M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Jumat, 31 Agustus 2012

ANGGAPAN SIAL MENIKAH DI BULAN SYAWWAL PENINGGALAN JAHILIYAH



Sudah merupakan sebuah tradisi dalam masyarakat di negeri ini apabila akan mengadakan hajat atau pesta terutama pernikahan, jauh-jauh hari keluarga dari kedua pasangan calon pengantin saling berembuk untuk menentukan hari dan bulan dilaksanakannya pernikahan. Kadang-kadang ada pula yang melibatkan para sesepuh dan orang-orang alim serta para paranormal dan orang-orang pintar guna mencarikan jadwal waktu berupa tanggal dan bulan yang baik dilangsungkannya hajatan. Dicarikannya waktu yang tepat berupa hari dan bulan yang dianggap baik agar perkawinan yang direncanakan akan membuahkan kebaikan, karena apabila pernikahan dilakukan pada hari dan bulan-bulan yang dianggap dapat mendatangkan kesialan akan menjadikan pernikahan tersebut nantinya akan bermasalah.
Diantara dua belas bulan dalam  hitungan kalender Hijriyah, terdapat bulan-bulan yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat mengandung kesialan apabila pernikahan dilakukan dalam bulan tersebut. Bulan yang dimaksud adalah bulan Syawwal.
Karenanya pada bulan Syawal sangat jarang bahkan samasekali tidak kita temui adanya hajatan pernikahan. Pada bulan tersebut Kantor Urusan Agama dan Imam P3NTR  sepi dari job menikahkan orang. Tidak seperti bulan-bulan lainnya di luar bulan Syawal.
Mereka-mereka yang beranggapan bahwa bulan Syawwal merupakan waktu yang kurang tepat bagi diselenggarakannya pernikahan sebab akan mendatangkan kesialan bagi pasangan yang menikah, tidak saja terdapat dikalangan masyarakat pedesaan tetapi juga telah berkembang lama ditengah-tengah masyarakat perkotaan. Anggapan bahwa bulan Syawal mengandung kesialan untuk melaksanakan hajatan tidak saja terbatas dikalangan masyarakat kalangan bawah, tetapi juga di kalangan masyarakat kelas menengah dan atas
Berkaitan dengan itu bagaimana tentang adanya kesialan dalam bulan-bulan tertentu menurut Islam ?. Benarkah di dalam Islam terdapat bulan-bulan yang dapat mendatangkan kesialan seperti bulan Syawal yang dapat membawa kesialan bagi mereka yang menikah?
Dalam ulasan berikut ini dikemukakan secara ringkas  bagaimana menurut Islam  tentang adanya anggapan sebagian orang tentang kesialan dimaksud
Bid’ahnya Anggapan Sialnya Menikah Di Bulan Syawwal
Anggapan masyarakat di negeri ini tentang kesialan bulan Syawal untuk melangsungkan hajatan pernikahan rupanya akibat tertular dari sisa-sisa peninggalan dari orang-orang Arab zaman jahiliyah sebelum lahirnya Islam.
Ibnu Mandzur berkata, “Syawwal adalah termasuk nama bulan yang telah dikenal, yaitu nama bulan setelah bulan Ramadhan, dan merupakan awal bulan-bulan haji.” Jika dikatakan Tasywiil (syawwalnya) susu onta berarti susu onta yang tinggal sedikit atau berkurang. Begitu juga onta yang berada dalam keadaan panas dan kehausan.
Orang Arab menganggap bakal sial/malang bila melangsungkan aqad pernikahan pada bulan ini dan mereka berkata : “Wanita yang hendak dikawini itu akan menolak lelaki yang ingin mengawininya seperti onta betina yang menolak onta jantan jika sudah kawin/bunting dan mengangkat ekornya.”
Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam membatalkan anggapan sial mereka tersebut, dan Aisyah berkata,:
مسند أحمد ٢٣١٣٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ حَدَّثَنِى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَأُدْخِلْتُ عَلَيْهِ فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَائِهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي فَكَانَتْ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ
 Musnad Ahmad 23137: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Sufyan dari Ismai'l bin Umayah berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah berkata; "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam menikahiku di bulan Syawwal dan menggauliku di bulan syawwal, maka istri beliau mana yang lebih beruntung di sisi beliau dariku?, Adalah beliau senang untuk memulai kehidupan berumahtangga dari istri-istrinya pada bulan Syawwal."
Maka yang menyebabkan orang Arab pada jaman jahiliyah dulu menganggap sial menikah pada bulan syawwal adalah keyakinan mereka bahwa wanita akan menolak suaminya seperti penolakan onta betina yang mengangkat ¬ekornya, setelah kawin/bunting.
Berkata Ibnu Katsir – rahimahullah – : “Berkumpulnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha pada bulan syawwal merupakan bantahan terhadap keraguan sebagian orang yang membenci untuk berkumpul/ menikah dengan isteri mereka di antara dua hari raya, karena kawatir bakal terjadi perceraian antara suami-isteri tersebut, yang hal ini sebenarnya tidak ada sesuatupun padanya.” (Al Bidayah Wan Nihayah III/253)
Anggapan sial menikah pada bulan Syawwal adalah perkara batil, karena anggapan sial itu secara umum termasuk ramalan/undi nasib yang dilarang oleh Nabi Shallallahu Alaihi wassallam pada sabda beliau :
صحيح البخاري ٥٣٢٩: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَحَمْزَةُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ إِنَّمَا الشُّؤْمُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْفَرَسِ وَالْمَرْأَةِ وَالدَّارِ
Shahih Bukhari 5329: Telah menceritaka kepada kami Sa'id bin 'Ufair dia berkata; telah menceritaka kepadaku Ibnu Wahb dari Yunus dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Salim bin Abdullah dan Hamzah bahwa Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada 'adwa (keyakinan adanya penularan penyakit) tidak ada thiyarah (menganggap sial sesuatu hingga tidak jadi beramal), dan adakalanya kesialan itu terdapat pada tiga hal, yaitu; kendaraan, isteri dan tempat tinggal."
Dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam :
سنن الترمذي ١٥٣٩: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ عَنْ عِيسَى بْنِ عَاصِمٍ عَنْ زِرٍّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطِّيَرَةُ مِنْ الشِّرْكِ وَمَا مِنَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَحَابِسٍ التَّمِيمِيِّ وَعَائِشَةَ وَابْنِ عُمَرَ وَسَعْدٍ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ وَرَوَى شُعْبَةُ أَيْضًا عَنْ سَلَمَةَ هَذَا الْحَدِيثَ قَالَ سَمِعْت مُحَمَّدَ بْنَ إِسْمَعِيلَ يَقُولُ كَانَ سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ يَقُولُ فِي هَذَا الْحَدِيثِ وَمَا مِنَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ قَالَ سُلَيْمَانُ هَذَا عِنْدِي قَوْلُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَمَا مِنَّا
Sunan Tirmidzi 1539: dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya thiyarah (pesimis) bagian dari syirik dan bukan bagian dari ajaran kami, justru Allah akan menghilangkan thiyarah (pesimis) itu dengan bertawakkal kepada-Nya." Abu Isa berkata, "Dalam bab ini juga ada hadits dari Abu Hurairah, Habis At Tamimi, 'Aisyah, Ibnu Umar dan Sa'd. Hadits ini derajatnya hasah shahih, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Salamah bin Kuhail. Syu'bah juga meriwayatkan dari Salamah dengan hadits yang sama. Ia berkata, "Aku mendengar Muhammad bin Isma'il berkata, "Sulaiman bin Harb berkata tentang hadits ini, 'dan bukan dari kita, justru Allah akan menghilangkan thiyarah (pesimis) itu dengan bertawakkal kepada-Nya', Sulaiman berkata, "Ini menurut pendapatku, adalah perkataan Abdullah bin Mas'ud "dan tidaklah (thiyarah) dari ajaran kami."
Begitu juga sama halnya dengan itu adalah anggapan sial di bulan Shafar.
Berkata Al Imam An-Nawawi –rahimahullah- dalam menjelaskan hadits Aisyah Radhiyallahu’anha, di atas : “Hadits itu menunjukkan bahwa disunnahkan menikahi, memperistri wanita dan berkumpul/menggauli pada bulan Syawwal dan shahabat-shahabat kami juga menyebutkan sunnahnya hal itu dan mereka berdalil dengan hadits tersebut.”
Aisyah sengaja berkata seperti tersebut diatas untuk membantah tradisi orang-orang jahiliyyah dan apa yang dihayalkan sebagian orang awam pada saat ini, berupa ketidak sukaan mereka menikah dan berkumpul pada bulan Syawwal. Dan hal ini adalah batil dan tidak ada dasarnya, dan termasuk peninggalan jahiliyyah dimana mereka meramalkan hal tersebut dari kata syawwala yang artinya mengangkat ekor ( tidak mau dikawin).” (Syarah shahih Muslim karya Imam an Nawawi (IX/209).( Lihat Kitab Al Bida’ Al Hauliyyah karya : Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry. Cet. I Darul Fadhilah Riyadh, Hal. 348-349. Penterjemah : Muhammad Ar Rifa’i)
Anggapan Adanya Bulan Sial
Seseorang bertanya kepada Asdy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh tentang apakah dibolehkan bagi seseorang untuk membenarkan atau menganggap sial angka tertentu, demikian pula hari, bulan dan seterusnya?
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullahu menjawab:
“Tidak boleh, bahkan hal itu termasuk kebiasaan orang-orang jahiliyyah yang syirik, di mana Islam datang untuk menolak dan membatilkannya. Dalil-dalil yang ada demikian jelas menyatakan keharaman kebiasaan tersebut. Perbuatan atau anggapan sial seperti itu termasuk kesyirikan dan sebenarnya tidak ada pengaruhnya dalam menarik kemanfaatan atau menolak kemudaratan, karena tidak ada yang memberi, yang menolak, yang memberi manfaat dan memberi mudarat kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللهُُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَادَّ لِفَضْلِهِ
Jika Allah menimpakan kepadamu kemudaratan maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia dan bila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang dapat menolak keutamaan-Nya.” (Yunus: 107)
Dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوِ اجْتَمَعَتِ اْلأُمَّةُ عَلَى أَنْ يَّنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَّضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
Seandainya umat berkumpul untuk memberikan kemanfaatan bagimu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat memberikan kemanfaatan bagimu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan sebaliknya, jika mereka semuanya berkumpul untuk memudaratkanmu dengan sesuatu niscaya mereka tidak dapat menimpakan kemudaratan tersebut kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran (catatan takdir)(. HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Asy-Syaikh Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 5302,)

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah (menganggap sial dengan sesuatu), tidak ada kesialan dengan keberadaan burung hantu dan tidak ada pula kesialan bulan Shafar.” (HR. Bukhari dan Muslim
Dalam satu riwayat:
لاَ نَوْءَ وَلاَ غُوْلَ
Tidak ada nau` dan tidak ada ghul.” (HR. Muslim)
Keterangan:
-Nau` adalah bintang. Orang-orang jahiliyyah menyandarkan kesialan dan keberuntungan yang mereka peroleh dengan bintang. Sebagian bintang menurut mereka sial sehingga mereka katakan: Ini bintang nahas tidak ada kebaikan padanya. Sebagian lain dari bintang, mereka anggap membawa keberuntungan sehingga bila mereka dicurahi hujan, mereka berkata: “Kita diberi hujan oleh bintang ini”. Mereka tidak mengatakan: “Kita diberi hujan dengan keutamaan dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Al-Qaulul Mufid `ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin , 1/568).
-Ghul adalah setan yang biasa menyesatkan orang yang sedang berjalan di padang pasir atau lembah. Yang ditolak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits adalah pengaruh ghul ini, bukan keberadaannya. Setan yang suka mengganggu manusia seperti ghul ini memang ada, namun bila kuat tawakalnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menghiraukan keberadaannya, setan ini tidak dapat memudaratkan dan menghalanginya menuju arah yang hendak ditujunya. (Al-Qaulul Mufid, 1/569)
Dalam hadits ini penetap syariat (yakni Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) menolak thiyarah berikut apa yang disebutkan dalam hadits. Beliau mengabarkan bahwa thiyarah itu tidak ada wujudnya dan tidak ada pengaruhnya. Thiyarah itu hanyalah anggapan-anggapan keliru dan khayalan-khayalan rusak di dalam hati.
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: (وَلاَ صَفَرَ) menolak keyakinan orang-orang jahiliyyah yang menganggap bulan Shafar sebagai bulan sial, mereka mengatakan bulan Shafar adalah bulan bencana. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun meniadakan kebenaran anggapan tersebut dan membatilkannya. Beliau kabarkan bahwa bulan Shafar itu sama dengan bulan yang lain, tidak ada pengaruhnya dalam menarik kemanfaatan dan menolak mudarat. Demikian pula hari-hari, malam-malam dan waktu-waktu lain, tidak ada bedanya. Dulunya orang jahiliyyah menganggap sial hari Rabu, menganggap sial untuk melangsungkan pernikahan di bulan Syawwal secara khusus. Sehingga Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawwal, maka siapakah yang lebih memiliki keutamaan/keberuntungan daripada diriku?”
Hal ini seperti anggapan sial orang-orang Rafidhah terhadap angka sepuluh, dan mereka tidak suka dengan angka ini karena kebencian dan permusuhan mereka terhadap Al-’Asyrah Al-Mubasysyarina bil jannah (10 shahabat Rasulullah yang diberi kabar gembira masuk surga ketika mereka masih hidup4). Yang demikian itu disebabkan kebodohan dan kedunguan akal mereka.
Demikian pula ahli nujum, mereka membagi waktu menjadi waktu nahas dan sial. Yang kedua; waktu bahagia dan baik. Tidaklah samar lagi haramnya ramalan bintang ini dan ia termasuk jenis sihir.
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Tathayyur adalah menganggap sial dengan apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bila seseorang melakukan tathayyur ini, ia membatalkan safar yang semula hendak dilakukannya dan ia menarik diri dari perkara yang semula ia bersikukuh padanya, dengan begitu berarti ia telah mengetuk pintu kesyirikan bahkan ia telah masuk ke dalamnya. Ia berlepas diri dari tawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia membuka untuk dirinya pintu ketakutan dan bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang menganggap sial dengan apa yang dilihat atau didengarnya berarti telah memutuskan diri dari apa yang dinyatakan dalam ayat berikut:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (Al-Fatihah: 5)
فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ
Maka beribadahlah engkau kepada-Nya dan bertawakallah.” (Hud: 123)
عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيْبُ
Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku akan kembali.” (Asy-Syura: 10)
Jadilah hatinya bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dalam bentuk ibadah ataupun tawakal, sehingga rusaklah hatinya, iman, dan keadaannya. Tinggallah hatinya menjadi sasaran thiyarah dan senantiasa digiring kepadanya. Syaitan pun mendatangi orang yang telah rusak agama dan dunianya ini. Berapa banyak orang yang binasa karenanya dan ia merugi di dunia dan di akhirat. Dalil-dalil tentang haramnya tathayyur dan tasyaum (menganggap sial) ini ma`ruf dan terdapat pada tempat-tempat pembahasannya, maka kita cukupkan dengan apa yang telah disebutkan. (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah 1/132-134
Menikah di Bulan Syawal Sunnah Rasullullah Shallallahu’alaihi wa sallam
Sebagian ulama menyarankan seyogyanya pernikahan itu dilaksanakan dalam bulan syawal, karena Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam menikahi Aisyah radhyallaahu’anha di dalam bulan Syawwal, sebagaimana yang disebutkan dalam hadist dari Aisyah :
مسند أحمد ٢٣١٣٧: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ حَدَّثَنِى عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَأُدْخِلْتُ عَلَيْهِ فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَائِهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي فَكَانَتْ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ
 Musnad Ahmad 23137: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Sufyan dari Ismai'l bin Umayah berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah berkata; "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam menikahiku di bulan Syawwal dan menggauliku di bulan syawwal, maka istri beliau mana yang lebih beruntung di sisi beliau dariku?, Adalah beliau senang untuk memulai kehidupan berumahtangga dari istri-istrinya pada bulan Syawwal."


Diantara hikmah dianjurkannya menikah di bulan Syawal adalah menyelisihi keyakinan dan kebiasaan masyarakat jahiliyah.
Imam Nawawi mengatakan, “Tujuan Aisyah mengatakan demikian adalah sebagai bantahan terhadap keyakinan jahiliah dan khurafat yang beredar di kalangan masyarakat awam, bahwa dimakruhkan menikah atau melakukan malam pertama di bulan Syawal. Ini adalah keyakinan yang salah, yang tidak memiliki landasan. Bahkan, keyakinan ini merupakan peninggalan masyarakat jahiliah yang meyakini adanya kesialan di bulan Syawal.”
Sebagai umat yang mencintai Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam kita wajib untuk mengikuti sunnah-sunnah beliau yang begitu banyak termasuk tentunya melakukan pernikahan di dalam bulan Syawwal. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam :
سنن ابن ماجه ١٨٣٦: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْأَزْهَرِ حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ مَيْمُونٍ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النِّكَاحُ مِنْ سُنَّتِي فَمَنْ لَمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي وَتَزَوَّجُوا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأُمَمَ وَمَنْ كَانَ ذَا طَوْلٍ فَلْيَنْكِحْ وَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَيْهِ بِالصِّيَامِ فَإِنَّ الصَّوْمَ لَهُ وِجَاءٌ
Sunan Ibnu Majah 1836: dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng."
Orang-orang yang tidak mau mengikuti atau membenci sunnah Rasullullah shallallahu’alahi wa sallam oleh beliau dianggap bukan umat beliau sebagaimana hadits berikut ini ;
سنن أبي داوود ١١٦٢: حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا عَمِّي حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ ابْنِ إِسْحَقَ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ إِلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ فَجَاءَهُ فَقَالَ يَا عُثْمَانُ أَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّتِي قَالَ لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَكِنْ سُنَّتَكَ أَطْلُبُ قَالَ فَإِنِّي أَنَامُ وَأُصَلِّي وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَنْكِحُ النِّسَاءَ فَاتَّقِ اللَّهَ يَا عُثْمَانُ فَإِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا فَصُمْ Sunan Abu Daud 1162: Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Sa'd telah menceritakan kepada kami pamanku telah menceritakan kepada kami ayahku dari Ibnu Ishaq dari Hisyam bin 'Urwah dari ayahnya dari Aisyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang menemui Utsman bin Mazh'un, lalu Utsman datang kepada beliau, maka beliau bersabda: "Apakah kamu membenci sunnahku?" Utsman menjawab; "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah… bahkan sunnahmu lah yang amat kami cari." Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tidur, aku juga shalat, aku berpuasa dan juga berbuka, aku juga menikahi wanita. Bertakwalah kepada Allah wahai Utsman, sesungguhnya keluargamu mempunyai hak atas dirimu, dan tamumu mempunyai hak atas dirimu, dan kamu pun memiliki hak atas dirimu sendiri, oleh karena itu berpuasa dan berbukalah, kerjakanlah shalat dan tidurlah."
Mengingat bahwa melaksanakan pernikahan dalam bulan syawwal merupakan sunnah Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka seyogyanyalah orang-orang yang merencakan pernikahan memilih waktu penyelenggaraannya di dalam bulan syawwal untuk mencontoh perbuatan Rasullullah shallallhu’alahi wa sallam yang menikahi Aisyah.
P e n u t u p
Meskipun peradaban dunia sudah sedemikian maju dan modern, tetapi ternyata masih ada sebagian dari masyarakat muslim di negeri ini yang masih mempertahankan kepercayaan kepada sesuatu yang mendatangkan kesialan yang diwarisi dari kepercayaan orang-orang Arab jahiliyah diantaranya anggapan sial untuk melakukan pernikahan di dalam bulan Syawwal.
Para ulama menegaskan bahwa anggapan adanya kesialan terhadap sesuatu termasuk menganggap sialnya bulan Syawwal merupakan perbuatan bid’ah yang tidak ada dasarnya, bahkan sebagian ulama menyebutkan syiriknya keyakinan adanya kesialan’
Melakukan pernikahan dalam bulan Syawwal bahkan sebenarnya merupakan sunnah dari Rasullullah shallallahu’alaihi wa sallam, karena beliau menikah dan bergaul dengan isteri beliau Aisyah dilakukan bulan Syawwal.
Seyogyanya sebagai umat Islam yang mencintai Rasullullah shallalalhu’alahi wa sallam diperintahkan untuk mengikuti sunnah-sunah beliau yang tidak terhitung banyaknya, antara lain melakukan pernikahan di bulan Syawwal, bukan sebaliknya menghindari menikah dibulan Syawwal karena beranggapan adanya kesialan di bulan tersebut.( Wallaahu’alam )
Sumber :
1.Al-Qur’an dan Terjemahan,www.salafi-db.com
2.Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam, www.lidwapusaka.com
3.Artikel 
www.KonsultasiSyariah.com
6.Artikel www.asysyariah.com
7.Artikel www. Muslim.Or.Id
Selesai disusun, Sabtu 14 Syawwal 1433 H / 1 September 2012
( Musni Japrie )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar