oleh seorang pimpinan adalah dalam kepentingan khusus bagi organisasi, namun tindakan tersebut juga terkait bagi kepentingan yang luas sebagai usaha mewujudkan kemaslahatan, dan semua ini termasuk dalamamarma’ruf nahi munkar didalam tubuh organisasi tersebut.
Seorang pimpinan sebelum lebih jauh dalam menjatuhkan sanksi yang berat tentu sebelumnya telah memberikan peringatan sebagai nasihat bagi bawahannya yang diketahui melakukan kemunkaran dalam organisasinya, dimana pemberian nasihat tersebut sejalan dengan firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al-Qur’an surah Al-‘Ashr ( 103) ayat : 3 :
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar Oleh Penguasa.
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawasdalam buku beliau Amar Ma’ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengemukan bahwa satu masyarakat akanmenjadi baik apabila ditegakkan amarma’ruf nahi munkar di dalamnya. Sedangkan satu masyarakat akan binasa dan rusak apabila tidak ditegakkan amar ma’ruf nahi munkar didalamnya.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْمُدْهِنِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ فِي الْبَحْرِ فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلَاهَا وَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا يَصْعَدُونَ فَيَسْتَقُونَ الْمَاءَ فَيَصُبُّونَ عَلَى الَّذِينَ فِي أَعْلَاهَا فَقَالَ الَّذِينَ فِي أَعْلَاهَا لَا نَدَعُكُمْ تَصْعَدُونَ فَتُؤْذُونَنَا فَقَالَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا فَإِنَّا نَنْقُبُهَا مِنْ أَسْفَلِهَا فَنَسْتَقِي فَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ فَمَنَعُوهُمْ نَجَوْا جَمِيعًا وَإِنْ تَرَكُوهُمْ غَرِقُوا جَمِيعًا
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ;
"Perumpamaan mereka yang menegakkan hukum dan berjalan di atasnya adalah bagaikan suatu kaum yang berada di atas perahu di tengah hamparan lautan yang luas. Sebagian dari mereka bertempat di atasnya dan sebagian yang lain berada di bawah. Mereka yang berada di bawah apabila membutuhkan air, maka mereka akan naik ke atas lalu menimba air sehingga mengganggu mereka yang berada di atas. Maka orang-orang yang berada di atas pun berkata, 'Kami tidak akan membiarkan kalian naik ke atas sehingga kalian menyusahkan kami.' Sedangkan mereka yang berada di bawah juga berkata, 'Kalau begitu, maka kami akan membuat lubang di bawah sehingga memudahkan kami untuk mengambil air.' Maka apabila mereka mencegahnya, niscaya mereka semua akan selamat. Namun bila mereka meninggalkannya, niscaya mereka semua akan tenggelam”
Dalam hadits diatas, Nabi Shallalahu a’laihi wasallam memberikan perumpamaan tentang satu masyarakat, dimana orang –orang berada dibawah ( yang dimaksud adalah orang-orang awam( melakukan kemaksiatan, dan apabila orang-orang yang lainnya tidak mencegahnya maka akan binasalah semuanya. Maka manusia tidaklah memilki kebebasan berbuat semaunya. Manusia diciptakan diatas perintah dan larangan.
Seorang penguasa dalam suatu negara, dalam hal ini kepala negara/kepala pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita-cita negaranya berupa kemaslahaan bagi rakyatnya, wajib pula menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di dalam negaranya, dengan mencegah berbagai kemunkaran dan mengambil tindakan atas setiap terjadinya kemunkaran yang dilakukan oleh warga negaranya, yang dalam hal ini ditangani oleh aparat dari institusi penegak hukum . Tindakan fisik tersebut dilakukan karena adanya kekuasaan dan kewenangan yang diikuti dengan kemampuan, hal mana tindakan tersebut sejalan dengan hadits riwayat Abu Daud dari Abu Sa’id al-Khudri radhyallaahu ‘anhu. Ia berkata aku mendengar Rasullullah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran lalu ia mampu mengubahnya dengan tangan, hendaklah ia ubah kemungkaran tersebut dengan tangannya."
Dengan hadits tersbut diatas maka berbagai kemunkaran yang terjadi ditengah –tengah masyarakat dalam berbagai bentuknya dalam suatu negara hanyalah dapat dicegah dan ditindak dengan tindakan fisik (secara paksa )oleh tangan kekuasaan yaitu aparat penegak hukum. Dan setiap anggota masyarakat harus patuh dan tunduk terhadap penegak hukum selaku tangannya pemerintah. Sedangkan umat islam dalam kedudukannya selaku rakyat harus tunduk dan patuh serta ta’at kepada pemerintah. Kepatuhan dan keta’atan ini sejalan dengan bunyi firman Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al-Qur’an surah an-Nisaa ayat 9 :
ي كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّه َا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُو الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ وَأُوْلِي إِن ِ وَالْيَوْمِ تَأْوِيلاً الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Pemerintah selaku penguasa dalam rangka penegakkan kewibawaannya perlu bertindak tegas dalam mengambil tindakan terhadap setiap kemunkaran yang terjadi ditengah masyarakat, tidak saja kemunkaran yang berskala besar, kemunkaran-kemunkaran kecilpun seperti kasus pencurian, perzinahan, minuman keras, narkoba, perjudian, perkelahian dan lain sebagainya. Sehingga apa yang telah dilakukan oleh pemerintah selaku penguasa tersebut telah sejalan dengan amar ma’ruf nahi munkar seperti yang diamanahkan oleh syari’at.
Apabila pemerintah selaku penguasa berdiam diri dan membiarkan berkembangnya kemunkaran dalam berbagai bentuknya, sehingga menimbulkan kemudharatan dan hilangnya kemaslahatan bagi masyarakat, maka kelak para pemimpin yang atau siapa saja yang terlibat di dalam penanganan pemerintahan tersebut akan dimintakan pertanggungan jawabannya oleh Allah Ta’ala diakhirat. Sebagaimana yang tercantum dalam hadits riwayat Abu Daud dari sahabat Abdullah bin Umar yang dikutip diatas.
Tugas dan fungsi negara dalam hal ini pemerintah yang termasuk utama dan penting, salah satunya adalah melindungan rakyatnya dari segala bentuk kemunkaran yang dilakukan oleh individu-individu yang memiliki kecendrungan berbuat penyimpangan berupa kemunkaran. Sehingga dengan pelaksanaan tanggung jawab memberikan perlindungan dan rasa aman bagi masyarakat maka kemaslahatan akan terwujud.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar Oleh Ulama, Ustadz dan Da’i.
Amar ma’ruf nahi munkar sebagaimana yang dikemukan oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas , adalah merupakan sifat dari Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surah Al-A’raaf ayat 157 :
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka . Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Setelah wafatnya Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam, tugas amar ma’ruf nahi munkar berlanjut oleh para sahabat radhyallaahu anhu, kemudian diteruskan oleh para tabi’in dan tabi’ut tabi’in rahimahullaah , berlanjut kepada generasi para ulama salaf hingga seterusnya dilakukan oleh para ulama dari zaman ke zaman sampai kepada ulama sekarang ini. Selain itu tanggung jawab menyelenggarakan amar ma’ruf nahi munkar, sesuai dan fungsinya juga diselenggarakan oleh ustadz dan da’i/mubaligh sebagai juru penerang kepada seluruh umat.
Tugas utama dalam agama berupa amar ma’ruf nahi munkar yang diwariskan oleh Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam, kepada para ulama karena para ulama itu sendiri adalah pewaris Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam seperti tertera dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Darda, ia berkata :
” Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.".
Mengingat para ulama, ustadz dan da’i/mubaligh adalah sebagai penerus tugas Rasullulah dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, maka tentunya sebagaimana Rasullulah shalalahu ‘alaih wasallam sebagaimana yang dinukilkan oleh Ustadz Yazid bin Abvdul Qadir Jawas bahwa: sungguh Rasullulah shallalahu ;alaihi wasallam telah memulai pertama kalai sebagaimana para Nabi sebelum beliau dengan memperbaiki aqidah-aqidah manusia dan mengumpukan mereka diatas aqidah tauhid; sebagaimana beliau mendidik para sahabatnya radhyallaahu ‘anhu . Apabila para ulama, ustadz dan da’I tidak memulaidakwahnya sebagaimana yang Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam memulai dengannya, maka ia t5idak akan beruntung dalam dakwahnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah b erkata : “ Diantara bentuk kebaikan ialah hendaklah memerintah dan melarang itu dilakukan diatas shiratal mustaqim ( jalanyang lurus),sedangkan shiratal mustaqim adalah jalan yang paling dekat,yang menyampaikan kmepaqda tercapainya tujuan .
Setiap dakwah amar ma’ruf nahi munkar oleh para ulama, ustadz dan da’i adalah yang menyeru kepada jalannya manhaj Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam yaitu manhajnya ahlus sunnah wal jama’ah. Apabilaia tidak mengikutinya maka ia telah menyimpang dari manhaj Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam.
Para ulama, ustadz, da’i sebagai pelaku amar ma’ruf nahi munkar adalah golongan orang-orang yang berilmu, karena mereka mengetahui bahwa apa-apa yang diperintahkan itu adalah benar-benar perbuatan ma’ruf, demikian pula ketika mereka melarang orang-orang dari kemunkaran, mereka mengetahui benar-benar bahwa apa yang dilarangnnya itu benar termasuk perkara kemunkaran yang dilarang.
Para ulama, ustadz dan da’i aqdalah sekelompok orang yang menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam buku beliau “ Tazkiyatun Nafs “: yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan agama. Dalam menjalankan hal tersebut mereka ikhklas karena Allah. Memperbaiki apa yang mereka lakukan, dan mereka istiqamah serta sabar atas gangguan yang mereka alami. Mereka itulah yang beriman dan beramal shalih, dan mereka itulah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia,mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman kepada Allah.
Sejalan dengan itu Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengemukakan : apabila dakwahmengajak manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi seorang hamba, maka hal itu itu tidak akan terlaksana kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu., seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia berdakwah.
Karena kemampuan dan keilmuan yang dimilikinya, maka para ulama,ustadz dan da’I, dibebani tugas untuk menyerukan umat kepada kebaikan dan mencegahnya dari berbuat kemunkaran.
Sebaliknya banyak pula ditemukan ditengah-tengah masyarakat sekarang ini mereka-mereka yang mengaku dirinya sebagai ulama. Ustadz dan da’i yang memiliki ilmu namun ternyata mereka bodoh, karena berdakwah tidak mengikuti manhajnya Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam dan manhaj nya para sahabat. Jika orang-orang semacam itu terjun dimedan dakwah dan melibatkan diri nya dalam dakwah bahkan berani menjadi pemimpin didalamnya lalu melakukan amar ma’ruf nahi munkar , sedangkan ia tidak mempunyai ilmu tentang itu semuanya,maka pada hakikatnya mereka merusak dengan kereusakan yang lebih besar dari pada apa yang mereka perbaiki. Bahkan sebagian dari mereka ada yang menyuruh kemunka
ran dan melarang kebaikan karena kejahilan (kebodohan)nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surah An-Nahl : 116 :
وَلاَ تَقُولُواْ يُفْلِحُونَ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung
Sesungguhnya diantara tanda-tanda hari kiamat dan termasuk sebab hilangnya amar ma’ruf nahi munkar ialah diangkatnya ilmu. Ini sesuai dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari sahabat ‘Abdullah bin “amr bin al-‘Ash radhyallaahu ‘anhum:, ia berkata
Saya pernah mendengar Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda “
'Allah Azza wa Jalla menghapuskan ilmu agama tidak dengan cara mencabutnya secara langsung dari hati umat manusia. Tetapi Allah akan menghapuskan ilmu agama dengan mewafatkan para ulama, hingga tidak ada seorang ulama pun yang akan tersisa. Kemudian mereka akan mengangkat para pemimpin yang bodoh. Apabila mereka, para pemimpin bodoh itu dimintai fatwa, maka mereka akan berfatwa tanpa berlandaskan ilmu hingga mereka tersesat dan menyesatkan.
Dalam melakukan perannya menyuruh kepada kebaikan dan mencegah/melarang dari kemunkaran para ulama, ustadz dan da’i lebih bersifat kepada pemberian nasihat baik langsung ataupun tidak langsung
melalui dakwah dalam berbagai bentuk salurannya.Termasuk didalamnya menyusun buku-buku dan pemberian fatwa.
Pemberian nasihat yang dilakukan oleh ulama, ustadz dan da’I adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar ,hal ini termasuk dalam hadits riwayat Abu Daud dari Abu Sa’id al-Khudri radhyallaahu ‘anhu. Ia berkata aku mendengar Rasullullah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda:
.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ وَهَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ وَعَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ وَقَطَعَ هَنَّادٌ بَقِيَّةَ الْحَدِيثِ وَفَّاهُ ابْنُ الْعَلَاءِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ بِلِسَانِهِ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
: "Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran lalu ia mampu mengubahnya dengan tangan, hendaklah ia ubah kemungkaran tersebut dengan tangannya." Hannad kemudian memotong (tidak melanjutkan) sisa hadits tersebut. Kemudian Ibnul 'Ala melengkapinya, "jika ia tidak mampu hendaklah dengan lisannya, jika tidak mampu dengan lisan hendaklah dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman."
Mencegah kemunkaran dengan nasihat sebagai mana yang dilakukan oleh ulama,ustadz dan da’i adalah bentuk dari mengubah kemunkaran dengan lisannya, seperti yang bermaktub dalam hadits tersebut diatas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak dari awal sepeninggal wafatnya Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhyallaahu ‘anhu, penegakan agama berupa amar ma’ruf nahi munkar peranan para ulama ustadz dan da’i tidak dapat dipandang hanya sebelah mata saja. Mereka-merekalah yang terus berkiprah mengembangkan, membangun, mempertahankan dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar ditengah-tengah masyarakat yang senantiasa selalu memerlukan pembinaan dan bimbingan, agar kemaslahatan dapat diwujudkan dan kemudharatan dapat dihindarkan. Wallaahu ta’ala ‘alam
( Bersambung kebagian : IV)
Sumber bacaan “
1.Al-Qur’an dan terjemahan .
2.Hadits kitab 9 Imam CDHK 91 Ver.1.2 Lidwa Pusaka.
3. Ihya Ulumiddin, Imam A-Ghazali.
4.Tazkiyatun Nafs .Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
5.Riyadhus- Shalihin, Imam Nawawi
6.Tanbihul Ghafilin ,Ibnu Qudamah.
7.Ayat-ayat Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an, K.H Qomarudin
8.AmarMa’ruf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah wa Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Diselesaikan pada hari Senin, ba’da dhuha, 11 Syawal 1431 H / 20 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar