Sudah merupakan sebuah
tradisi dalam masyarakat di negeri ini apabila akan mengadakan hajat atau pesta
terutama pernikahan, jauh-jauh hari keluarga dari kedua pasangan calon
pengantin saling berembuk untuk menentukan hari dan bulan dilaksanakannya
pernikahan. Kadang-kadang ada pula yang melibatkan para sesepuh dan orang-orang
alim serta para paranormal dan orang-orang pintar guna mencarikan jadwal waktu
berupa tanggal dan bulan yang baik dilangsungkannya hajatan. Dicarikannya waktu
yang tepat berupa hari dan bulan yang dianggap baik agar perkawinan yang
direncanakan akan membuahkan kebaikan, karena apabila pernikahan dilakukan pada
hari dan bulan-bulan yang dianggap dapat mendatangkan kesialan akan menjadikan
pernikahan tersebut nantinya akan bermasalah.
Diantara dua belas bulan
dalam hitungan kalender Hijriyah,
terdapat bulan-bulan yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat mengandung
kesialan apabila pernikahan dilakukan dalam bulan tersebut. Bulan yang dimaksud
adalah bulan Syawwal.
Karenanya pada bulan
Syawal sangat jarang bahkan samasekali tidak kita temui adanya hajatan pernikahan.
Pada bulan tersebut Kantor Urusan Agama dan Imam P3NTR sepi dari job menikahkan orang. Tidak seperti
bulan-bulan lainnya di luar bulan Syawal.
Mereka-mereka yang
beranggapan bahwa bulan Syawwal merupakan waktu yang kurang tepat bagi
diselenggarakannya pernikahan sebab akan mendatangkan kesialan bagi pasangan
yang menikah, tidak saja terdapat dikalangan masyarakat pedesaan tetapi juga
telah berkembang lama ditengah-tengah masyarakat perkotaan. Anggapan bahwa
bulan Syawal mengandung kesialan untuk melaksanakan hajatan tidak saja terbatas
dikalangan masyarakat kalangan bawah, tetapi juga di kalangan masyarakat kelas
menengah dan atas
Berkaitan dengan itu
bagaimana tentang adanya kesialan dalam bulan-bulan tertentu menurut Islam ?. Benarkah
di dalam Islam terdapat bulan-bulan yang dapat mendatangkan kesialan seperti
bulan Syawal yang dapat membawa kesialan bagi mereka yang menikah?
Dalam ulasan berikut ini dikemukakan
secara ringkas bagaimana menurut
Islam tentang adanya anggapan sebagian
orang tentang kesialan dimaksud
Bid’ahnya
Anggapan Sialnya Menikah Di Bulan Syawwal
Anggapan masyarakat di negeri ini
tentang kesialan bulan Syawal untuk melangsungkan hajatan pernikahan rupanya
akibat tertular dari sisa-sisa peninggalan dari orang-orang Arab zaman
jahiliyah sebelum lahirnya Islam.
Ibnu Mandzur berkata,
“Syawwal adalah termasuk nama bulan yang telah dikenal, yaitu nama bulan
setelah bulan Ramadhan, dan merupakan awal bulan-bulan haji.” Jika dikatakan
Tasywiil (syawwalnya) susu onta berarti susu onta yang tinggal sedikit atau
berkurang. Begitu juga onta yang berada dalam keadaan panas dan kehausan.
Orang Arab menganggap
bakal sial/malang bila melangsungkan aqad pernikahan pada bulan ini dan mereka
berkata : “Wanita yang hendak dikawini itu akan menolak lelaki yang ingin
mengawininya seperti onta betina yang menolak onta jantan jika sudah
kawin/bunting dan mengangkat ekornya.”
Maka Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam membatalkan anggapan sial mereka tersebut, dan Aisyah berkata,:
مسند أحمد ٢٣١٣٧: حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ حَدَّثَنِى
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَأُدْخِلْتُ عَلَيْهِ فِي شَوَّالٍ
فَأَيُّ نِسَائِهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي فَكَانَتْ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ
نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ
Musnad Ahmad 23137: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Sufyan dari Ismai'l
bin Umayah berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Urwah dari ayahnya
dari Aisyah berkata; "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam menikahiku di
bulan Syawwal dan menggauliku di bulan syawwal, maka istri beliau mana yang
lebih beruntung di sisi beliau dariku?, Adalah beliau senang untuk memulai
kehidupan berumahtangga dari istri-istrinya pada bulan Syawwal."
Maka yang menyebabkan
orang Arab pada jaman jahiliyah dulu menganggap sial menikah pada bulan syawwal
adalah keyakinan mereka bahwa wanita akan menolak suaminya seperti penolakan
onta betina yang mengangkat ¬ekornya, setelah kawin/bunting.
Berkata Ibnu Katsir –
rahimahullah – : “Berkumpulnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pada bulan syawwal merupakan bantahan terhadap
keraguan sebagian orang yang membenci untuk berkumpul/ menikah dengan isteri
mereka di antara dua hari raya, karena kawatir bakal terjadi perceraian antara
suami-isteri tersebut, yang hal ini sebenarnya tidak ada sesuatupun padanya.”
(Al Bidayah Wan Nihayah III/253)
Anggapan sial menikah pada
bulan Syawwal adalah perkara batil, karena anggapan sial itu secara umum
termasuk ramalan/undi nasib yang dilarang oleh Nabi Shallallahu Alaihi
wassallam pada sabda beliau :
صحيح البخاري ٥٣٢٩: حَدَّثَنَا
سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَحَمْزَةُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ إِنَّمَا الشُّؤْمُ فِي ثَلَاثٍ
فِي الْفَرَسِ وَالْمَرْأَةِ وَالدَّارِ
Shahih Bukhari 5329: Telah menceritaka kepada kami Sa'id bin
'Ufair dia berkata; telah menceritaka kepadaku Ibnu Wahb dari Yunus dari Ibnu
Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Salim bin Abdullah dan Hamzah
bahwa Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada 'adwa (keyakinan adanya penularan
penyakit) tidak ada thiyarah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi
beramal), dan adakalanya kesialan itu terdapat pada tiga hal, yaitu; kendaraan,
isteri dan tempat tinggal."
Dan sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wassallam :
سنن الترمذي ١٥٣٩: حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ عِيسَى بْنِ عَاصِمٍ عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطِّيَرَةُ مِنْ الشِّرْكِ وَمَا مِنَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ
يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَحَابِسٍ التَّمِيمِيِّ وَعَائِشَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَسَعْدٍ
وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ سَلَمَةَ بْنِ
كُهَيْلٍ وَرَوَى شُعْبَةُ أَيْضًا عَنْ سَلَمَةَ هَذَا الْحَدِيثَ قَالَ سَمِعْت مُحَمَّدَ
بْنَ إِسْمَعِيلَ يَقُولُ كَانَ سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ يَقُولُ فِي هَذَا الْحَدِيثِ
وَمَا مِنَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ قَالَ سُلَيْمَانُ هَذَا
عِنْدِي قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَمَا مِنَّا
Sunan Tirmidzi 1539: dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
thiyarah (pesimis) bagian dari syirik dan bukan bagian dari ajaran kami, justru
Allah akan menghilangkan thiyarah (pesimis) itu dengan bertawakkal
kepada-Nya." Abu Isa berkata, "Dalam bab ini juga ada hadits dari Abu
Hurairah, Habis At Tamimi, 'Aisyah, Ibnu Umar dan Sa'd. Hadits ini derajatnya
hasah shahih, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Salamah bin Kuhail.
Syu'bah juga meriwayatkan dari Salamah dengan hadits yang sama. Ia berkata,
"Aku mendengar Muhammad bin Isma'il berkata, "Sulaiman bin Harb
berkata tentang hadits ini, 'dan bukan dari kita, justru Allah akan
menghilangkan thiyarah (pesimis) itu dengan bertawakkal kepada-Nya', Sulaiman
berkata, "Ini menurut pendapatku, adalah perkataan Abdullah bin Mas'ud
"dan tidaklah (thiyarah) dari ajaran kami."
Begitu juga sama halnya
dengan itu adalah anggapan sial di bulan Shafar.
Berkata Al Imam An-Nawawi
–rahimahullah- dalam menjelaskan hadits Aisyah Radhiyallahu’anha, di atas :
“Hadits itu menunjukkan bahwa disunnahkan menikahi, memperistri wanita dan
berkumpul/menggauli pada bulan Syawwal dan shahabat-shahabat kami juga
menyebutkan sunnahnya hal itu dan mereka berdalil dengan hadits tersebut.”
Aisyah sengaja berkata
seperti tersebut diatas untuk membantah tradisi orang-orang jahiliyyah dan apa
yang dihayalkan sebagian orang awam pada saat ini, berupa ketidak sukaan mereka
menikah dan berkumpul pada bulan Syawwal. Dan hal ini adalah batil dan tidak
ada dasarnya, dan termasuk peninggalan jahiliyyah dimana mereka meramalkan hal
tersebut dari kata syawwala yang artinya mengangkat ekor ( tidak mau dikawin).”
(Syarah shahih Muslim karya Imam an Nawawi (IX/209).( Lihat Kitab
Al Bida’ Al Hauliyyah karya : Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry. Cet. I
Darul Fadhilah Riyadh, Hal. 348-349. Penterjemah : Muhammad Ar Rifa’i)
Anggapan Adanya Bulan Sial
Seseorang bertanya kepada
Asdy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh tentang apakah dibolehkan bagi
seseorang untuk membenarkan atau menganggap sial angka tertentu, demikian pula
hari, bulan dan seterusnya?
Asy-Syaikh Muhammad bin
Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullahu menjawab:
“Tidak boleh, bahkan hal
itu termasuk kebiasaan orang-orang jahiliyyah yang syirik, di mana Islam datang
untuk menolak dan membatilkannya. Dalil-dalil yang ada demikian jelas
menyatakan keharaman kebiasaan tersebut. Perbuatan atau anggapan sial seperti
itu termasuk kesyirikan dan sebenarnya tidak ada pengaruhnya dalam menarik
kemanfaatan atau menolak kemudaratan, karena tidak ada yang memberi, yang
menolak, yang memberi manfaat dan memberi mudarat kecuali Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُُ بِضُرٍّ
فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ
“Jika Allah menimpakan kepadamu
kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia
menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.”
(Yunus: 107)
Dalam hadits Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
لَوِ اجْتَمَعَتِ اْلأُمَّةُ
عَلَى أَنْ يَّنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ
اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَّضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ
إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
“Seandainya
umat berkumpul untuk memberikan kemanfaatan bagimu dengan sesuatu niscaya
mereka tidak dapat memberikan kemanfaatan bagimu kecuali dengan sesuatu yang
telah Allah tetapkan untukmu. Dan sebaliknya, jika mereka semuanya berkumpul
untuk memudaratkanmu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat menimpakan
kemudaratan tersebut kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu.
Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran (catatan takdir)(. HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Asy-Syaikh Albani
dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 5302,)
Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ
وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
“Tidak
ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah (menganggap sial
dengan sesuatu), tidak ada kesialan dengan keberadaan burung hantu dan tidak
ada pula kesialan bulan Shafar.” (HR. Bukhari dan Muslim
Dalam satu riwayat:
لاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ
“Tidak ada nau` dan tidak ada ghul.”
(HR. Muslim)
Keterangan:
-Nau` adalah bintang.
Orang-orang jahiliyyah menyandarkan kesialan dan keberuntungan yang mereka
peroleh dengan bintang. Sebagian bintang menurut mereka sial sehingga mereka
katakan: Ini bintang nahas tidak ada kebaikan padanya. Sebagian lain dari
bintang, mereka anggap membawa keberuntungan sehingga bila mereka dicurahi
hujan, mereka berkata: “Kita diberi hujan oleh bintang ini”. Mereka tidak
mengatakan: “Kita diberi hujan dengan keutamaan dan rahmat Allah Subhanahu wa
Ta’ala.” (Al-Qaulul Mufid `ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ,
1/568).
-Ghul adalah setan yang
biasa menyesatkan orang yang sedang berjalan di padang pasir atau lembah. Yang
ditolak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits adalah pengaruh
ghul ini, bukan keberadaannya. Setan yang suka mengganggu manusia seperti ghul
ini memang ada, namun bila kuat tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
tidak menghiraukan keberadaannya, setan ini tidak dapat memudaratkan dan
menghalanginya menuju arah yang hendak ditujunya. (Al-Qaulul Mufid, 1/569)
Dalam hadits ini penetap
syariat (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menolak thiyarah
berikut apa yang disebutkan dalam hadits. Beliau mengabarkan bahwa thiyarah itu
tidak ada wujudnya dan tidak ada pengaruhnya. Thiyarah itu hanyalah
anggapan-anggapan keliru dan khayalan-khayalan rusak di dalam hati.
Sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam: (وَلاَ صَفَرَ) menolak keyakinan orang-orang jahiliyyah yang
menganggap bulan Shafar sebagai bulan sial, mereka mengatakan bulan Shafar
adalah bulan bencana. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun meniadakan
kebenaran anggapan tersebut dan membatilkannya. Beliau kabarkan bahwa bulan
Shafar itu sama dengan bulan yang lain, tidak ada pengaruhnya dalam menarik
kemanfaatan dan menolak mudarat. Demikian pula hari-hari, malam-malam dan
waktu-waktu lain, tidak ada bedanya. Dulunya orang jahiliyyah menganggap sial
hari Rabu, menganggap sial untuk melangsungkan pernikahan di bulan Syawwal
secara khusus. Sehingga Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawwal, maka siapakah yang
lebih memiliki keutamaan/keberuntungan daripada diriku?”
Hal ini seperti anggapan
sial orang-orang Rafidhah terhadap angka sepuluh, dan mereka tidak suka dengan
angka ini karena kebencian dan permusuhan mereka terhadap Al-’Asyrah
Al-Mubasysyarina bil jannah (10 shahabat Rasulullah yang diberi kabar gembira
masuk surga ketika mereka masih hidup4). Yang demikian itu disebabkan kebodohan
dan kedunguan akal mereka.
Demikian pula ahli nujum,
mereka membagi waktu menjadi waktu nahas dan sial. Yang kedua; waktu bahagia
dan baik. Tidaklah samar lagi haramnya ramalan bintang ini dan ia termasuk
jenis sihir.
Ibnul Qayyim rahimahullahu
berkata: “Tathayyur adalah menganggap sial dengan apa yang dilihat dan apa yang
didengar. Bila seseorang melakukan tathayyur ini, ia membatalkan safar yang
semula hendak dilakukannya dan ia menarik diri dari perkara yang semula ia
bersikukuh padanya, dengan begitu berarti ia telah mengetuk pintu kesyirikan
bahkan ia telah masuk ke dalamnya. Ia berlepas diri dari tawakal kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Ia membuka untuk dirinya pintu ketakutan dan bergantung
kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang menganggap sial dengan apa yang
dilihat atau didengarnya berarti telah memutuskan diri dari apa yang dinyatakan
dalam ayat berikut:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِيْنُ
“Hanya kepada-Mu kami beribadah dan
hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (Al-Fatihah: 5)
فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ
“Maka
beribadahlah engkau kepada-Nya dan bertawakallah.”
(Hud: 123)
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ
أُنِيْبُ
“Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan
hanya kepada-Nya aku akan kembali.” (Asy-Syura: 10)
Jadilah hatinya bergantung
kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dalam bentuk ibadah ataupun
tawakal, sehingga rusaklah hatinya, iman, dan keadaannya. Tinggallah hatinya
menjadi sasaran thiyarah dan senantiasa digiring kepadanya. Syaitan pun
mendatangi orang yang telah rusak agama dan dunianya ini. Berapa banyak orang
yang binasa karenanya dan ia merugi di dunia dan di akhirat. Dalil-dalil
tentang haramnya tathayyur dan tasyaum (menganggap sial) ini ma`ruf dan
terdapat pada tempat-tempat pembahasannya, maka kita cukupkan dengan apa yang
telah disebutkan. (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah 1/132-134
Menikah
di Bulan Syawal Sunnah Rasullullah Shallallahu’alaihi wa sallam
Sebagian ulama menyarankan seyogyanya
pernikahan itu dilaksanakan dalam bulan syawal, karena Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah radhyallaahu’anha di dalam bulan
Syawwal, sebagaimana yang disebutkan dalam hadist dari Aisyah :
مسند أحمد ٢٣١٣٧: حَدَّثَنَا
يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ حَدَّثَنِى
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَأُدْخِلْتُ عَلَيْهِ فِي شَوَّالٍ
فَأَيُّ نِسَائِهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي فَكَانَتْ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ
نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ
Musnad Ahmad 23137: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Sufyan dari Ismai'l
bin Umayah berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Urwah dari ayahnya
dari Aisyah berkata; "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam menikahiku di
bulan Syawwal dan menggauliku di bulan syawwal, maka istri beliau mana yang
lebih beruntung di sisi beliau dariku?, Adalah beliau senang untuk memulai
kehidupan berumahtangga dari istri-istrinya pada bulan Syawwal."
Diantara hikmah
dianjurkannya menikah di bulan Syawal adalah menyelisihi keyakinan dan
kebiasaan masyarakat jahiliyah.
Imam Nawawi
mengatakan, “Tujuan Aisyah mengatakan demikian adalah sebagai bantahan terhadap
keyakinan jahiliah dan khurafat yang beredar di kalangan masyarakat awam, bahwa
dimakruhkan menikah atau melakukan malam pertama di bulan Syawal. Ini adalah
keyakinan yang salah, yang tidak memiliki landasan. Bahkan, keyakinan ini
merupakan peninggalan masyarakat jahiliah yang meyakini adanya kesialan di
bulan Syawal.”
Sebagai umat yang
mencintai Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam kita wajib untuk mengikuti
sunnah-sunnah beliau yang begitu banyak termasuk tentunya melakukan pernikahan
di dalam bulan Syawwal. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :
سنن ابن ماجه ١٨٣٦: حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ
الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي
فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا
طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ
لَهُ وِجَاءٌ
Sunan Ibnu Majah 1836:
dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menikah adalah sunnahku,
barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah
kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat.
Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak
hendaknya berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng."
Orang-orang yang tidak
mau mengikuti atau membenci sunnah Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam oleh
beliau dianggap bukan umat beliau sebagaimana hadits berikut ini ;
سنن أبي داوود ١١٦٢: حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا عَمِّي حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ ابْنِ إِسْحَقَ
عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ فَجَاءَهُ فَقَالَ
يَا عُثْمَانُ أَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّتِي قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَكِنْ
سُنَّتَكَ أَطْلُبُ قَالَ فَإِنِّي أَنَامُ وَأُصَلِّي وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَنْكِحُ
النِّسَاءَ فَاتَّقِ اللَّهَ يَا عُثْمَانُ فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ
لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَصُمْ Sunan Abu
Daud 1162: Telah menceritakan kepada kami
'Ubaidullah bin Sa'd telah menceritakan kepada kami pamanku telah menceritakan
kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari
Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang menemui
Utsman bin Mazh'un, lalu Utsman datang kepada beliau, maka beliau bersabda:
"Apakah kamu membenci sunnahku?" Utsman menjawab; "Tidak, demi
Allah wahai Rasulullah… bahkan sunnahmu lah yang amat kami cari." Beliau
bersabda: "Sesungguhnya aku tidur, aku juga shalat, aku berpuasa dan juga
berbuka, aku juga menikahi wanita. Bertakwalah kepada Allah wahai Utsman,
sesungguhnya keluargamu mempunyai hak atas dirimu, dan tamumu mempunyai hak
atas dirimu, dan kamu pun memiliki hak atas dirimu sendiri, oleh karena itu
berpuasa dan berbukalah, kerjakanlah shalat dan tidurlah."
Mengingat bahwa
melaksanakan pernikahan dalam bulan syawwal merupakan sunnah Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam, maka seyogyanyalah orang-orang yang merencakan
pernikahan memilih waktu penyelenggaraannya di dalam bulan syawwal untuk
mencontoh perbuatan Rasullullah shallallhu’alahi wa sallam yang menikahi
Aisyah.
P e n u t u p
Meskipun peradaban
dunia sudah sedemikian maju dan modern, tetapi ternyata masih ada sebagian dari
masyarakat muslim di negeri ini yang masih mempertahankan kepercayaan kepada
sesuatu yang mendatangkan kesialan yang diwarisi dari kepercayaan orang-orang
Arab jahiliyah diantaranya anggapan sial untuk melakukan pernikahan di dalam
bulan Syawwal.
Para ulama menegaskan
bahwa anggapan adanya kesialan terhadap sesuatu termasuk menganggap sialnya bulan
Syawwal merupakan perbuatan bid’ah yang tidak ada dasarnya, bahkan sebagian
ulama menyebutkan syiriknya keyakinan adanya kesialan’
Melakukan pernikahan
dalam bulan Syawwal bahkan sebenarnya merupakan sunnah dari Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam, karena beliau menikah dan bergaul dengan isteri
beliau Aisyah dilakukan bulan Syawwal.
Seyogyanya sebagai
umat Islam yang mencintai Rasullullah shallalalhu’alahi wa sallam diperintahkan
untuk mengikuti sunnah-sunah beliau yang tidak terhitung banyaknya, antara lain
melakukan pernikahan di bulan Syawwal, bukan sebaliknya menghindari menikah
dibulan Syawwal karena beranggapan adanya kesialan di bulan tersebut.( Wallaahu’alam
)
Sumber :
1.Al-Qur’an dan Terjemahan,www.salafi-db.com
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, www.lidwapusaka.com
3.Artikel www.KonsultasiSyariah.com
3.Artikel www.KonsultasiSyariah.com
4.Artikel www.darussalaf.or.id.
5.Artikelwww.abiubaidah.com
6.Artikel www.asysyariah.com
7.Artikel www. Muslim.Or.Id
Selesai disusun, Sabtu 14
Syawwal 1433 H / 1 September 2012
( Musni Japrie )