P e n d a h u l u a n
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.( QS. Adz-Dzaariya )
Sebulan penuh kita kaum muslimin telah
melakukan puasa wajib ramadhan dengan dibarengi sekaligus dengan melakukan
berbagai ragam ibadah sesuai dengan yang disyari’atkan oleh al-Qur’an dan
as-Sunnah, meliputi berbagai ibadah sunnah
seperti qiyamul ramadhan ( shalat malam di bulan ramadhan), tadharus ( membaca
) al-Qur’an, mem perbanyak bersedeqah disamping sedeqah wajib berupa membayar
zakat fithri.
Betapa bangganya kita melihat masjid,
langgar dan surau yang penuh sesak oleh jamaah shalat sunnah tarawih, hal ini menggambarkan antuasisme dari masyarakat muslim baik
laki-laki ataupun perempuan, baik yang remaja maupun anak-anak dengan sepenuh
hati melakukan perintah agamanya. Berlomba-lomba untuk memperoleh kebaikan dan
kebaraqahan.
Diberbagai tempat masjid, surau dan
langgar yang biasanya kosong melompong dari jama’ah shalat fardhu, di bulan
ramadhan shaf-shaf banyak terisi, lagi-lagi pada shalat fardhu subuh. Dan
tentunya dihari jum’at masjid juga penuh
sesak oleh jama’ah, kondisi seperti ini berbeda jauh dengan hari jum’at
diluar bulan ramadhan.
Umat islam di dalam bulan ramadhan
bagaikan mendapatkan tarikan magnit untuk serentak melaksanakan berbagai ibadah
baik yang fardhu maupun sunnah, hal ini dikarenakan janji bonus pahala dari
Allah subhanahu wa ta’ala.
Namun apa yang terjadi setelah
berakhirnya ramadhan dan memasuki syawal
kondisi langsung berubah total, semangat melakukan ibadah seperti shalat
berjamaah dimasjid, surau dan langgar yang begitu tinggi menurun secara
drastis. Masjid, langgar dan surau yang biasanya banyak dikunjungi untuk shalat
berjama’ah menjadi sepi kehilangan orang-orang, baik di waktu maghrib, isya
apalagi subuh.
Gairah beribadah kebanyakan orang
menurun seiring dengan berakhirnya ramadhan . Padahal seharusnya ramadhan
sebagai bulan yang mengandung banyak keutamaan dan kebarakahan menjadi pemicu
untuk melakukan ibadah di bulan bulan diluar ramadhan.
Kewajiban
Beribadah Itu Seharusnya Secara berkelanjutan (
Terus Menerus ) Tanpa Henti
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ
لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ
وَإِنْ قَلَّ
“Bebanilah diri kalian dengan amal sesuai dengan
kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan.
(Ketahuilah bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang
kontinu (ajeg) walaupun sedikit.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu
Khuzaimah. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 1228 mengatakan hadits ini
shohih)
Ibadah bukanlah hanya di bulan Ramadhan saja, tetapi
tetaplah rajin melakukannya tanpa henti selagi umur masih dikandung badan.
Ulama salaf pernah ditanya tentang sebagian orang yang rajin beribadah di bulan
Ramadhan, namun jika bulan suci itu berlalu mereka pun meninggalkan
ibadah-ibadah tersebut. Dia pun menjawab,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ
فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
“Alangkah buruknya tingkah mereka; mereka tidak
mengenal Allah melainkan hanya di bulan Ramadhan!” (Lihat Latho’if Ma’arif,
244)
Beribadah secara kontinyu sesuai dengan yang
disyari’atkan merupakan penunaian kewajiban dalam upaya kita mendekatkan diri
kepada Allah sekaligus sebagai pengenalan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengingatmu di waktu
sempit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَعَرَّفْ إِلَي اللهِ فِى الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِى الشِّدَّةِ
“Kenalilah
Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalimu ketika susah.”
(HR. Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir
mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Amal seorang mukmin seharusnya barulah berakhir
ketika ajal datang menjemput. Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,
”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan
seorang mukmin selain kematiannya.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang
diyakini (ajal). ( QS. AlHijr : 99 )
Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan
bahwa maksud ”al yaqin” dalam ayat tersebut adalah kematian. Kematian disebut
al yaqin karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi.
Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah
sembahlah Allah selamanya. Ulama lainnya mengatakan, “Sembahlah Allah bukan pada waktu tertentu
saja”. Jika memang maksudnya adalah demikian tentu orang yang melakukan ibadah
sekali saja, maka ia sudah disebut orang yang taat. Namun Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sembahlah Allah sampai datang ajal”. Ini menunjukkan bahwa
ibadah itu diperintahkan selamanya sepanjang hayat
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Dari ayat ini
menunjukkan bahwa ibadah seperti shalat dan semacamnya wajib dilakukan selamanya
selama akalnya masih ada. Ia melakukannya sesuai dengan kondisi yang ia mampu.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.( QS. Adz-Dzaariya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan
kita beribadah bukan hanya sesaat, bukan hanya musiman, bukan hanya di bulan
Ramadhan. Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا
وَإِنْ قَلَّ
”Amalan
yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu
sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras
untuk merutinkannya.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Yang dimaksud
dengan hadits tersebut adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan
dan berusaha melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang
paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu
sedikit.”
Beliau pun menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah amalan yang terus menerus dilakukan
(kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu
saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat
’Abdullah bin ’Umar.” Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat
malam.
Al Hasan Al Bashri
berkata : ”Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam
beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal
selain kematiannya.”
Beliau rahimahullah juga mengatakan, ”Jika syaithan
melihatmu kontinu dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu.
Namun jika syaithan melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah
itu, malah melakukannya sesekali saja, maka syaithan pun akan semakin tamak
untuk menggodamu
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang
lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin
dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy
yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan
Sya’ban saja. Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (sepanjang tahun dan
jangan hanya di bulan Ramadhan saja.
1.Melanggengkan Ibadah Wajib Harian
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia di
muka bumi ini tiada lain hanya untuk mengabdi kepada Sang Khalik sebagaima yang difirmankannya :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.( QS. Adz-Dzaariya ).
Pengabdian manusia kepada Allah subhanahu diwujudkan
dengan keta’atan dengan melakukan berbagai ibadah terutama yang bersifat fardhu
berupa sholat 5 waktu setiap hari.
Shalat lima waktu sudah kita ketahui bersama
merupakan bagian dari rukun Islam. Artinya shalat tersebut adalah suatu yang
tidak disangsikan lagi wajibnya. Sehingga ancaman orang yang meninggalkannya
pun begitu keras. Lihat saja dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berikut,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ
تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian
antara kami (muslim) dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa
meninggalkannya maka dia kafir.”[ HR. An Nasai no. 463, At Tirmidzi no.
2621, Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5/346. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih. ]
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ‘Umar bin
Khattab rahimahullah pernah mengatakan di akhir-akhir hidupnya,
لاَ إِسْلاَمَ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidaklah
disebut muslim orang yang meninggalkan shalat.” (Ash Sholah wa Hukmu
Tarikiha, Ibnul Qayyim, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1426 H, hal. 41.)
Meninggalkan satu shalat saja bukan dosa yang
sepele. Diterangkan oleh para ulama bahwa meninggalkan satu shalat saja itu
lebih besar dosanya dari dosa zina. Kita dapat melihat pada perkataan Ibnul
Qayyim, “Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa
meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar
yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta
orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya
akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia
dan akhirat.”[ Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir,
hal. 7.]
Dari sini, sudah merupakan keharusan seorang muslim
tetap menjaga shalat lima waktu setiap hari tanpa udzur yang syar’i
Jika shalat lima waktu ini bisa terus dijaga,
jaminannya adalah surga. Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ افْتَرَضْتُ عَلَى أُمَّتِكَ
خَمْسَ صَلَوَاتٍ وَعَهِدْتُ عِنْدِى عَهْدًا أَنَّهُ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهِنَّ لِوَقْتِهِنَّ
أَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ فَلاَ عَهْدَ لَهُ عِنْدِى
“Allah
‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku wajibkan bagi umatmu shalat lima waktu. Aku
berjanji pada diriku bahwa barangsiapa yang menjaganya pada waktunya, Aku akan
memasukkannya ke dalam surga. Adapun orang yang tidak menjaganya, maka aku
tidak memiliki janji padanya’.”[ HR. Ibnu Majah no.
1403. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. ]
2.Melakukan Shalat Berjama’ah di Masjid/Langgar/Surau
Meskipun shalat fardhu 5 waktu oleh syari’at
diperboleh untuk dilakukan dirumah,
namun bagi pria, tentu saja ia lebih afdhal melaksanakan shalat jama’ah di
masjid. Bahkan menurut pendapat terkuat hukum shalat jama’ah itu wajib. Di
antara dalil yang menunjukkan bahwa shalat jama’ah itu wajib adalah sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ
بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً
فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ
”Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, ingin
kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian
aku perintahkan mereka untuk menegakkan shalat yang telah dikumandangkan
adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku
menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama'ah, kemudian aku bakar
rumah-rumah mereka”.[HR. Bukhari no. 644 dan Muslim no. 651, dari Abu
Hurairah ]
Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan,
وَأَمَّا الجَمَاعَةُ فَلاَ اُرَخِّصُ فِي تَرْكِهَا إِلاَّ
مِنْ عُذْرٍ
“Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi
keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.”[
Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 107]
Selain itu shalat berjama’ah jauh lebih utama dari
shalat yang dilakukan sendirian.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَة أفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ
وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat jama’ah lebih utama dari shalat
sendirian sebanyak 27 derajat.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya)
Sedangkan untuk wanita lebih utama baginya shalat
lima waktu di rumah. Bahkan pahala ia shalat di rumah bisa jadi lebih besar
daripada ia ke masjid. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits
dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ
“Sebaik-baik
masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.”[ HR. Ahmad
6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan
berbagai penguatnya]
2. Melazimkan Berbagai Ibadah Sunnah
a.Melakukan Shalat Sunnah Rawatib
Shalat sunnah
Rawâtib ini didefinisikan dengan shalat yang terus dilakukan secara kontinyu
mendampingi shalat fardhu. Demikian Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin
memberikan definisinya, sehingga berkaitan dengan faidah shalat sunnah Rawatib
ini, beliau memberikan penjelasan: "Faidah Rawatib ini, ialah menutupi
(melengkapi) kekurangan yang terdapat pada shalat fardhu
Sedangkan Syaikh 'Abdullah al-Basâm mengatakan dalam
Ta-udhihul-Ahkam (2/383-384) bahwa shalat sunnah Rawâtib memiliki manfaat yang
agung dan keuntungan yang besar. Yaitu berupa tambahan kebaikan, menghapus
kejelekan, meninggikan derajat, menutupi kekurangan dalam shalat fardhu.
Sehingga Syaikh al-Basâm mengingatkan, menjadi keharusan bagi kita untuk
memperhatikan dan menjaga kesinambungannya
Para ulama sangat memperhatikan shalat sunnah
Rawâtib ini. Yang dimaksud dengan shalat sunnah Rawâtib, yaitu shalat-shalat
yang dilakukan Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam atau dianjurkan bersama
shalat wajib, baik sebelum maupun sesudahnya. Ada yang mendefinisikannya dengan
shalat sunnah yang ikut shalat wajib,Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin
mengatakan, yaitu shalat yang terus dilakukan secara kontinyu yang mendampingi
shalat fardhu
Bagaimanakah kedudukan shalat sunnah Rawâtib ini,
sehingga para ulama sangat memperhatikannya?
Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
سنن ابن ماجه ١٤١٥: حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ
سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ حَكِيمٍ الضَّبِّيِّ
قَالَ
قَالَ لِي أَبُو هُرَيْرَةَ إِذَا أَتَيْتَ أَهْلَ مِصْرِكَ
فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ فَإِنْ أَتَمَّهَا وَإِلَّا قِيلَ انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ
تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ أُكْمِلَتْ الْفَرِيضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ
يُفْعَلُ بِسَائِرِ الْأَعْمَالِ الْمَفْرُوضَةِ مِثْلُ ذَلِكَ
Sunan Ibnu Majah 1415: Anas bin Hakim Adl Dlabbi berkata; Abu Hurairah berkata kepadaku,
"Jika engkau datang kepada warga kampungmu maka kabarkanlah kepada mereka
bahwa aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Pertama kali yang akan dihitung atas seorang muslim pada hari kiamat
adalah shalat wajibnya, jika ia menyempurnakannya (akan diterima), jika tidak
menyempurnakannya maka akan dikatakan, "Lihatlah, apakah ia mempunyai
ibadah thathawu'(sunnah)? jika ia mempunyai ibadah thathawu' maka
sempurnakanlah ibadah wajib dengan ibadah tathawu'nya, " kemudian semua amalan
wajib akan dilakukan seperti itu. "
Dari hadits tersebut, menjadi jelaslah betapa shalat
sunnah Rawâtib memiliki peran penting, yakni untuk menutupi kekurang sempurnaan
yang melanda shalat wajib seseorang. Terlebih lagi harus diakui sangat sulit
mendapatkan kesempurnaan tersebut, sehingga Rasulullah shollallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
سنن أبي داوود ٦٧٥: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
عَنْ بَكْرٍ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَنَمَةَ الْمُزَنِيِّ عَنْ عَمَّارِ
بْنِ يَاسِرٍ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا
ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا
Sunan Abu Daud 675: dari 'Ammar bin Yasir dia berkata; saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya ada seseorang yang
benar-benar mengerjakan shalat, namun pahala shalat yang tercatat baginya
hanyalah sepersepuluh (dari) shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, sepetujuh,
seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan seperduanya saja."
Shalat sunnah rawatib memiliki keutamaan, sehingga
seyogyanya setiap muslim tidak
meninggalnya. Lakukannya shalat sunnah rawatib ini baik sebelum melakukan
shalat fardhu maupun sesudahnya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasullullah
shallallahu’alaihi wa sallam.
Ada beberapa hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam yang menjelaskan keutamaan shalat sunnah Rawâtib secara umum, dan ada
juga yang khusus pada satu shalat sunnah Rawatib tertentu, seperti keutamaan
shalat sunnah sebelum Subuh.
Di antara hadits yang menunjukkan keutamaan shalat
sunah Rawâtib secara umum, ialah hadits Ummu Habîbah, yang berbunyi.
"Tidaklah
seorang muslim shalat karena Allah setiap hari dua belas raka'at shalat sunnah,
bukan wajib, kecuali akan Allah membangun untuknya sebuah rumah di surga”
Jumlah raka'at ini ditafsirkan dalam riwayat
at-Tirmidzi dan an-Nasâ-i, dari hadits Ummu Habibah sendiri, yang berbunyi.
“Ummu Habibah berkata,"Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda :'Barang siapa yang
shalat dua belas raka'at maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di
surga; empat raka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at setelahnya, dua raka'at
setelah Maghrib, dua raka'at sesudah 'Isya`, dan dua raka'at sebelum shalat
Subuh."
Dalam riwayat lain dengan lafazh :
“Barang
siapa yang terus-menerus melakukan shalat dua belas raka'at, maka Allah
membangunkan baginya sebuah rumah di surga” [HR An-Nasâ-i
Riwayat ini menunjukkan sunnahnya membiasakan dan
secara rutin agar kita mengerjakan shalat dua belas raka'at tersebut setiap
hari. Sehingga, siapapun yang membiasakan diri melakukan sunnah-sunnah Rawâtib
ini, ia termasuk dalam keutamaan tersebut. Dan ini dikuatkan dengan perbuatan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam , sebagaimana tersebut dalam hadits Ibnu 'Umar
berikut ini.
صحيح البخاري ٨٨٥: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ
قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ وَبَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ وَبَعْدَ الْمَغْرِبِ
رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ وَبَعْدَ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ وَكَانَ لَا يُصَلِّي
بَعْدَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ
Shahih Bukhari 885: dari 'Abdullah bin 'Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
biasa melaksanakan dua rakaat sebelum zhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua
rakaat setelah Maghrib di rumahnya, dan dua rakaat sesudah Isya. Dan beliau
tidak mengerjakan shalat setelah Jum'at hingga beliau pulang, lalu shalat dua
rakaat."
Dalam rangka lebih menyempurnakan shalat fardhu,
setiap muslim diperintahkan pula untuk melakukan shalat sunnah rawatib, yaitu
shalat sunnah yang pelaksanaannya berkaitan dengan shalat fardhu.shalat sunnah
Rawatib yang berjumlah dua belas raka’at, yaitu empat raka’at sebelum shalat
Zhuhur dan dua raka’at sesudahnya, dua raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at
sesudah Isya’ dan dua raka’at sebelum Subuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ
ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلَّا بَنَى اللَّهُ لَهُ
بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
”Seorang
hamba yang senantiasa mengerjakan shalat karena Allah pada setiap harinya
sebanyak dua belas raka’at dalam bentuk shalat sunnah dan bukan termasuk shalat
wajib, maka niscaya Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di dalam
surga.” (HR. Muslim nomor 728).
b.Shalat malam ( Tahajud )
Inilah penyakit yang diderita oleh kaum muslimin
setelah Ramadhan. Ketika Ramadhan masjid
terlihat penuh pada saat qiyamul lail (shalat tarawih). Namun coba kita
saksikan setelah Ramadhan, amalan shalat malam ini seakan-akan hilang begitu
saja. Orang-orang lebih senang tidur nyenyak di malam hari hingga shubuh atau
pagi tiba, dibanding bangun untuk mengambil air wudhu dan mengerjakan shalat
malam. Seolah-olah amalan shalat malam ini hanya ada pada bulan Ramadhan saja
yaitu ketika melaksanakan shalat tarawih. Seharusnya jika dia betul-betul menjalankan
ibadah shalat tarawih dengan baik pasti akan membuahkan kebaikan selanjutnya.
Sebagian salaf mengatakan,
إِنَّ مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةَ بَعْدَهَا، وَإِنَّ
مِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ بَعْدَهَا
“Sesungguhnya di antara balasan amalan kebaikan
adalah kebaikan selanjutnya. Dan di antara balasan dari amalan kejelekan adalah
kejelekan selanjutnya.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir pada
tafsir surat Al Lail)
Namun, ibadah shalat malam ini mungkin hanya ibadah
musiman saja yaitu dilaksanakan hanya di bulan Ramadhan. Padahal keutamaan
shalat malam ini amatlah banyak, di antaranya:
1]
Shalat malam adalah sebaik-baik shalat setelah shalat wajib.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ
الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah
puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib
adalah shalat malam.” (HR. Muslim no. 1163)
[2] Orang yang melakukan shalat malam dijamin
masuk surga dan selamat dari adzab neraka.
Dari Abdullah
bin Salam radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ! أَفْشُوا اَلسَّلَام, وَصِلُوا
اَلْأَرْحَامَ, وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ, وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ,
تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai manusia! Sebarkanlah salam, jalinlah tali
silturahmi (dengan kerabat), berilah makan (kepada istri dan kepada orang
miskin), shalatlah di waktu malam sedangkan manusia yang lain sedang tidur,
tentu kalian akan masuk ke dalam surga dengan penuh keselamatan.” (HR. Tirmidzi
no. 2485 dan Ibnu Majah no. 1334. Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash
Shohihah no. 569 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
[3]
Orang yang melakukan shalat malam akan dicatat sebagai orang yang berdzikir
kepada Allah
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah
shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ
امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا
وَالذَّاكِرَاتِ
“Apabila seseorang bangun di waktu malam, lalu dia
membangunkan istrinya, kemudian keduanya mengerjakan shalat dua raka’at, maka
keduanya akan dicatat sebagai pria dan wanita yang banyak berdzikir pada
Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 1335. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Shohih wa
Dho’if Sunan Ibnu Majah bahwa hadits ini shohih). Hadits ini menunjukkan bahwa
suami istri dianjurkan untuk shalat malam berjama’ah.
[4]
Orang yang bangun di malam hari kemudian berwudhu dan melakukan shalat malam,
dia akan bersemangat di pagi harinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَقِدَ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ
إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ
فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ تَوَضَّأَ
انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ
النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ
“Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian
belakang) salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan
mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika dia bangun lalu berdzikir
pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu
ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi
hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia
tidak ceria dan menjadi malas.” (HR. Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776)
Sangat disayangkan sekali, sebagian orang lebih
memilih tidur pulas di malam hari daripada bangun shalat malam. Inilah
orang-orang yang mendapat celaan yaitu akan dikencingi setan sebagaimana
disebutkan dalam hadits berikut ini.
Dari Abu Wa’il, dari Abdullah, beliau berkata, “Ada
yang mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa terdapat
seseorang yang tidur malam hingga shubuh (maksudnya tidak bangun malam, pen).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan,
« ذَلِكَ الشَّيْطَانُ بَالَ فِى أُذُنَيْهِ ».
“Demikianlah setan telah mengincingi kedua
telinganya.” (HR. An Nasa’i no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1330. Syaikh Al Albani
dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 640 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Hendaklah kita merutinkan amalan shalat malam ini di
luar ramadhan sebagaimana kita rajin mengerjakannya di bulan Ramadhan. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang dulu gemar shalat malam, namun
kemudian dia meninggalkannya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
« يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ
يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ »
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan.
Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak
mengerjakannya lagi.” (HR. Bukhari no. 1152)
Sebaik-baik orang adalah yang mau mengerjakan shalat
malam jika tidak berhalangan karena kecapekan atau ingin mengulang pelajaran
sebagaimana Abu Hurairah.
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ ، لَوْ كَانَ يُصَلِّى
مِنَ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar,
seandainya dia biasa mengerjakan shalat malam.” (HR. Bukhari no. 1122 dan
Muslim no. 2479)
Padahal shalat malam itu mudah dikerjakan, bisa
dengan hanya mengerjakan shalat tahajud 2 raka’at dan ditutup witir 1 raka’at,
namun sebagian orang enggan mengerjakan shalat yang utama ini.
Amalan yang kontinyu Amalan yang Paling Dicintai
Kalau memang kita gemar melakukan shalat malam atau
amalan sunnah yang lainnya, maka hendaklah amalan-amalan tersebut tetap dijaga.
Kalau biasa mengerjakan shalat malam 3 raka’at dan dilakukan terus menerus
(walaupun jumlah raka’at yang dikerjakan sedikit), maka itu masih lebih baik
daripada tidak shalat malam sama sekali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ
لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ
وَإِنْ قَلَّ
“Bebanilah
diri kalian dengan amal sesuai dengan kemampuan kalian. Karena Allah tidaklah
bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah bahwa) amalan yang paling
dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu (ajeg) walaupun sedikit.”
(HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani dalam
Shohihul Jami’ no. 1228 mengatakan hadits ini shohih)
Ingatlah bahwa rajin ibadah bukanlah hanya di bulan
Ramadhan saja. Ulama salaf pernah ditanya tentang sebagian orang yang rajin
beribadah di bulan Ramadhan, namun jika bulan suci itu berlalu mereka pun
meninggalkan ibadah-ibadah tersebut. Dia pun menjawab,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ
فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
“Alangkah
buruknya tingkah mereka; mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di bulan
Ramadhan!” (Lihat Latho’if Ma’arif, 244)
Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan
mengingatmu di waktu sempit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَعَرَّفْ إِلَي اللهِ فِى الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِى الشِّدَّةِ
“Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya
Allah akan mengenalimu ketika susah.” (HR. Hakim. Syaikh Al Albani dalam
Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir mengatakan bahwa hadits ini shohih
c. Melakukan shalat dhuha
Keutamaan
Shalat Dhuha
Mengenai keutamaan shalat Dhuha, telah diriwayatkan
beberapa hadits yang diantaranya dapat saya sebutkan sebagai berikut :
صحيح مسلم ١١٨١: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ حَدَّثَنَا مَهْدِيٌّ وَهُوَ ابْنُ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا
وَاصِلٌ مَوْلَى أَبِي عُيَيْنَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عُقَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ
عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ
صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ
صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ
مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Shahih Muslim 1181: dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda: "Setiap pagi dari persendian masing-masing kalian ada
sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan
setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma'ruf nahyi
mungkar sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat dhuha."
Hadits Abud Darda dan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhuma,
dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Allah Yang Mahaperkasa lagi
Mahamulia, dimana Dia berfirman.
“Wahai anak
Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku mencukupimu di
akhir siang” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita,
dia berkata :”Tidak ada yang memelihara shalat Dhuha kecuali orang-orang yang
kembali kepada Allah (Awwaab)”. Dan dia mengatakan, “Dan ia merupakan shalatnya
orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaabin)”. Diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan Al-Hakim. [4]
Abu Hurairah berkata :
صحيح البخاري ١١٠٧: حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ
أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ الْجُرَيْرِيُّ هُوَ ابْنُ فَرُّوخَ عَنْ
أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لَا أَدَعُهُنَّ حَتَّى
أَمُوتَ صَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ
عَلَى وِتْرٍ
Shahih Bukhari 1107: dari Abu Hurairah radliallahu
'anhu berkata: "Kekasihku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) telah
berwasiat kepadaku dengan tiga perkara yang tidak akan pernah aku tinggalkan
hingga aku meninggal dunia, yaitu shaum tiga hari pada setiap bulan, shalat
Dhuha dan tidur dengan shalat witir terlebih dahulu".
Waktu
Shalat Dhuha
Waktu shalat Dhuha dimulai sejak terbit matahari
sampai zawal (condong). Dan waktu terbaik untuk mengerjakan shalat Dhuha adalah
pada saat matahari terik.\
Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai
berikut.
صحيح البخاري ١١٠١: حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا
سَيْفُ بْنُ سُلَيْمَانَ سَمِعْتُ مُجَاهِدًا يَقُولُ
أُتِيَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي مَنْزِلِهِ
فَقِيلَ لَهُ هَذَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ دَخَلَ
الْكَعْبَةَ قَالَ فَأَقْبَلْتُ فَأَجِدُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَدْ خَرَجَ وَأَجِدُ بِلَالًا عِنْدَ الْبَابِ قَائِمًا فَقُلْتُ يَا بِلَالُ
أَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْكَعْبَةِ قَالَ
نَعَمْ قُلْتُ فَأَيْنَ قَالَ بَيْنَ هَاتَيْنِ الْأُسْطُوَانَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ
فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ فِي وَجْهِ الْكَعْبَةِ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَوْصَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَكْعَتَيْ
الضُّحَى وَقَالَ عِتْبَانُ بْنُ مَالِكٍ غَدَا عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ مَا امْتَدَّ النَّهَارُ
وَصَفَفْنَا وَرَاءَهُ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ
Shahih Bukhari 1101: Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim berkata, telah menceritakan
kepada kami Sayf bin Sulaiman aku mendengar Mujahid berkata, " Ibnu'Umar
radliallahu 'anhuma ditemui di rumahnya lalu dikatakan kepadanya bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk Ka'bah" Dia berkata:
"Maka aku susul Beliau namun Beliau sudah keluar dari dalam Ka'bah dan aku
hanya mendapatkan Bilal sedang berdiri di depan pintu. Aku tanyakan kepadanya;
"Wahai Bilal, apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendirikan
shalat dalam Ka'bah?" Bilal menjawab: Iya". Aku berkata lagi;
"dimana beliau shalat?" Dia menjawab: "Diantara dua tiang,
kemudian keluar dan mendirikan shalat dua raka'at di depan Ka'bah".
Berkata Abu 'Abdullah: berkata, Abu Hurairah radliallahu 'anhu: "Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam telah mewasiatkan aku agar melaksanakan shalat
Dhuha dua raka'at". Dan berkata, 'Utban bin Malik: Aku pernah bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakar radliallahu 'anhu di waktu pagi
hari hingga siang mulai meninggi, lalu Beliau shallallahu 'alaihi
wasallam membariskan kami di belakangnya kemudian shalat dua raka'at".
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
سنن الترمذي ٤٣٧: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ السِّمْنَانِيُّ
حَدَّثَنَا أَبُو مُسْهِرٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ عَنْ بَحِيرِ بْنِ
سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ
أَوْ أَبِي ذَرٍّ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ لِي مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَكْفِكَ آخِرَهُ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Sunan Tirmidzi 437: dari Abu Darda' atau Abu Dzar dari Rasulullah Shallahu 'alaihi wa
sallam dari Allah Azza Wa Jalla, Dia berfirman: "Wahai anak Adam, ruku'lah
kamu kepadaku dipermulaan siang sebanyak empat raka'at, niscaya Aku akan
memenuhi kebutuhanmu di akhir siang." Abu Isa berkata, ini adalah
hadits hasan gharib.
Sedangkan waktu utamanya telah ditunjukkan oleh apa
yang diriwayatkan dari Zaid bin Arqam, bahwasanya dia pernah melihat suatu kaum
yang mengerjakan shalat Dhuha. Lalu dia berkata “Tidaklah mereka mengetahui
bahwa shalat selain pada saat ini adalah lebih baik, karena sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
صحيح مسلم ١٢٣٧: و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ
نُمَيْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ
الْقَاسِمِ الشَّيْبَانِيِّ
أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنْ
الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلَاةَ فِي غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ
أَفْضَلُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ
حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
Shahih Muslim 1237: dari Ayyub dari Al Qasim Asy Syaibani bahwa Zaid bin Arqam pernah
melihat suatu kaum yang tengah mengerjakan shalat dluha, lalu dia berkata;
"Tidakkah mereka tahu bahwa shalat diluar waktu ini lebih utama? sebab
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat awwabin (orang
yang bertaubat) dikerjakan ketika anak unta mulai beranjak karena
kepanasan."
Jumlah
Rakaat Shalat Dhuha Dan Sifatnya
Disyariatkan kepada orang muslim untuk mengerjakan
shalat Dhuha dengan dua, empat, enam, delapan atau dua belas rakaat.
Jika mau, dia boleh mengerjakannya dua rakaat dua
rakaat.
Adapun shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat telah
ditunjukkan oleh hadits Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
صحيح مسلم ١١٨١: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ
بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ حَدَّثَنَا مَهْدِيٌّ وَهُوَ ابْنُ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا
وَاصِلٌ مَوْلَى أَبِي عُيَيْنَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عُقَيْلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ
عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ الدُّؤَلِيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ
صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ
صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ
مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
Shahih Muslim 1181: dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau
bersabda: "Setiap pagi dari persendian masing-masing kalian ada
sedekahnya, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, dan
setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap amar ma'ruf nahyi
mungkar sedekah, dan semuanya itu tercukupi dengan dua rakaat dhuha."
Sedangkan shalat Dhuha yang dikerjakan empat rakaat,
telah ditunjukkan oleh Abu Darda dan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhuma, dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Allah yang Mahaperkasa lagi
Mahamulia, dimana Dia berfirman
:”Wahai
anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku akan
mencukupimu di akhir siang” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Sedangkan
shalat Dhuha yang dikerjakan enam rakaat, ditunjukkan oleh hadits Anas bin
Malik Radhiyallahu ‘anhu :
“Bahwa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat Dhuha enam rakaat”
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam kitab Asy-Syamaa-il.
Dan shalat Dhuha yang dikerjakan delapan rakaat
ditunjukkan oleh hadits Ummu Hani, di mana dia bercerita :
صحيح البخاري ١٠٣٩: حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ قَالَ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ ابْنِ أَبِي لَيْلَى قَالَ
مَا أَخْبَرَنَا أَحَدٌ أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الضُّحَى غَيْرُ أُمِّ هَانِئٍ ذَكَرَتْ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ اغْتَسَلَ فِي بَيْتِهَا
فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ فَمَا رَأَيْتُهُ صَلَّى صَلَاةً أَخَفَّ مِنْهَا غَيْرَ
أَنَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ
وَقَالَ اللَّيْثُ حَدَّثَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ
أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى السُّبْحَةَ بِاللَّيْلِ
فِي السَّفَرِ عَلَى ظَهْرِ رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ
”Pada
masa pembebasan kota Makkah, dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika beliau berada di atas tempat tinggi di Makkah. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam beranjak menuju tempat mandinya, lalu Fathimah
memasang tabir untuk beliau. Selanjutnya, Fatimah mengambilkan kain beliau dan
menyelimutkannya kepada beliau. Setelah itu, beliau mengerjakan shalat Dhuha
delapan rakaat”
Diriwayatkan pula sebuah hadits :
صحيح مسلم ١١٧٥: حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي الرِّشْكَ حَدَّثَتْنِي مُعَاذَةُ أَنَّهَا
سَأَلَتْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُصَلِّي صَلَاةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ
قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ يَزِيدَ بِهَذَا
الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ وَقَالَ يَزِيدُ مَا شَاءَ اللَّهُ
Shahih Muslim 1175: Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farukh telah menceritakan
kepada kami Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Yazid yaitu Yazid Ar
Risyk telah menceritakan kepadaku Ma'adzah, ia pernah bertanya kepada 'Aisyah
Radhiyallahu'anha; "Berapa raka'atkah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melakukan shalat (sunnah) dhuha?" Aisyah menjawab; "Empat
raka'at, namun terkadang beliau menambah sekehendaknya." Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyar, keduanya
berkata; telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Yazid dengan sanad seperti ini, Yazid mengatakan;
"Sekehendak Allah." (bukan sekehehdaknya -pent).
Shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat dua rakaat,
telah ditunjukkan oleh keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
:”Shalat malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat”
Dan seorang muslim boleh mengerjakan shalat Dhuha
empat rakaat secara bersambungan, sebagaimana layaknya shalat wajib empat
rakaat. Hal itu ditunjukkan oleh kemutlakan lafazh hadits-hadits mengenai hal
tersebut yang telah disampaikan sebelumnya, seperti sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam :”Ruku’lah untuk-Ku dari permulaan siang empat rakaat”. Dan
juga seperti sabda beliau :”Barangsiapa mengerjakan shalat (Dhuha) empat rakaat
maka dia ditetapkan termasuk golongan ahli ibadah
d.Melakukan Puasa Sunnah secara rutin
Para ulama menyebutkan bahwa puasa sunnah merupakan
upaya penyempurnaan puasa wajib. Jika ada kekurangan pada puasa
wajib kita di bulan Ramadhan, maka
kekurangan tersebut bisa ditutupi dengan amalan puasa sunnah. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ
تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا
هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى
فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada
manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada
malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku.
Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan
dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit
kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan
sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah
kekurangan yang ada pada amalan wajib
dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti
ini.”[ HR. Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih.)
Hadits ini
menunjukkan bahwa amalan sunnah (seperti
puasa sunnah) bisa menyempurnakan kekurangan yang ada pada puasa wajib
sebagaimana halnya shalat sunnah sebagai penyempurn shalat fardhu. Oleh karena
itu, jika kita merasa ada kekurangan dalam amalan wajib, maka perbanyaklah
amalan sunnah.
Di antara amalan puasa yang bisa dilakukan selepas
ramadhan adalah puasa enam hari di bulan Syawwal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ
كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa
yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia
seperti berpuasa setahun penuh.”[ HR. Muslim no. 1164)
Selain itu, puasa yang bisa dirutinkan adalah puasa
Senin-Kamis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ
.”[ HR. Tirmidzi no. 747. Shahih dilihat dari jalur
lainnya ]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَتَحَرَّى
صِيَامَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari senin
dan kamis (] HR. An Nasai no. 2360 dan Ibnu Majah no. 1739.
Shahih)
Minimal setiap bulannya, ada puasa sebanyak tiga
hari. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى
أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ
عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku
(yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mewasiatkan padaku tiga
nasehat yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati: [1] berpuasa tiga hari
setiap bulannya, [2] mengerjakan shalat Dhuha, [3] mengerjakan shalat witir
sebelum tidur.”[ HR. Bukhari no. 1178 ]
Mu’adzah bertanya pada ‘Aisyah,
أَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ
ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَتْ نَعَمْ. قُلْتُ مِنْ أَيِّهِ كَانَ يَصُومُ
قَالَتْ كَانَ لاَ يُبَالِى مِنْ أَيِّهِ صَامَ. قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ
“Apakah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa tiga hari setiap bulannya?”
‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah lalu bertanya, “Pada hari apa beliau
melakukan puasa tersebut?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa
beliau puasa (artinya semau beliau).”[ HR. Tirmidzi no. 763
dan Ibnu Majah no. 1709.Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih ]
Namun, hari yang utama untuk berpuasa adalah pada
hari ke-13, 14, dan 15 dari bulan Hijriyah yang dikenal dengan ayyamul biid.[
Hari ini disebut dengan ayyamul biid (biid = putih, ayyamul = hari) karena pada
malam ke-13, 14, dan 15 malam itu bersinar putih dikarenakan bulan purnama yang
muncul pada saat itu.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau
berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَا يُفْطِرُ أَيَّامَ الْبِيضِ فِي حَضَرٍ وَلَا سَفَرٍ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada ayyamul biidh ketika tidak
bepergian maupun ketika bersafar.”[ HR. An Nasai no. 2345. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan ]
Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda padanya,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا صُمْتَ مِنَ الشَّهْرِ ثَلاَثَةَ
أَيَّامٍ فَصُمْ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ
“Jika
engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal
13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriyah).” (HR. Tirmidzi no. 761
dan An Nasai no. 2424. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
d. Melazimkan Tadharus ( Membaca) Al-Qur’an
Sebagian orang malas membaca Al Quran padahal di
dalamnya terdapat petunjuk untuk hidup di dunia.
Sebagian orang merasa tidak punya waktu untuk
membaca Al Quran padahal di dalamnya terdapat pahala yang besar.
Sebagian orang merasa tidak sanggup belajar Al Quran
karena sulit katanya, padahal membacanya sangat mudah dan sangat mendatangkan
kebaikan. Akan hal itu perhatikan hal-hal berikut:
Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
صحيح البخاري ٥٠٠٧: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا أَبُو
عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْأُتْرُجَّةِ رِيحُهَا
طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ
كَمَثَلِ التَّمْرَةِ لَا رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي
يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ
الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ لَيْسَ لَهَا
رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
Shahih Bukhari 5007: dari Qatadah dari Anas dari Abu
Musa Al Asy'ari ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: 'Perumpamaan seorang Mukmin yang suka membaca Al Qur'an seperti buah
Utrujah, baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan seorang Mukmin yang tidak
suka membaca Al Qur'an seperti buah kurma, tidak berbau namun rasanya manis.
Perumpamaan seorang Munafik yang suka membaca Al Qur'an seperti buah raihanah,
baunya harum tapi rasanya pahit. Dan Perumpamaan seorang Munafik yang tidak
suka membaca Al Qur'an seperti buah hanzhalah, tidak berbau dan rasanya pahit.'
Membaca Al Quran adalah perdagangan yang tidak
pernah merugi
{الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ
وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ
تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ
شَكُورٌ (30)}
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu
membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki
yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” QS.
Fathir: 29-30.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
قال قتادة رحمه
الله: كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء.
Artinya: “Berkata Qatadah (w: 118H) rahimahullah:
“Mutahrrif bin Abdullah (Tabi’ie, w: 95) jika membaca ayat ini beliau berkata:
“Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran.” Lihat kitab Tafsir Al
Quran Al Azhim.
Berkata Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah:
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها .
Artinya: “Maksudnya adalah terus menerus membacanya
dan menjadi kebiasaannya”. Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir.
Dari manakah sisi tidak meruginya perdagangan dengan
membaca Al Quran?
1) Satu
hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.
Rasullullah
shallahu’alahi wa sallam bersabda :
عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ
فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ
أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca
satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut,
satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak
mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim
satu huruf.”( HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no.
6469)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضى الله عنه قَالَ : تَعَلَّمُوا
هَذَا الْقُرْآنَ ، فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ بِتِلاَوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ
، أَمَا إِنِّى لاَ أَقُولُ بِ الم وَلَكِنْ بِأَلِفٍ وَلاَمٍ وَمِيمٍ بِكُلِّ حَرْفٍ
عَشْرُ حَسَنَاتٍ.
Artinya: “A.” (Atsar riwayat Ad Darimy dan
disebutkan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 660.)
Dan hadits ini sangat menunjukan dengan jelas, bahwa
muslim siapapun yang membaca Al Quran baik paham atau tidak paham, maka dia
akan mendapatkan ganjaran pahala sebagaimana yang dijanjikan. Dan sesungguhnya
kemuliaan Allah Ta’ala itu Maha Luas, meliputi seluruh makhluk, baik orang Arab
atau ‘Ajam (yang bukan Arab), baik yang bisa bahasa Arab atau tidak.
2) Kebaikan akan menghapuskan kesalahan.
{إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ}
Artinya: “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” QS. Hud: 114.
3) Setiap kali bertambah kwantitas bacaan bertambah
pula ganjaran pahala dari Allah.
عنْ تَمِيمٍ الدَّارِىِّ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ بِمِائَةِ آيَةٍ فِى لَيْلَةٍ كُتِبَ لَهُ
قُنُوتُ لَيْلَةٍ»
Artinya: “Tamim Ad Dary radhiyalahu ‘anhu berkata:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca 100 ayat
pada suatu malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam.” HR. Ahmad
dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6468.
4) Bacaan Al Quran akan bertambah agung dan mulia
jika terjadi di dalam shalat.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ
أَنْ يَجِدَ فِيهِ ثَلاَثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ ». قُلْنَا نَعَمْ. قَالَ « فَثَلاَثُ
آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلاَثِ خَلِفَاتٍ
عِظَامٍ سِمَانٍ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maukah
salah seorang dari kalian jika dia kembali ke rumahnya mendapati di dalamnya 3
onta yang hamil, gemuk serta besar?” kami (para shahabat) menajwab: “Iya”,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Salah seorang dari kalian
membaca tiga ayat di dalam shalat lebih baik baginya daripada mendapatkan tiga
onta yang hamil, gemuk dan besar.” (HR. Muslim.)
5.Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan
kebaikan
Rasullullah shalallahu’alahi wa sallam bersabda :
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- « الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ
وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ
».
Artinya: “Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang yang lancar
membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu
taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya
dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala”. (HR. Muslim._
6.Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at
عَنْ أَبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ
يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ...
Artinya: “Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu
berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai
pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya.”( HR. Muslim.)
Masih banyak lagi keutamaan-keutamaan yang
memotivasi seseorang untuk memperbanyak bacaan Al Quran terutama .
Salah satu ibadah paling agung adalah membaca Al
Quran, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa atshar dari para sahabat :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما : ضَمِنَ اللَّهُ لِمَنَ
اتَّبَعَ الْقُرْآنَ أَنْ لاَ يَضِلَّ فِي الدُّنْيَا ، وَلاَ يَشْقَى فِي الآخِرَةِ
، ثُمَّ تَلاَ {فَمَنَ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى}.
“Abdullah bin
Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Allah telah menjamin bagi siapa yang
mengikuti Al Quran, tidak akan sesat di dunia dan tidak akan merugi di
akhirat”, kemudian beliau membaca ayat:
{فَمَنَ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى}
“Lalu barang
siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”.
QS. Thaha: 123. Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Mushannaf Ibnu Abi
Syaibah.
عَنْ خَبَّابِ بْنِ الْأَرَتِّ رضى الله عنه أَنَّهُ قَالَ:
" تَقَرَّبْ مَا اسْتَطَعْتَ، وَاعْلَمْ أَنَّكَ لَنْ تَتَقَرَّبَ إِلَى اللهِ
بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ كَلَامِهِ ".
“Khabbab bin
Al Arat radhiyallahu ‘anhu berkata: “Beribadah kepada Allah semampumu dan
ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan pernah beribadah kepada Allah
dengan sesuatu yang lebih dicintai-Nya dibandingkan (membaca) firman-Nya.”
Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Syu’ab Al Iman, karya Al Baihaqi.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بن مسعود رضى الله عنه ، أنه قَالَ:
" مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَعْلَمَ أَنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ فَلْيَنْظُرْ،
فَإِنْ كَانَ يُحِبُّ الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ ".
“Abdullah bin
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Siapa yang ingin mengetahui bahwa dia
mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka perhatikanlah jika dia mencintai Al Quran
maka sesungguhnya dia mencintai Allah dan rasul-Nya.” Atsar shahih diriwayatkan
di dalam kitab Syu’ab Al Iman, karya Al Baihaqi.
وقال وهيب رحمه الله: "نظرنا في هذه الأحاديث والمواعظ
فلم نجد شيئًا أرق للقلوب ولا أشد استجلابًا للحزن من قراءة القرآن وتفهمه وتدبره".
“Berkata
Wuhaib rahimahullah: “Kami telah memperhatikan di dalam hadits-hadits dan
nasehat ini, maka kami tidak mendapati ada sesuatu yang paling melembutkan hati
dan mendatangkan kesedihan dibandingkan bacaan Al Quran, memahami dan
mentadabburinya”.
e.Melazimkan Membaca Dzikir Pagi dan Petang
Sangat banyak ayat ataupun hadits yang menerangkan
keutamaan berdzikir kepada Allah. Bahkan Allah dan Rasul-Nya telah
memerintahkan dan menganjurkan kepada kita agar senantiasa berdzikir dan
mengingat-Nya. Jangan sampai harta, anak-anak ataupun kegiatan duniawi
melalaikan kita dari berdzikir kepada Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ
وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta
kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa
yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
(Al-Munaafiquun:9)
Di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan untuk
dibaca dan diamalkan adalah dzikir pagi dan sore. Dzikir pagi dilakukan setelah
shalat shubuh sampai terbit matahari atau sampai matahari meninggi saat waktu
dhuha, kira-kira jam tujuh atau jam delapan. Adapun dzikir sore dilakukan
setelah shalat ‘ashar sampai terbenam matahari atau sampai menjelang waktu
‘isya.
Banyak sekali keutamaan dzikir pagi dan sore
sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Adapun bacaannya dan penjelasan tentang keutamaannya adalah
sebagai berikut:
1. Membaca:
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى مَنْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. Dari Anas yang
dia memarfu’kannya (sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), “Sungguh
aku duduk bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat shubuh
sampai terbitnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan/memerdekakan
empat orang dari keturunan Nabi Isma’il (bangsa ‘Arab). Dan sungguh aku duduk
bersama suatu kaum yang berdzikir kepada Allah setelah shalat ‘ashar sampai
terbenamnya matahari lebih aku sukai daripada membebaskan empat orang (budak).”
(HR. Abu Dawud no.3667 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih
Abu Dawud 2/698)
2. Membaca ayat kursi (Al-Baqarah:255)
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. “Barangsiapa
membacanya di pagi hari maka akan dilindungi dari (gangguan) jin sampai sore,
dan barangsiapa yang membacanya di sore hari maka akan dilindungi dari gangguan
mereka (jin).” (HR. Al-Hakim 1/562 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albaniy dalam
Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)
3. Membaca surat Al-Ikhlaash, Al-Falaq dan An-Naas.
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang
membacanya tiga kali ketika pagi dan ketika sore maka dia akan dicukupi dari
segala sesuatu.” (HR. Abu Dawud 4/322, At-Tirmidziy 5/567, lihat Shahih
At-Tirmidziy 3/182)
4. Membaca:
أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا
الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ
وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ
Jika sore hari membaca:
أَمْسَيْنَا وَأَمْسَى الْمُلْكُ لِلَّهِ … رَبِّ أَسْأَلُكَ
خَيْرَ مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ
مَا فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهَا …
Dibaca sekali. (HR. Muslim 4/2088 no.2723 dari
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
5. Membaca:
اللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ
نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ
Jika sore hari membaca:
اللَّهُمَّ بِكَ أَمْسَيْنَا وَبِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ
نَحْيَا وَبِكَ نَمُوْتُ وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
Dibaca sekali. (HR. At-Tirmidziy 5/466, lihat Shahih
At-Tirmidziy 3/142)
6. Membaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ
وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ
مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ
فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. “Barangsiapa
yang mengucapkannya dalam keadaan yakin dengannya ketika sore hari lalu
meninggal di malam harinya, niscaya dia akan masuk surga. Dan demikian juga
apabila di pagi hari.” (HR. Al-Bukhariy 7/150)
7. Membaca:
اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ
فِيْ سَمْعِيْ، اللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ. اللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ،
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud
4/324, Ahmad 5/42, An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.22 dan Ibnus
Sunniy no.69, serta Al-Bukhariy di dalam Al-Adabul Mufrad dan dihasankan
sanadnya oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz di dalam Tuhfatul Akhyaar hal.26)
8. Membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنَّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ
فِيْ دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ،
وَآمِنْ رَوْعَاتِيْ، اللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ،
وَعَنْ يَمِيْنِيْ، وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ
أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud
dan Ibnu Majah, lihat Shahih Ibnu Majah 2/332)
9. Membaca:
اللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ،
أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ
أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا، أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Abu Dawud
dan At-Tirmidziy, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/142)
10. Membaca:
بِسْمِ اللهِ الَّذِيْ لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ
فِي الْأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang
mengucapkannya tiga kali ketika pagi dan tiga kali ketika sore, tidak akan
membahayakannya sesuatu apapun.” (HR. Abu Dawud 4/323, At-Tirmidziy 5/465, Ibnu
Majah dan Ahmad, lihat Shahih Ibnu Majah 2/332)
11. Membaca:
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
Dibaca 3x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang
mengucapkannya tiga kali ketika pagi dan ketika sore maka ada hak atas Allah
untuk meridhainya pada hari kiamat.”
Boleh juga membaca:
… وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا
وَرَسُوْلاً
(HR. Ahmad 4/337, An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum
wal Lailah no.4 dan Ibnus Sunniy no.68, Abu Dawud 4/418, At-Tirmidziy 5/465 dan
dihasankan oleh Asy-Syaikh Ibnu Baz di dalam Tuhfatul Akhyaar hal.39)
12. Membaca:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ
لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ
Dibaca sekali ketika pagi dan sore. (HR. Al-Hakim
dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabiy 1/545, lihat
Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)
13. Membaca:
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ
الإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Jika sore hari membaca:
أَمْسَيْنَا عَلَى فِطْرَةِ الإِسْلاَمِ …
Dibaca sekali. (HR. Ahmad 3/406, 407, Ibnus Sunniy
di dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.34, lihat Shahiihul Jaami’ 4/209)
14. Membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ
Dibaca 100x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang
membacanya seratus kali ketika pagi dan sore maka tidak ada seorang pun yang
datang pada hari kiamat yang lebih utama daripada apa yang dia bawa kecuali
seseorang yang membaca seperti apa yang dia baca atau yang lebih banyak lagi.”
(HR. Muslim 4/2071)
15. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 10x. (HR. An-Nasa`iy di dalam ‘Amalul Yaum
wal Lailah no.24, lihat Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/272)
Atau dibaca sekali ketika malas/sedang tidak
bersemangat. (HR. Abu Dawud 4/319, Ibnu Majah, Ahmad 4/60, lihat Shahih Abu
Dawud 3/957 dan Shahih Ibnu Majah 2/331)
16. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Dibaca 100x ketika pagi. “Barangsiapa yang
membacanya seratus kali dalam sehari maka (pahalanya) seperti membebaskan
sepuluh budak, ditulis untuknya seratus kebaikan, dihapus darinya seratus
kesalahan, dan dia akan mendapat perlindungan dari (godaan) syaithan pada hari
itu sampai sore, dan tidak ada seorang pun yang lebih utama daripada apa yang
dia bawa kecuali seseorang yang mengamalkan lebih banyak dari itu.” (HR.
Al-Bukhariy 4/95 dan Muslim 4/2071)
17. Membaca:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا
نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ
Dibaca 3x ketika pagi. (HR. Muslim 4/2090)
18. Membaca:
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا
طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Dibaca sekali ketika pagi. (HR. Ibnus Sunniy di
dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.54, Ibnu Majah no.925 dan dihasankan sanadnya
oleh ‘Abdul Qadir dan Syu’aib Al-Arna`uth di dalam tahqiq Zaadul Ma’aad 2/375)
19. Membaca:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ
Dibaca 100x dalam sehari. (HR. Al-Bukhariy bersama
Fathul Baari 11/101 dan Muslim 4/2075)
20. Membaca:
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا
خَلَقَ
Dibaca 3x ketika sore. “Barangsiapa yang
mengucapkannya ketika sore tiga kali maka tidak akan membahayakannya panasnya
malam itu.” (HR. Ahmad 2/290, lihat Shahih At-Tirmidziy 3/187 dan Shahih Ibnu
Majah 2/266)
21. Membaca:
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
Dibaca 10x ketika pagi dan sore. “Barangsiapa yang
membaca shalawat kepadaku ketika pagi sepuluh kali dan ketika sore sepuluh kali
maka dia akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.” (HR. Ath-Thabraniy
dengan dua sanad, salah satu sanadnya jayyid, lihat Majma’uz Zawaa`id 10/120
dan Shahih At-Targhiib wat Tarhiib 1/273)
Inilah di antara dzikir-dzikir yang disunnahkan
dibaca ketika pagi dan sore. Ada juga bacaan yang lainnya akan tetapi
kebanyakan sanadnya dha’if sebagaimana yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh
Al-Albaniy dan Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy. Walaupun tidak menutup kemungkinan
sebagiannya ada yang shahih.
Manfaat
dzikir pagi dan petang
Mengingat Allah (baca: dzikir) merupakan pokok
daripada syukur. Manfaat yang besar dapat diperoleh dengan mengerjakan amalan
ini. Namun, sayang sekali kebanyakan orang melupakan dan melalaikannya.
Padahal, faedah dzikir itu banyak sekali, di antaranya adalah:
[1]
Mendatangkan pertolongan Allah.
Allah ta’ala berfirman :
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat
(pula) kepadamu [98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu
mengingkari (ni'mat)-Ku.( QS. Al Baqarah : 152
[2]
Mendatangkan ampunan dan pahala yang besar
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ
وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ
وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ
وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ
لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,
laki-laki dan perempuan yang mu'min [1219], laki-laki dan perempuan yang tetap
dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
(QS.Al Ahzab : 35 )
________________________________________
[1219] Yang dimaksud dengan "muslim" di
sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya,
sedang yang dimaksud dengan orang-orang mu'min di sini ialah orang yang
membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.
[3]
Menyebabkan hidupnya hati
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perumpamaan
orang yang mengingat Rabbnya (Allah) dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya,
seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR.
Bukhari)
[4] Mendatangkan ketentraman jiwa
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), :
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ
اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS. Ar Ra’d : 28 )
[5]
Jauh dari perangkap setan
Allah ta’ala berfirman :
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا
فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa
yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur'an), kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya..” (QS. az-Zukhruf: 36)
[6]
Jalan menuju keikhlasan
Allah ta’ala berfirman),:
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا
فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan
Yang Maha Pemurah (Al Qur'an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan)
maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
(QS. an-Nisaa’: 142)
[7]
Perlindungan Allah pada hari kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tujuh
golongan yang mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat… di antaranya adalah
seorang lelaki yang mengingat Allah dalam keadaan sepi, kemudian meneteslah air
matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan yang perlu diingat bahwasanya dzikir yang benar
adalah yang dilandasi keikhlasan niat dan dikerjakan dengan mengikuti Sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kesimpulan dan Penutup
Ramadhan bulan yang penuh berkah telah berlalu.
Bulan yang akan menjadi saksi yang akan membela setiap orang yang bersungguh-sungguh
dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah atau justru menjadi saksi yang akan
menghujat setiap orang yang memandang remeh bulan Ramadlan.
Oleh karena itu, hendaknya setiap
pribadi-pribadi muslim membuka pintu
muhasabah terhadap diri nya. Amalan apakah telah di kerjakan di bulan tersebut?
Apakah faedah dan buah yangdapat petik
pada bulan Ramadlan tersebut? Apakah pengaruh bulan Ramadlan tersebut terhadap
jiwa, akhlak dan perilaku diri.
Pertanyaan yang teramat mendesak untuk dijawab
setiap insan muslim adalah, ”Setelah Ramadlan berlalu, sudahkah kita menunaikan
berbagai sebab yang akan mempermudah amalan kita di bulan Ramadlan diterima di
sisi-Nya dan sudahkah kita bertekad untuk terus melanjutkan berbagai amalan
ibadah yang telah kita galakkan di bulan Ramadlan?”
Setiap muslim perlu
meneladani generasi sahabat (salafush shalih), dimana hati mereka merasa
sedih seiring berlalunya Ramadhan. Mereka merasa sedih karena khawatir bahwa
amalan yang telah mereka kerjakan di bulan Ramadlan tidak diterima oleh Allah
ta’ala. Sehingga untuk itu kemudian mereka selepas dari bulan ramadhan tetap
giat melaksanakan berbagai aktifitas ibadah baik ibadah fardhu seperti shalat 5
waktu setiap hari secara berjama’ah yang diikuti dengan shalat sunnah rawatib.
Selain dari itu tidak ketinggalan pula ibadah-ibadah sunnah lainnya yang
meliputi puasa sunnah, membaca al-qur’an dan membaca dzikir. Sehingga dengan
demikian hari-hari sepanjang tahun tidak pernah luput diisi dengan kesibukan
beribadah, tidak hanya terbatas di bulan ramadhan saja. ( Wallaahu’alam )
Sumber :
1.Qur’an dan Terjemahan, softaware
salafi-db
2.Ensiklopedi Hadits Kita 9 Imam,
software Lidwa Pusaka
3.Artikel www.rumaysho.com
4.Artikel www.muslim.or.id
5.Artikel www.almanhaj.or.id
6.Artikel www.salafiyun.net
7.Artikel www.Ahsan TV
8.Artikel darussalaf.or.id
Selesai disusun, Arba 4 Syawal 1433 H / 22 Agutus 2012
( Musni Japrie )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar