M U K A D D I M A H
M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.
Selasa, 26 Oktober 2010
Apakah Sholat Hajat Menjelang Berangkat Haji Sesuai Sunnah
O l e h : Musni Japrie al-Pasery.
Sepertinya sudah dijadikan sebagai suatu ketetapan yang dipatentkan dan suatu kewajiban yang harus dijalankan oleh sebagian kaum muslimin di negeri kita ini, bahwa setiap akan berangkat menunaikan ibadah ke tanah Suci Makah Mukaramah, terlebih dahulu harus didahului dengan dua buah prosesi kegiatan berupa walimah safar haji dan sholat hajat haji,
Seperti dalam bulan bulan ini, dimana umat muslim yang akan menunaikan kewajiban haji yang disyari’atkan dalam rukun islam, beberapa jauh hari sebelumberangkat mereka menyelenggarakan walimah safar haji yang lebih pas disebut sebagai pesta-pesta menjelang keberangkatan, karena di dalam penyelenggaraannya tiudak ubahnya seperti pesta perkawinan dengan membangun tenda-tenda/taruf didepan rumah bahkan dengan menggunakan jalan umum, juga disajikan berbagai makanan lengkapdengan makanan penutupnya, juga tidak ketinggalam disediakan pula hiburan dengan memutarkan kaset atau CD yang katanya sebagai kesenian islam.
Kemudian pada malam menjelang berangkat kembali mereka yang akan berangkat mengundang tetangga dan jama’ah langgar/masjid untuk melakukan sholat hajat dirumahnmya, dan sebagai imbalannya bagi jama’ah yang datang disuguhi pula makanan.
Dahulu penulis karena kejahilan atas sunnah, sering diundang untuk mengikuti penyelenggaraan sholat hajat apabila ada tetangga atau anggota jama’ah lannggar atau keluarga yang akan berangkat menunaikan haji. Dan penulis ikut melakukannnya. Sholat hajat tersebut diselenggarakan pada malam h-1, yaitu pada malam menjelang keberangkatan secara berjama’ah setelah selesainya dilakukan sholat ba’da magrib. Sebelum sholat dimulai terlebih dahulu yang ditunjuk jadi imam mengajarkan apa-apa yang dibaca dalam sholat, anehnya pada waktu sujud ada tambahan bacaan yang cukup panjang sehingga sujudnya memerlukan waktu yang agak lama. Kemudian setelah itu dikumandangkan iqamat namun didalam iqamat tersebut ditambahkan beberapa ucapan diluar iqamat yang disyari’atkan, salah satu kalimat yang masih melekat diingatan penulis adalah ucapan Ya Ghaus……dan seterusnya … Menurut riwayat yang perlu dipertanyakan sumbernya ucapan tersebut adalah memanggil rohnya para wali Allah untuk hadir dan ikut sholat. Setelah salam dilanjutkan dengan membaca dzikir yang dipimpin imam dan diakhiri dengan doa’ bersama. Setelah doa’ kegiatan belum selesai karena kemudian jama’ah membaca sujrah yasin secara bersama-sama yang dilanjutkan dengan membaca tahlil.
Sepeninggal berangkat haji orang/keluarga yang ditinggalkan dirumah, pada setiap malam juma’at kembali mengundang orang-orang untuk melakukan Sholat hajat seperti tersebut diatas ditambah dengan membaca surah yasin dan shalawat Nariyah atau burdah. Pelaksanaan sholat hajat tersebut diselenggarakan setiap minggu hingga kembali orang naik haji.
Menyelenggarakan sholat hajat berjama’ah seperti yang diceritakan diatas ternyata tidak memiliki hujjah/ dalil yang dapat dijadikan pegangan hukum sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara syar’i, karena tidak ada , yang shahih, yang meriwayatkannya.
Konon katanya sholat hajat tersebut dilakukan sebagai permintaan doa agar agar mereka yang berangkat haji tersebut diberikan keselamatan dan kemudahan dalam melakukan ibadah hajinya sehingga terkabul hajatnya untuk menunaikan haji.
Tidak ada satupun kitab-kitab hadits baik yang namanya sunan ataupun sahih yang memuat riwayat tentang adanya sholat hajat untuk berangkat haji tersebut. Tidak adanya riwayat tersebut menyimpulkan bahwa Rasullulah shallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memerintahkan atau mencontohkannya, dimana sewaktu beliau shallahu ‘alaihi wasallam akan berangkat menunaikan kewajiban haji terlebih dahulu sholat hajat, jangankan untuk sholat hajat, untuk sholat menjelang pelaksanaan shafar juga tidak pernah dilakakukan.
Begitu juga tidak pernah ada riwayat dari sabahat bahwa menjelang akan b erangkat haji ke Makah, para sahabat terlebih dahulu melakukan sholat hajat ini, karena beliau- beliau radhyallahu ‘anhum tidak pernah mendengar dan ataupun melihat Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam melakukan hal yang serupa itu. Seandainya Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam melakukannya, sangatlah mustahil para sahabat tidak mencontohnya, karena para sahabat radhyallaahu ‘anhum yang paling rajin dan aktif mengikuti dan menjalannkan sunnah. Dan sudah bukan lagi menjadi rahasia bahwa para sahabat radhyallahu ‘anhum yang telah mendahului berbuat kebaikan mengikuti sunah Rasul.
Karena tidak ada satupun hadits yang dapat dijadikan dalil/hujjah dan yang dapat dijadikan pijakan hukum dalam melakukan ibadah sholat hajat tersebut, maka perbuatan ini tidak lain adalah perbuatan yang mengada-ada dalam agama atau yang lebih dikenal dengan sebutan bid’ah.
Ustadz Abdullah Roy.Lc dalam “ tanyajawabagamaislam.blogspot.com menyebutkan bahwa :
Sholat hajat adalah sholat yang dilakukan ketika ada hajat (keperluan). Namun perlu diketahui, bahwasanya tidak dalil yang shahih yang menjelaskan tentang disyariatkannya sholat hajat. Oleh karena itu kita tidak boleh mengamalkannya karena ibadah adalah tauqifiyyah (terima jadi).
Lembaga Tetap untuk Riset dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia menyatakan bahwa hadist-hadist yang berkaitan dengan shalat hajat dha’if (lemah) dan munkar (Fatawa Al-Lajanah Ad-Daimah 8/160).
Diantara hadist-hadist tersebut adalah hadist Abdullah bin Abi Aufa bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من كانت له إلى الله حاجة أو إلى أحد من بني آدم فليتوضأ فليحسن الوضوء ثم ليصل ركعتين ثم ليثن على الله وليصل على النبي صلى الله عليه و سلم ثم ليقل لاإله إلا الله الحليم الكريم سبحان الله رب العرش العظيم الحمد لله رب العالمين أسئلك موجبات رحمتك وعزائم مغفرتك والغنيمة من كل بر والسلامة من كل إثم لا تدع لي ذنبا إلى غفرته ولا هما إلا فرجته ولا حاجة هي لك رضا إلا قضيتها يا أرحم الراحمين
“Barangsiapa yang memiliki keperluan kepada Allah atau kepada seseorang dari anak Adam maka hendaknya dia berwudhu dan memperbaiki wudhunya, kemudian hendaknya dia shalat 2 rakaat kemudian memuji Allah, dan bershalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian membaca:
لاإله إلا الله الحليم الكريم سبحان
الله رب العرش العظيم الحمد لله رب العالمين أسئلك موجبات رحمتك وعزائم مغفرتك والغنيمة من كل بر والسلامة من كل إثم لا تدع لي ذنبا إلى غفرته ولا هما إلا فرجته ولا حاجة هي لك رضا إلا قضيتها يا أرحم الراحمين
“Tidak sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Al-Halim Al-Karim, Maha Suci Allah Pemilik Arsy yang besar, segala puji bagi Allah, rabb semesta alam, aku memohon kepadaMu apa-apa yang mendatangkan rahmatMu, dan ampunanMu, dan aku memohon kepadaMu untuk mendapatkan setiap kebaikan dan keselamatan dari setiap dosa, janganlah Engkau tinggalkan bagi ku dosa kecuali telah Engkau ampuni, dan jangan Engkau tinggalkan bagiku rasa gelisah kecuali Engkau beri jalan keluar, dan jangan Engkau tinggalkan bagiku keperluanku yang engkau ridhai kecuali Engkau tunaikan untukku, wahai Yang Maha Penyayang.” (HR. At-tirmidzy 2/344, dan Ibnu Majah 1/44, berkata Syeikh Al-Albany: Dhaif jiddan (lemah sekali)).
Syeikh Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwasanya shalat hajat ini tidak disyari’atkan (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail Syeikh Muhammad Al-Utsaimin 14/323 no: 894).
Oleh karena seorang muslim hendaknya mengamalkan amalan yang ada dalilnya dan meninggalkan amalan-amalan yang tidak ada dalilnya. Ahamdulillah disana ada cara yang lebih baik bagi kita untuk memenuhi hajat kita, yaitu dengan cara berdoa kepada Allah, terutama di waktu dan keadaan yang mustajab.
Berkata Asy-Syuqairy rahimahullah:
وأنت قد علمت ما في هذا الحديث من المقال ، فالأفضل لك والأخلص والأسلم أن تدعو الله تعالى في جوف الليل وبين الأذان والإقامة وفي أدبار الصلوات قبل التسليم ، وفي أيام الجمعات ، فإن فيها ساعة إجابة ، وعند الفطر من الصوم ، وقد قال ربكم ( أدعوني أستجب لكم ) وقال : ( وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان ) وقال : ( ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها )
“Dan anda sudah tahu bahwa hadist ini (tentang shalat hajat) ada pembicaraan (tentang kelemahannya), maka yang afdhal, lebih ikhlash, dan lebih selamat engkau berdoa kepada Allah di tengah malam, dan antara adzan dan iqamat, di akhir shalat sebelum salam, pada hari jumat karena di dalamnya ada waktu ijabah (dikabulkan doa), dan ketika berbuka puasa,
Allah telah berfirman:
( أدعوني أستجب لكم )
“Berdoalah kepadaKu maka akan kabulkan.”
Dan Allah juga berfirman:
( وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان )
“Dan jika hambaKu bertanya tentang diriKu maka katakanlah bahwasanya Aku dekat, Aku akan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaKu.”
Allah juga berfirman:
( ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها )
“Dan bagi Allahlah nama-nama yang baik, maka berdoalah denganNya” (As-Sunan wal Mubtada’at hal: 124).
Kalaupun ada ulama yang menganggap bahwa hadits tersebut shahih, dan dijadikan dalil untuk melakukan sholat hajat untuk orang yang mempunyai keinginan atau hajat terhadap sesuatu, dan yang bersangkutan melakukan sholat sendirian. Tetapi hadits tersebut lalu dipakai dasar sebagai kiyas untuk melakukan sholat hajat bersama-sama menjelang berangkat haji, maka sebenarnya itu tidak boleh dilakukan. Karena menurut para ulama kiyas tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam ibadah.
Islam sebenarnya telah melengkapi syari’atnya secara sempurna sampai kepada hal yang sifatnya kecil dan bahkan sepele dalam bentuk as-sunnah Rasul. Sebagai contoh bagaimana tata cara masuk wc, buang air dan beristinja sudah di patentkan . Apalagi yang sifatnya besar dan berkaitan dengan ibadah tidaklah akan tertinggal sedikitpun pengaturannya. Semua sudah lengkap dan tidak perlu ditambah-tambah dengan ketentuan baru yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mempunyai hak mengatur agama ini. Hak mengatur dan menetapkan ketentuan agama ini berupa syari’at hanyalah Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasullulah shalalahu ;alaihi wasallam. Tidak ada orang lain yang dibolehkan, setinggi apapun ilmunya dan setinggi apapun keulamaannya, diharamkam membuat ketentuan dan menambah hal-hal yang baru dalam agama. Ketetapan syari’at yang ditetapkan sejak awal oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam, sampai sekarang tetap sama dan tidak berubah.
Syari’at islam telah sempurna sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surah al-Maa-idah ayat 3 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah [394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya [395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah [396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini [397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa [398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sehingga tidaklah layak untuk ditambah-tambah lagi dengan hal-hal yang dianggap baik menurut pikiran dan hawa nafsu manusia .
Mengingat haji adalah ibadah, maka apapun yang berkaitan dengan ibadah haji tersebut bila dilakukan diluar yang disyari’atkan maka itu adalah suatu kebid’ah – an yang terlarang .
Mengenai hal ini b erkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam “ Majmu Fatawa IV: 107-108”: Bid’ah dalam islam adalah : segala yang tidak disyari;atkan oleh Allah dan Rasul-Nya, yakni yang tidak diperintahkan baik dalam wujud perintah wajib atau berbentuk anjuran “
Hadits Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam riwayat Imam Bukhari rahimahullah dari Aisyah radhyallaahu ‘anhuma , ia berkata : Telah bersabda Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam :
“ Barang siapa yang mengadakan di dalam urusan (agama) Kami apa-apa yang btidak ada darinya, maka tertolaklah dia “.
Selain hadits tersebut diatas Imam Muslim rahimahullaah juga meriwayatkan sebuah hadits dari Aiksyah radhyallaahu ‘anhuma, ia b erkata : Telah bersabda Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam :
“ Barang siapa yang mengerjakan sesuatu amal yang tidak ada keterangannya dari Kami ( Allah dan Rasul-Nya), maka tertolaklah amalnya itu “
Dan hadits yang paling keras yang membicarakan tentang hal-hal yang baru dalam agama yang dikenal dengan sebutan bid’ah adalah sebagai mana riwayat dari Imam Muslim rahimahullaah :
“Amma ba’du ! Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabllah (al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah peunjuk Muhammad shalalahu ‘alaihi wasallam. Dan sejelek-jelek urusan adalah yang baru (muhdats) dan setiap muhadts adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap keesatan tempatnya dineraka /”
(Wallaahu Ta’ala ‘alam )
Sumber bacaan :
1.Al-Qur’an dan terjemahan ,program Salafi DB
2. Kitab hadits 9 imam, Software CDHK 91 Ver.1.2. Lidwa Pusaka
3. Risalah Bid’ah , Abdul Hakim Bin Amir Abdat.
4. Ringkasan Targhib wa Tarhib.
3. http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com
Selesai dikerjakan, ba’da ashar, selasa,18 Dzulqaidah 1431 H/26 Oktober 2010.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar