M U K A D D I M A H

M U K A D D I M A H : Sesungguhnya, segala puji hanya bagi Allah, kita memuji-Nya, dan meminta perlindungan kepada-Nya dari kejahatan diri kami serta keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak ada yang dapat menyesatkannya. Dan Barang siapa yang Dia sesatkan , maka tak seorangpun yang mampu memberinya petunjuk.Aku bersaksi bahwa tidak ada Rabb yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusannya.

Kamis, 29 Juli 2010

TERNYATA MASIH BANYAK DIANTARA KITA YANG SANGAT JAHIL TERHADAP AGAMANYA



O l e h : Abu Farabi al-Banjar

Seorang teman sesama anggota jama’ah majelis ta’lim Meniti Jalan Salafus Shalih, pada saat berbincang-bincang mengatakan kepada penulis, bahwa sejak mengikuti secara aktif ta’lim bersama-sama jama’ah lainnya ia mengaku baru menyadari bahwa agama islam dengan segala seluk beluknya ternyata sangat luas dan lengkap serta terperinci, dan sudah ada gaiden/petunjuknya dari Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam. Tidak seperti yang ia kira dan ia ketahui selama ini.

Selama sekian puluh tahun menjalankan kewajibannya sebagai umat islam dengan berbagai perintah yang ia ketahui, kiranya hanya sebagian kecil dari yang seharusnya dilakukan oleh seorang hamba yang mengaku sebagai orang yang beriman. Sehingga dalam melakukan segala ritual ibadah hanya berdasarkan kepada apa yang ia peroleh dari lingkungannya yang ternyata awam dalam ilmu keagamaanya, meskipun nampak dalam kesehariannya dipenuhi dengan kesibukan berbagai ibadah yang sepertinya itulah yang disyari’atkan, padahal ternyata banyak yang menyalahi kaidah-kaidah yang telah dipatentkan . Ia berujar kepada penulis : “ Ternyata aku masih sangat jahil terhadap agamaku “

Aku sampaikan ini kepada anda, ujar teman tersebut berucap, tiada lain sebagai bentuk rasa penyesalan kenapa tidak sejak awal aku mengerti duduk persoalan bagaimana sebenarnya bertauhid dan beribadah yang sejalan dengan apa yang telah dilakukan oleh para salafus shalih, bukan tuntunan yang diada-adakan oleh orang-orang kemudian yang hanya mendasarkan kepada hawa nafsu dan akal pikiran semata.

Teman tersebut kemudian melanjutkan, sebelum ini aku dan tentunya kebanyakan mereka-mereka yang mengaku sebagai muslim cukup hanya melafalkan ucapan Dua Kalimat Syahadat, sudah mengaku sebagai seorang muslim, karena mengakui dan menyaksikan bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasullulah. Tanpa mengetahui bagaimana implikasi dan aplikasi dari syahadat tersebut serta bagaimana seharusnya konsekwensinya.

Setelah mengikuti ta’lim dan lebih mendalaminya lagi melalui beberapa referensi ternyata bahwa Dua Kalimat Syahadat yang telah diyakini tersebut tidaklah cukup apabila tidak diikuti dengan syarat-syarat dan kewajiban bagaimana seorang hamba mentauhidkan Allah dan apa yang harus dilakukan sebagai umatnya Nabi Muhammad. Sebelum ini sama sekali tidak terpikirkan bahwa syahadat terhadap ke Esaan Allah ternyata akan gugur dan batal dengan sendirinya apabila perkataan dan perbuatan telah memasuki ranahnya syirik. Begitu juga pengakuan dan kesaksian terhadap Muhammad Shallalahu ‘alaihi wasallam akan jadi sia-sia apabila tidak mengikuti dan menghayati sunnahnya.

Sebelum ini, kata teman tersebut lebih lanjut, aku mengira, sebagaimana juga banyak orang lain mengira bahwa, yang dikatakan syirik itu hanyalah
sebatas kepada apabila mengakui bahwa ada tuhan lain selain Allah yang diakui dan menyembah kepada selain Allah seperti menyembah patung-patung, menyembah pepohonan, menyembah batu, menyembah api, menyembah matahari, menyembah dewa-dewa. Padahal ternyata pengertian tersebut merupakan pengertian dalam arti sempit dan terbatas, padahal makna yang sebenarnya dari syrik tersebut sangat luas dan beragam bentuknya, seperti memberi sesajen dalam pesta laut adalah merupakan satu bentuk nyata dari kesyirikan. Dan ritual seperti itu ternyata sebuah kezaliman. Kenapa hal tersebut dilakukan? Ini tiada lain adalah sebagai akibat tidak tahu bahwa perbuatan itu termasuk syirik, dan ini tiada lain adalah dampak dari jahilnya/bodohnya terhadap ajaran islam yang benar.

Teman tersebut juga berkata : begitu pula selama ini dalam banyak ibadah yang aku lakukan dengan mencontoh dan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang yang terdahulu dan apa yang disampaikan oleh para guru-guru agama dan kiai-kiai sudah dianggap benar meskipun tanpa didukung oleh hujjah yang shahih berupa hadits yang shahih, apalagi orang banyak juga melakukannya, maka itu itu sudah dianggap sebagai sebuah patokan untuk beramal. Image bahwa beramal dengan sebanyak-banyaknya meskipun tanpa dalil dianggap sebagai sebuah keniscayaan. Tetapi ternyata kemudian baru terungkap bahwa sunnah Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam telah secara lengkap memberikan panduan bagaimana seharusnya seorang muslim itu beribadah. Selama ini banyak kaum muslimin yang tidak banyak mengenal sunnah tersebut sebagai akibat jauhnya dari ilmu yang syar’i, yang seharusnya dituntut oleh semua orang mukmin.


Secara terbuka dikatakan pula oleh teman tersebut bahwa dulu, sebelum mengenal banyak tentang as-sunnah , ia paling getol mengikuti aktifitas pembacaan berbagai shalawatan seperti shalawat di’ba, barzanzi, burdah, nariayah dan maulud habsyi sebagai bentuk perwujutan cinta kepada Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam, karena demikianlah yang disampaikan oleh bayak ustazd dan para kiai dalam berbaga kesempatan. Bentuk kecintaan kepada Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam diwujudkan pula dalam bentuk peringatan hari lahir beliau, dan peringatan Is’ra mi’raj-nya.
Kegiatan yasinan dan tahlilan dalam rangka memperingati hari kematian ( haulan) tidak pernah tertinggal diikuti, karena dianggap itu adalah bagian perwujudan dari ajaran agama yang akan mendapatkan balasan pahala kemudian hari dari Allah Subhannahu wata’ala. Semua itu dilakukan karena mengikuti apa yang dilakukan oleh sebagian orang islam dimana setiap orang ikut di dalamnya. Namun ternyata semua itu diluar dan bukan bagian dari agama. Sungguh kebodohan benar-benar telah menutup pintu –pintu kebenaran.

Dulu sewaktu masih dikungkung oleh kejahilan, menurut temanku tersebut mereka tidak mengerti bahwa islam dengan sunnah Rasul shallahu ‘alaihi wasallam ternyata memuat berbagai petunjuk tatacara bagaimana seharusnya seorang muslim itu menjalani kehidupan ini agar mempunyai nilai bagi kebaikan di dunia dan diakhirat secara sempurna, sampai-sampai bagaimana adab seseorang untuk buang air, yang sebenarnya persoalannya sangat sepele, tetapi bila dilakukan sesuai dengan standar yang syar’i, maka tidak saja memperoleh bagian untuk kepentingan dunia, lebih-lebih lagi bagi kepentingan akhirat, karena ada nilai tambah pahalanya. Dan tentunya itu tidak akan diperoleh oleh mereka-mereka yang lalai terhadap ilmu.

Singkat kata menurut teman tersebut ia sebenarnya baru mengerti bahwa ia sangat jahil terhadap islam, meskipun ia sejak terlahir telah islam, telah melakukan ibadah – ibadah ritual islam, namun katanya jauh dari petunjuk yang benar, mengaku telah bertauhid tetapi masih melakukan tindak-tindakan yang sebenarnya telah berbuat syirik, karena ketidak tahuan dan semua itu disebabkan oleh faktor tidak mau atau enggan menuntut ilmu syar’i, meskipun dalam hal ilmu dunia ia adalah salah seorang dari sekian banyak orang-orang yang telah begitu lama mengecap pendidikan tinggi.

Mengomentari apa yang disampaikan oleh teman tersebut maka sebagai sharing dalam perbincangan kami, aku ( dalam hal ini penulis ) mengungkapkan bahwa semua yang dikemukakan tersebut adalah sebuah kejujuran terhadap kondisi penguasaan ilmu dienul islam oleh banyak orang. Kebanyakan orang tidak suka menuntut ilmu din (agama) . Orang-orang lebih memilih untuk menuntut ilmu yang berkaitan dengan keduniaan, karena ilmu tersebut langsung berkaitan dengan kepentingan hidup dunia, sehingga dijadikan prioritas utama, sedangkan dilain pihak ilmu akhirat dikebelakangkan bahkan diabaikan dan dijadikan prioritas yang kesekian dari prioritas-prioritas lainnya.

Sebenarnya menuntut ilmu syar’i sebagaimana yang dikemukan oleh Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas dalam bukunya Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga , adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah, sebagaimana yang disabdakan beliau :

“ Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim “( Hadits shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah no.224 dar sabahat Anas bin Malik radhyallaahu ‘anhum ).

Dalam sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Muslin ( no.2699), Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Inbu Hibban dari sahabat Abu Hurairah radhyallaahu ‘anhum, Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“ Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya diantara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka ditengah para Malaikat yang berada disisi-Nya. Barang siapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.”

Dalam hadits diatas terdapat janji Allah ‘Azza wa jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas , bahwa pengertian menuntut ilmu mempunyai dua makna. Pertama, menempuh perjalanan dengan artian sebenarnya, yaitu berjalan menuju majelis-majelis para ulama. K e d u a, menemp[uh jalan ( cara ) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar sungguh-sungguh, membaca, menela’ah kitab-kitab (buku-buku) para ulama, menulis dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.

Kemudian mengenai “Allah akan memudahkan jalannya menuju surga” mempunyai dua makna . Pertama, Allah akanmemudahkan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari Wajah Allah, untukmendfapatkan ilmu,mengambilmanfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekwensinya. K e d u a , Allah akan memudahkan baginya jalan keSurga pada hari kiamat ketika melewati :” shirath” dan dimudahkan darib erbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya.

Mengutip dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga juga disebutkan sebuah hadis panjang riwayat Ahmad, Abu Dawud, at-Tiimidzi, Ibnu Majah dan Ibnun Hibban dari sahabat Abu Darda’ radhyallaahu ‘anhum, bahwa Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“ Barang siapa berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada dilangit maupun dibumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka warisk n hanyalah ilmu. Dan barang siapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh telah mendapatkan bagian yang paling banyak. “

Laki-laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmun yang bersumber dari al-Qur’an dan Asd-sunnah karena denganilmu yang dipelajari, ia akan dapat mengerjakan ama-amalshalih,yang dengan itu akan mengantarkan mereka ke surga.

Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah,baiuk dia sebagaiorangb tuia, anak, karyawan, dosen, doktor, Profesor dan yang lainnya.Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan mu’amalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang tauhid, rukun islam, ukun iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk.

Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron dalam tulisannya dalam majalah Al-Furqon Edisi 01 th. Ke -10 dibawah judul Marilah Menuntut Ilmu .menyebutkan ilmu dulu, baru beramal, Setiap orang yang hendak bekerja tentu butuh ilmu terlebih dahulu, karena pekerjaan yang didasari dengan ilmu tentu lebih hasilnya, sedangkan pekerjaan tanpa ilmu, maka hasilnya kerusakan belaka. Ilmu membangun sedangkan kebodohan merusak. Jika untukdunia saja manusia membutuhkan ilmu demi mencapai keberhasilan, maka bagaimana dengan ibadah- untuk mencari kenikmatan dunia dan akhirat- tentu harus dengan ilmu juga. Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“ Barang siapa beramal tidak ada tuntunan kami, maka amal itu ditolak.”

Orang yang beribadah tanpa ilmu bukan hanya ditolak amalnya, melainkan juga dihukum dan disiksa, karena dia melanggar perintah Allah Azza Wa jalla. Bukankah manusia ketika melanggar perintah manusia dia berhak dihukum, maka bagaimana dengan melanggar perintah Allah ‘Azza Wa jalla.

Oleh karena itu, surat yang pertama kali turun sebelum Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasallam diperintahkan berdakwah adalah surat al-Alaq. Ini menunjukkan pentingnya ilmu. Sekalipun beliau shallalahu ‘alaihi wasallam seorang utusan Al;lah , hendaknya berdakwah dengan ilmu.
Mu’adz bin Jabal radhyallahu ‘anhum berkata : “ ilmu adalah imamya amal, sedangkan amal mengikjutinya “
Umar bin AbdulAziz rahimahullaah berkata : “ Barang siapa beribadah kepada Allah tanpa ilmu,mnaka kerusakannya lebih banyak dfari[pada kebaikannya.”
Imam Bukhari rahimahullaah berkata : Bab ilmu sebelumbarkata dan beramal” lalu beliau membaca ayat :

“Maka ketahuilah . bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan ( yang haq( melainkan Allah”

ImamBukhari rahimahullah berkata : Allah memulainya dengan ilmu.
Keterangan diatas mengecam kerasahli bid’ah bahwa atau kelompok gerakan yangberprinsip bahwa beramal dan berdakwah yang penting tujuannya baik. Prisnsip ini bathil. Sahjabat IbnuMs’ud radhyallaahu ‘anhum berkatan : “ Beberapa banyak orang yang ingin baik tetapi tidak mendapatkannya “.

Ustazd Aunur Rafiq bin Ghufron lebnih lanjut mengemukakan bahwa ilmu syari’at islam dibutuhkan setiap detik, karena setiap gerakan dan pekerjaan amalan hati butuh ilmu. Berkeyakinan, beribadah, bermu’amalah, atau berakhlak butuh ilmu. Hendak tidur dan bangun tidur butuhilmu, buang air besar dan air kecil butuh ilmu , berkumpul dengan isteri butuh ilmu. Mengapa demikian? Karena setiap perkataan, perbuatan, bahkan amalan hati pun akan dibalas oleh Allah azza wa jalla.Jika amalnya sesuai dengan sunnah Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasllam maka dia diberi pahala, dan jika melanggar maka diqa disiksa. Allah Ta’ala berfirman :

“ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabannya.” ( QS.al-Isro : 36 ).

Berikutnya juga dikemukakan bahwa, lain halnya dengan menuntut ilmu duniawi,kebutuhannya tidak setiap waktu. Tidak semua ilmu duniawi membahagiakn diri seseorang, bahkan boleh jadi mrusak aqidah,ibadah serta akhlak keluarga dan masyarakat. Bukankah manusia melupakan ibadah bahkan rusak moralnya karena hanya mementingkan duniawi.? Oleh karena itu carilah ilmu duniawi pada sisa nya waktu mencari ilmu akhirat. Orang yang mendahulukan menuntut ilmu akhirat rezekinya akan dimudahkan oleh Allah Azza wa jalla, akan dimudahkan segala urusannya, bahkan diampuni dosa dan kesalahannya serta diberi pahala.

Pengakuan secara jujur dan tulus dari seorang teman, sepertinya yang diungkapkannya karena kejahilannya terhadap ilmu agama sebelum mengikuti ta’lim, merupakan gambaran dari kondisi sebagian kaum muslimin ditengah-tengah kita dewasa ini, yang tidak dapat dipungkiri. Coba dibayangkan berbagai ragam yang terkait dengan agama tidak akan diketahui oleh seseorang apabila yang bersangkutan tidak mengetahui atau memiliki ilmunya. Sebagai contoh antara lain dapat diketengahkan sebagai berikut :

1.Bagaimana mentauhidkan Allah Ta’ala apabila tidak tahu atau tidak memiliki ilmu tentang tauhid.
2.Bagaimana tahu tentang syirik dengan segala seluk beluknya kalau kita tidak belajar untuk mengetahuinya.
3.Bagaimana tahu tentang apa yang di perintah Allah dan Rasul-Nya yang wajib dilakukan kalau tidak menuntut ilmu tentang perintah dan larangan yang tertera dalamal-Qur’an dan As-sunnah.
4.Bagaimana tahu tentang hukum haram , halal dan makruhnya sesuatu apabila tidak menuntut ilmu tentang haram,halal dan makruh.
5.Bagaimana kita tahu tentang sunnah Rasullulah shalalahu ‘alaihi wasallam , kalau kita tidak belajar tentang hadits.
6.Bagaimana kita tahu tentang sunnah dan bid’ah sesuatu ibadah,kalau tidak belajar tentang itu.
7.Bagaimana kita tahun tentang yang haq dan yang bathil, yang benar dan yang sesat, maksiat dan munkar serta zalim, kalau tidak belajar.
8.Bagaimana kita dapat melakukan segala bentuk ibadah seperti shalat,puasa, zakat, haji yang benar sesuai dengan petunjuk Rasullulah shallalahu ‘alaihi wasalla, kalau tidak menuntut ilmu tentang ibadah tersebut.
9.Bagaimana kita dapat tahu tentang shahih, dha’if dan ma’udhu sebuah hadits , kalau tidak pernqah mempelajari ilmu hadits.
10.Bagaimana kita dapat melakukan amalan-amalan sunnah sehari-hari yang dianjurkan kalau tidak mempelajarinya.
11. Dan banyak lagi yang lainnya lagi yang tidak dikemukakan disini

Menuntut ilmu itu tidak harus dilakukan secara formal disekolahan, siapa saja dapat melakukannya dengan berbagai cara sesuai dengan situasi dan kondisi, dan yang lazim bagi yang sudah berumur dan tidak mempunyai kesempatan mengikuti pendidikan formal dapat melakukannya melalui pendidikan non formal seperti majelis ta’lim dan tentunya harus diseleksi majelis ta’lim mana yang benar-benar menyampaikan ilmu yang bermanfaat, jangan sampai salah pilih mengikuti majelis ta’lim yang mengajarkan kebid’ah-an.

Menuntut ilmu juga perlu dilakukan dengan membaca buku-buku tentang agama yang disusun oleh ulama-ulama yang bermanhaj salafus shalih dan meninggalkan buku-buku yang memuat hal-hal bid’ah dan menyesatkan seperti buku-buku ulama syiah, buku-buku tashawuf, falsafah dan lainnya.

Sangat ironis sekali banyak kaum muslimin dirumahnya tidak memiliki satu bukupun tentang hadits shahih, seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan yang lainnya. Karenan dalambuku hadits tersebut diperoleh petunnjuk bagaimana menjalani hidup agar diridaai oleh Allah Subhanahu Ta’ala yang sesuai dengan sunnah Rasulluah shallalahu ‘alaihi wasallam. ( Wallaahu Ta’ala ‘alam )

Diselesaikan menjelang ba’da dhuha, Jum’ah 18 Sya’ban 1431 H / 30 Juli 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar