Silih bergantinya malam dan siang yang secara terus
menerus rutin bergilir menjadikan pergantian perhitungan hari ke hari, minggu
ke minggu, minggu kebulan dan sampailah kepada hitungan dua belas bulan yang
disebut dengan tahun. Dimana dewasa ini kita tinggal menghitung hari saja,
priode tahun 2012 Masehi akan segera berakhir, dan akan segera dimasuki priode
baru tahun 2013. Pergantian waktu ke waktu tersebut sejalan dengan perputaran
bumi diporosnya dan pergerakan matahari mengelilingi bumi.
Dengan silih bergantinya malam dan siang yang secara
terus menerus tiada hentinya maka dewasa ini dunia internasional telah berada
dipenghujung akhir tahun 2012 dan sebentar lagi akan dimasuki tahun baru 2013,
perhitungan kalender yang menggunakan perhitungan perputaran matahari yang
lebih dikenal sebagai kalender tahun masehi, yang ditetapkan secara resmi untuk
kalender kaum Nasrani pada awalnya oleh seorang kaisar Romawi yang beragama
Nasrani dengan mendasarkannya kepada kelahiran Yesus ( nabi Isa Alaihisallam ).
Tinggal menghitung hari saja lagi maka tahun 2012
akan ditinggalkan dan akan segera dimasuki tahun baru pada tgl 1 januari yang
dimulai pada pukul 0.00 tengah malam. Karena tahun Masehi merupakan kalender
yang berkaitan dengan agama dan termasuk syi’arnya kaum Nasrani, maka sejak
jauh-jauh hari kaum Nasrani sudah mempersiapkan acara penyambutannya yang akan
digelar secara besar-besaran sebagai tradisi yang sudah ada sejak lama
dilingkungan mereka.
Tahun baru Masehi 1 Januari yang digunakan sebagai
kalender internasional menyebabkan banyak pihak yang berkepentingan untuk
merayakannya dengan pesta-pesta penyambutan seperti tempat-tempat hiburan,
hotel-hotel dan tempat-tempat lainnya seperti di taman-taman dan lain
sebagainya. Bahkan tidak ketinggalan pula di banyak kampung masing-masing RT
juga mengadakan acara penyambutan untuk lingkungan RT mereka. Fenomena seperti
ini merupakan realita kehidupan yang senantiasa berulang setiap pergantian
tahun. Bahkan dari tahun ke tahun makin bertambah semarak dan makin tidak terkendalikan
arusnya. Tahun ini, wallahu a’lam apakah yang akan terjadi dan mewarnai awal
tahun baru Masehi di negeri kita ini.
Meskipun sebenarnya aktifitas penyambutan tahun baru
Masehi tgl. 1 Januari seharusnya hanya terbatas bagi kaum Nasrani, namun karena
dianggap sebagai tahun internasional yang dirayakan seluruh dunia maka banyak
kalangan yang beragama Islam yang latah ikut pula menyelenggarakan dan
memeriahkannya. Dan mereka sebenarnya tidak menyadari bahwa apa yang mereka
lakukan tersebut dimata syari’at islam sebagai perbuatan yang tercela dan
dilarang.
Penyambutan
dan Perayaan Tahun Baru Masehi di Tinjau Dari Sudut Syari’at Islam
Sebagai umat islam seluruh sikap hidupnya baik
ibadah maupun muamalah haruslah diukur dan ditakar berdasarkan ukuran dan
takaran yang diatur oleh syari’at, agar seluruh perjalanan kehidupannya
mendapatkan ridha dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga segala sesuatunya
harus dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah syari’at, apabila tidak ada
rujukannya maka apapun yang diperbuat tertolak dan bahkan akan dikenai sanksi
hukum karena dianggap sebagai sebuah pelanggaran.
Karenanya kegiatan penyambutan dan perayaan tahun
baru Masehi yang dilakukan oleh individu-individu muslim termasuk kegiatan yang
sesungguhnya terlarang menurut syari’at Islam.
Di kalangan kaum muslimin hari besar yang patut
dirayakan dan disambut hanyalah yang dikenal dengan hari raya Idul Fitri dan
Iedul Adha, sedangkan tahun baru tidak temasuk hari besar yang harus disambut
dan dirayakan, jangankan tahun baru Masehi, sedangkan tahun baru islam sendiri
yang dalam hal ini jatuh pada setiap tanggal 1 Muharram tidak disambut dan
dirayakan, karena tidak ada satupun contoh perbuatan dari Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam maupun dari para sahabat, tabi’in dan tabi’ut
tabi’in serta dari para ulama terdahulu. Pada jamannya Rasulullah
shalallahu’alahi wa sallam, jamannya para sahabat, jamannya para tabi’in dan
tabi’ut tabi’in serta jamannya ulama-ulama salaf tidak pernah ada riwayat
tentang dilakukannya penyambutan dan perayaan tahun baru 1 Muharram.Tidak ada
satupun riwayat yang menyebutkan bahwa dahulu pernah dilakukan kegiatan
keagamaan yang berkaitan dengan penyambutan tahun baru 1 Muharram seperti
melakukan dzikir secara berjama’ah di tempat-tempat tertentu ataupun pengajian
dengan mendatangkan mubaligh/dai dari tempat lain guna mengisi acara
penyambutan tahun baru.
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam telah
mengingatkan kepada seluruh umatnya bahwa dalam Islam hanya mengenal dua hari
raya sebagaimana sebuah hadis dibawah ini :
عن أنس بن مالك - رضي الله عنه – قال: قدم رسول الله -
صلى الله عليه وسلم – المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان، قالوا:
كنا نلعب فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله - صلى الله عليه وسلم –: (إن الله قد أبدلكم
بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau
berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallam tiba di Madînah dan mereka
memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya,
”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa
jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan : ”Sesungguhnya
Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi
kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū
Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâhu berkata :
فوجه الدلالة أن اليومين الجاهليين لم يقرهما رسول الله
- صلى الله عليه وسلم - ولا تركهم يلعبون فيهما على العادة، بل قال إن الله قد أبدلكم
بهما يومين آخرين، والإبدال من الشيء يقتضي ترك المبدل منه، إذ لا يجمع بين البدل والمبدل
منه.
”Sisi pendalilan hadîts di atas adalah, bahwa dua
hari raya jahiliyah tersebut tidak disetujui oleh Rasūlullâh Shallâllâhu
’alaihi wa Sallam dan Rasūlullâh tidak meninggalkan (memperbolehkan) mereka
bermain-main di dalamnya sebagaimana biasanya. Namun beliau menyatakan bahwa
sesungguhnya Allôh telah mengganti kedua hari itu dengan dua hari raya lainnya.
Penggantian suatu hal mengharuskan untuk meninggalkan sesuatu yang diganti,
karena suatu yang mengganti dan yang diganti tidak akan bisa bersatu.
Begitu kerasnya larangan Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam bagi umatnya berikatan dengan perayaan hari-hari
raya kaum non muslim, sampai-sampai memilih tempat untuk melaksanakan sesuatu
kegiatan yang kemungkinan ada hubungannya dengan aktifitas kaum non muslim
disana dilarangan oleh beliau. Hal ini digambarkan dalam hadits dibawah ini :
سنن أبي داوود ٢٨٨١: حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ رُشَيْدٍ
حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ إِسْحَقَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ
قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنِي ثَابِتُ بْنُ الضَّحَّاكِ قَالَ
نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ إِبِلًا بِبُوَانَةَ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ
الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ قَالُوا لَا قَالَ هَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ
قَالُوا لَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْفِ بِنَذْرِكَ
فَإِنَّهُ لَا وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا فِيمَا لَا يَمْلِكُ
ابْنُ آدَمَ
Sunan Abu Daud 2881: Telah menceritakan kepada kami Abu Daud bin Rusyid telah menceritakan
kepada kami Syu'aib bin Ishaq dari Al Auza'i dari Yahya bin Abu Katsir ia
berkata; Abu Qilabah ia berkata; telah menceritakan kepadaku Tsabit bin Adh
Dhahhak ia berkata; seorang laki-laki bernadzar pada zaman Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyembelih unta di Buwanah. Kemudian ia
datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata; sesungguhnya saya
telah bernadzar untuk menyembelih unta di Buwanah. Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Apakah padanya terdapat berhala diantara
berhala-berhala jahiliyah yang disembah?" Mereka berkata; tidak. Beliau
berkata: "Apakah padanya terdapat hari besar diantara hari-hari besar
mereka?" Mereka berkata; tidak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Penuhi nadzarmu, sesungguhnya tidak boleh memenuhi nadzar dalam
bermaksiat kepada Allah, dalam perkara yang tidak dimiliki anak Adam."
Hadits ini menunjukkan terlarangnya menyembelih
untuk Allah di tempat yang bertepatan dengan tempat yang digunakan untuk menyembelih
kepada selain Allah, atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau hari
raya. Sebab itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka di dalam
mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Perbuatan ini juga menyerupai perbuatan
mereka dan menjadi sarana yang mengantarkan kepada syirik. Apalagi ikut
merayakan hari raya mereka, maka di dalamnya terdapat wala’ (loyalitas) dan
dukungan dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Akibat paling berbahaya
yang timbul karena berwala’ terhadap orang kafir adalah tumbuhnya rasa cinta
dan ikatan batin kepada orang-orang kafir sehingga dapat menghapuskan keimanan.
Mengutip tulisan Ustadz Abu Salma dalam blognya yang
berjudul “ Perayaan Tahun Baru Itu Syi’ar Kaum Kufar “ beliau menyebutkan
sebagai berikut :peringatan tahun baru (New Year Anniversary) itu merupakan
syiar kaum kuffâr. Karena, tidaklah peringatan ini dirayakan, melainkan ia satu
paket dengan peringatan natal (christmas). Kita sering lihat dan mendengar,
bahwa tahni`ah (ucapan selamat) kaum Nasrani adalah : “Marry Christmas and
Happy New Year”, “Selamat Natal dan Tahun Baru”. Namun, tunggu dulu. Tidak itu
saja… Ternyata kaum pagan Persia yang beragama Majūsî (penyembah api),
menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz
atau Nurus.Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah,
ketika Raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama
‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada
awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini,
bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki
kedudukan tinggi.Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh al-Imâm
an-Nawawî dalam buku Nihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats
Tsâr. Di dalam perayaan itu, kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya
–karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di
jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita,
saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khamr (minuman keras). Mereka
berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut
serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran.
Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.Kemudian, sebagian kaum
muslimin yang lemah iman dan ilmunya tidak mau kalah. Mereka bagaikan kaum Nabî
Mūsâ dari Banî Isrâ`il yang setelah Allah selamatkan dari pasukan Fir’aun dan
berhasil melewati samudera yang terbelah, mereka berkata kepada Mūsâ ‘alaihis
Salâm untuk membuatkan âlihah (sesembahan-sesembahan) selain Allah, sehingga
Mūsâ menjadi murka kepada mereka. Sebagian kaum muslimin di zaman ini turut
merayakan perayaan tahun baru Masehi ini. Bahkan sebagian lagi, supaya tampak
Islâmî merubah perayaan ini pada tahun baru Hijriah.
Al-Muqrizî di dalam Khuthath-nya (I/490)
menceritakan bahwa yang pertama kali mengadakan peringatan tahun baru Hijriah
ini adalah para pendukung bid’ah dari penguasa zindîq, Daulah ‘Ubaidiyah Fâthimîyah
di Mesir, daulah Syi`ah yang mencabik-cabik kekuasaan daulah ‘Abbâsiyah dengan
pengkhianatan dan kelicikan. Dan sampai sekarang pun, anak cucu mereka masih
gemar merayakan perayaan-perayaan bid’ah yang tidak pernah Allôh dan Rasūl-Nya
tuntunkan.
Pesta tahun baru sendiri, merupakan syiarnya kaum
Yahūdî yang dijelaskan di dalam taurat mereka, yang mereka sebut dengan awal
Hisya atau pesta awal bulan, yaitu hari pertama tasyrîn, yang mereka anggap
sama dengan hari raya ‘Idul Adhhâ-nya kaum muslimin. Mereka mengklaim bahwa
pada hari itu, Allôh memerintahkan Ibrâhîm untuk menyembelih Ishâq ‘alaihis
Salâm yang lalu ditebus dengan seekor kambing yang gemuk.
Sungguh ini adalah sebuah kedustaan yang besar yang
diada-adakan oleh Yahūdî. Karena sebenarnya yang diperintahkan oleh Allah untuk
disembelih adalah Ismâ’îl bukan Ishâq ‘alaihimâs Salâm. Karena sejarah mencatat
bahwa Ismâ’îl adalah lebih tua daripada Ishâq dan usia Ibrâhîm pada saat itu
adalah 99 tahun. Mereka melakukan tahrîf (penyelewengan fakta) semisal ini
disebabkan oleh kedengkian mereka. Karena mereka tahu bahwa Ismâ’îl adalah
nenek moyang orang ‘Arab sedangkan Ishâq adalah nenek moyang mereka.
Perayaan tahun baru di beberapa negara terkait erat
dengan keagamaan atau kepercayaan mereka terhadap para dewa. Jika seorang
muslim telah memahami hal ini, maka tentu ia akan memahami bahwa bagi sebagian
kaum kafir, merayakan tahun baru merupakan peribadahan. Sehingga apabila
seorang muslim ikut-ikutan merayakan tahun baru maka boleh dibilang kerena
ketidaktahuannya terhadap agamanya sebab ia telah menyerupai orang kafir yang
menentang Allah dan Rasul-Nya. Padahal sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alaihi
wa sallam telah melarang umatnya untuk menyerupai, meniru-niru atau menyamai
umat lain. Hal ini ditegaskan dalam hadits berikut ini :
صحيح البخاري ٦٧٧٤: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِي بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا شِبْرًا
بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ فَقَالَ
وَمَنْ النَّاسُ إِلَّا أُولَئِكَ
Shahih Bukhari 6774: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus telah menceritakan
kepada kami Ibn Abu Dzi'b dari Al Maqburi dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu,
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Hari kiamat tidak akan
terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta." Ditanyakan, "Wahai Rasulullah,
seperti Persi dan Romawi?" Nabi menjawab: "Manusia mana lagi selain
mereka itu?"
Riwayat lain menyebutkan :
صحيح البخاري ٣١٩٧: حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ
حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ
يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى
لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Shahih
Bukhari 3197: Telah bercerita kepada kami Sa'id bin Abu Maryam telah bercerita
kepada kami Abu Ghassan berkata, telah bercerita kepadaku Zaid bin Aslam dari
'Atha' binYasar dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam besabda: "Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sebelum
kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga seandainya
mereka manempuh (masuk) ke dalam lobang biawak kalian pasti akan
mengikutinya". Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah yang baginda
maksud Yahudi dan Nashrani?". Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau
bukan mereka) ".
Larangan mengikuti perayaan hari raya dan hari besar
kaum non muslim juga ditegaskan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam
dalam sabda beliau yang diriwayatkan dari Abdullah bin “Amr bahwa Nabi
Shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“
Barang siapa menetap dinegeri kaum musyrik dan ia mengikuti hari raya dan hari
besar mereka, serta meniru perilaku mereka sampai mati, maka ia kelak akan
dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat ( HR. Baihaqi).
Hadits diatas diperkuat lagi dengan hadits lain
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah rahimahumullah bahwa Abu Dawud
telah meriwayatkan sebuah hadits hasan dari Ibnu ‘Umar radyallahu anhum, ia
berkata bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Barang
siapa meniru suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”
Dari beberapa hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa
sallam yang diketengahkan diatas maka menyambut dan memeriahkan tahun baru
Masehi yang merupakan hari besar kaum Nasrani merupakan hal yang dilarang
dilakukan oleh umat Islam karena ia merupakan salah satu bentuk tasyabbuh (
menyerupai ) mereka.
Berbagai
Dampak Negatif
Kini, perayaan penyambutan tahun baru Masehi tanggal
1 Januari dinegeri ini telah menjadi suatu trend mark tersendiri. Muda, tua,
pria, wanita, anak-anak, dewasa, muslim, kâfir, semuanya berkumpul untuk
merayakan tahun baru. Segala bentuk acara untuk menyambut perayaan ini
bermacam-macam. Ada yang sarat dengan hura-hura, pergelaran musik, pesta-pesta
yang diisi dengan minuman-minuman keras, bercampur baurnya kaum wanita dan
pria, asyik masuk pasangan muda mudi ,kesyirikan, ada lagi yang sarat dengan
kemaksiatan dan kefasikan, dan ada lagi yang sarat dengan kebid’ahan,.
Sebenarnya media masa seperti surat kabar,televisi,
radio, dan para pemilik pusat perbelanjaan sangat berperan dalam
memasyarakatkan penyambutan tahun baru Masehi 1 Januari , perhatikanlah mereka
tidak mau absen dari ikut serta memeriahkan tahun baru. Berbagai promosi dan
diskon besar-besaran diadakan dalam rangka menyambut Natal dan tahun baru
Masehi. Begitu meriah acara yang digelar oleh mereka untuk menyambut kedatangan
tahun baru masehi tersebut, sehingga membuat kebanyakan orang terbuai, tidak
sadar ikut hanyut terbawa arus. Mereka tidak melihat berbagai macam dilema
keagamaan, sosial, dan masyarakat yang timbul karenanya. Mereka tidak tahu
bahwa perayaan tahun baru tidak ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Semua itu hanyalah sebuah pemborosan, membuang-buang harta
untuk hal yang sia-sia dan tidak ada manfaatnya sama sekali
Sungguh benar apa yang diungkapkan oleh Muhammad Abu
Salma dalam artikelnya “ Tahun Baru Itu Syi’arnya Kaum Kufar, beliau
menyebutkan : “Mereka berkumpul pada malam awal tahun Mîlâdîyah. Dalam perayaan
ini mereka melakukan do`a dan upacara khusus dan begadang hingga tengah malam.
Mereka habiskan malam mereka dengan menyanyi-nyanyi, menari-nari, makan-makan
dan minum-minum sampai menjelang detik-detik akhir pukul 12 malam. Lampu-lampu
dimatikan dan setiap orang memeluk orang yang ada di sampingnya, sekitar 5
menit. Semuanya sudah diatur, bahwa disamping pria haruslah wanita.
Kadang-kadang mereka saling tidak mengenal dan setiap orang sudah tahu bahwa
orang lain akan memeluknya ketika lampu dipadamkan. Mereka memadamkan lampu itu
bukannya untuk menutupi aib, namun untuk menggambarkan akhir tahun mulainya
tahun baru. Yang sarat dengan kesyirikan seperti, upacara penyambutan tahun
baru yang kental diwarnai dengan klenik, perdukunan dan ilmu sihir. Segala
paranormal berkumpul dan memberikan ramalan tentang awal tahun, baik dan
buruknya. Sebagian lagi ada yang nyepi ke gunung-gunung atau tempat keramat
untuk mencari ‘wangsit’ alias ilham dari setan.Ada lagi yang sarat dengan
kemaksiatan dan kefasikan. Dan ini sangat banyak sekali dan mendominasi. Mulai
dari pentas musik akhir tahun yang menghadirkan wanita-wanita telanjang tidak
punya malu yang bergoyang-goyang dan menari-nari merusak moral, sampai acara
minum-minuman keras, narkoba dan seks bebas.Ada lagi yang mengisi kegiatan ini
dengan bid’ah-bid’ah yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasūlullâh dan tidak
pula dikerjakan oleh generasi terbaik, para sahabat dan as-Salaf ash-Shâlih.
Mereka melakukan sholât malam (Qiyâmul Layl) berjama’ah khusus pada malam tahun
baru saja dan disertai niat pengkhususannya. Ada lagi yang melakukan Muhâsabah
atau renungan suci akhir tahun, dengan membaca ayat-ayat al-Qur`ân sambil
menangis-nangis. Ada lagi yang berdzikir berjamâ’ah bahkan sampai istighôtsah
kubrô. Dan segala bentuk bid’ah-bid’ah lainnya.
Penyambutan tahun baru Masehi 1 Januari dengan
berbagai pesta tentunya memerlukan berbagai kebutuhan kelengkapan dan hal ini
tidak akan terlepas dari penyediaan anggaran belanja yang tidak sedikit.
Penyediaan anggaran belanja untuk membiayai pesta-pesta memeriahkan penyambutan
tahun baru yang sama sekali tidak memberikan manfaat kecuali bersenang-senang
hura-hura melampiaskan kegembiraan dan hawa nafsu tiada lain adalah perbuatan
menghambur-hamburkan harta. Semua itu adalah perbuatan yang mubazir yang
diharamkan.
Ada pula sebagian orang-orang muslim dalam rangka
berpartisipasi menyambut tahun baru Masehi 1 januari mereka menyelenggarakan
acara syukuran mengundang orang-orang dengan dalih untuk bersilaturakhim serta
menyelenggarakan pengajian/ceramah keagamaan dan dzikir bersama, sehingga
banyak masyarakat muslim yang terpedaya oleh tingkah polah mereka tersebut.
Padahal apa yang mereka lakukan tersebut telah menyelesihi sunnah dan samasekali
tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam maupun oleh
para sahabat, tabi’in dan para tabi’iut tabi’in serta ulama salafus shalih.
Perbuatan seperti tersebut sesungguhnya tiada lain adalah perbuatan mengada-ada
( bid’ah ) dalam hal agama.
K
e s i m p u l a n
Tahun baru Masehi 1 januari merupakan tahun baru
bagi kaum Nasrani yang sekaligus sebagai hari raya dan hari besar agama mereka
yang terkait dengan syi’ar agama mereka, sehingga wajar saja bagi kalangan
mereka mengadakan acara perayaan penyambutannya yang sekaligus dikaitkan dengan
pelaksanaan ibadah berupa kebaktian digereja. Meskipun perhitungan kalender
dunia internasional menjadikannya sebagai pertanggalan tahunan dunia termasuk
di Indonesia yang mayoritas penduduknya menganut islam, bukan berarti bahwa
kalangan orang-orang muslim juga harus turut merayakan dan menyambut kedatangan
tahun baru Masehi 1 Januari tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan
kaum Nasrani.
Larangan untuk merayakan dan menyambut tahun baru Masehi
1 Januari bagi kaum muslimin karena terkait dengan aqidah. Berdasarkan syari’at
Islam telah memiliki dua hari raya ; yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dan umat
islam dilarang untuk membesarkan hari rayanya kaum di luar Islam. Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam melarang umatnya untuk meniru-niru atau menyerupai
umat lain, termasuk tentunya dalam hal ini meniru-niru kaum Nasrani dalam
merayakan dan menyambut tahun baru Masehi 1 januari .
Perayaan penyambutan tahun baru Masehi 1 Januari
yang dilakukan menjelang tengah malam dengan berbagai kegiatan yang melibatkan
segala lapisan dan umur dalam pesta-pesta, hura-hura, bercampurnya kaum wanita
dan pria yang bukan mahram, mabuk-mabukan, pertunjukan musik yang hingar
bingar, pesta kembang api hingga pergaulan bebas dan sex bebas, sungguh sebagai
perbuatan yang penuh kemaksiatan dan kemunkaran. Perayaan menyambut tahun baru
masehi merupakan perbuatan menghambur-hamburkan harta. Semua itu merupakan
perbuatan yang diharamkan.
Mengingat itu semua maka sudah selayaknya kaum
muslimin ikut-ikutan latah merayakan dan menyambut tahun baru Masehi 1 Januari,
hindarkanlah diri dan keluarga untuk tidak tergoda dan terbawa hanyut akan
ajakan hawa nafsu yang di dalamnya tersembunyi godaan dari syaitan yang selalu
ingin menjerumuskan manusia kepada perbuatan maksiat dan munkar yang berujung
kepada dosa. ( Wallaahu ‘alam bishawab )
Selesai dikerjakan, Selasa, waktu dhuha 11 Safar 1433 H/ 25Desember 2012
( Musni Japrie )
Dipetik dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar